Peran politisi perempuan di Senayan masih diragukan

Perempuan dinilai tidak memiliki pengalaman politik dan organisasi.

Suasana Rapat Paripurna DPR RI soal penetapan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2020 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (22/1)/Foto Antara/Puspa Perwitasari.

Staf ahli Fraksi Partai Golkar DPR RI, Sekarwati menilai masih banyak keraguan publik terhadap keberadaan politisi perempuan di parlemen. Penyebabnya, kata dia, perempuan dinilai tidak memiliki pengalaman politik, organisasi, ataupun aktif di gerakan perempuan.

"Ini bisa saja karena politisi perempuan terpilih karena dinasti politik. Ini yang membuat keraguan, apakah mereka peduli, apakah mereka memahami isu terkait perempuan," kata Sekarwati dalam webinar LP3ES bertajuk 'Peran Perempuan dalam Perubahan Sosial' menyambut Hari Kartini, Rabu (21/4).

Selain tidak memiliki pengalaman politik atau organisasi, tantangan yang dihadapi politisi perempuan ialah ketika berhadapan dengan berbagai kendala lainnya, baik dari kehidupan sosial, budaya ekonomi maupun politik.

Di sisi lain, menurut Sekarwati, keterwakilan 30% perempuan di parlemen belum sesuai harapan. Kuota keterwakilan 30% ini diatur dalam Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum, UU No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik, dan UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Dewan Perwakilan Rakyat.

Saat ini, keterwakilan anggota DPR RI perempuan pada periode 2019-2024 mencapai sebesar 20,5% atau sekitar 118 dari total 575 anggota DPR terpilih. Dalam catatan Sekarwati, perolehan kursi perempuan ini mengalami peningkatan dari sebelumnya yang hanya 97 atau 17,3%.