Trauma gempa dan cerita mereka di pengungsian

Sampai hari ketiga pascagempa, tempat pengungsian Nurul belum juga disambangi oleh bantuan dari pemerintah.

Seorang remaja mengendong balita di tempat penampungan pengungsi korban gempa bumi di Pemenang, Lombok Utara, Lombok Utara, NTB, Selasa (7/8)./ Antarafoto

Tak seperti biasanya, suasana Bandara Internasional Lombok begitu padat dan ramai. Orang-orang menunggu keberangkatan dan memenuhi peron bandara. Sebagian lainnya menggelar karpet dan tikar untuk alas tidur di bandara dua hari pascagempa, Selasa (7/8) di Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Banyak di antara mereka adalah wisatawan asing yang ingin segera keluar dari Pulau Lombok. Air muka mereka menunjukkan trauma. 

Sejak Minggu malam (5/8) Pulau Lombok terus diguncang gempa. Lombok diguncang gempa sebesar 7 skala richter malam itu. Setelah gempa pertama yang cukup lama dan getarannya terasa hingga ke Bali, gempa-gempa susulan yang skalanya lebih kecil terus mengguncang Lombok hingga ratusan kali.

Seminggu sebelumnya, Lombok juga diguncang gempa. Minggu (29/7) pagi itu, lempeng di sekitar Pulau Seribu Masjid tersebut bergerak cukup lama. Episenter gempa yang berada di Lombok Timur membuat jalur pendakian di Gunung Rinjani longsor. Ribuan pendaki terjebak di atas gunung, tak bisa turun ke Desa Senaru yang merupakan jalur turun.

Muhammad Nizar Fahmi sedang mendapat jadwal siaran radio Minggu pagi (29/7) itu. Ketika baru saja ia menekan tombol fider mixer, yang artinya sudah siap on air di udara, gempa mengguncang Lombok.