SMRC ingatkan dampak MPR jadi lembaga tertinggi negara

Usul mengembalikan kedudukan MPR kali pertama diutarakan Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti, dalam Sidang Bersama DPR dan DPD.

SMRC ingatkan dampak MPR jadi lembaga tertinggi negara. Google Maps/Yeyen Nursyipa

Usul mengembalikan kedududkan Majelis Perwakilan Rakyat (MPR) menjadi lembaga tertinggi negara akan mengubah sistem ketatanegaraan Indonesia. Utamanya dari presidensial menjadi parlementer.

"Sistem ketatanegaraan kita, kan, berubah dari sistem yang dianut sekarang, presidensial. Kalau kembali ke MPR sebagai lembaga tertinggi negara, pada hakikatnya itu adalah sistem parlementer," kata pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani, dalam siaran daring YouTube, Kamis (24/8).

Ketika sistem parlemen kembali diadopsi, sambungnya, perubahan tata cara berdemokrasi juga berubah. Salah satunya adalah tidak adanya pemilihan umum (pemilu) lantaran MPR bisa mengangkat dan memilih kepala pemerintahan, termasuk memberhentikannya. 

Kepala pemerintahan dalam sistem parlementer biasanya disebut perdana menteri. "Kalau di sistem kita namanya presiden," ujarnya.

Diketahui, Ketua DPD RI, LaNyalla Mattalitti, dalam pidatonya pada Sidang Bersama DPR dan DPD RI mengusulkan MPR kembali berstatus menjadi lembaga tertinggi negara. Dalihnya, memperkuat sistem demokrasi di Indonesia: penjelmaan rakyat serta sebagai pemilik dan pelaksana kedaulatan.