sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bansos Covid-19: Ini resep agar tak salah sasaran

Selain bansos sembako, Kemensos menyalurkan bansos tunai bagi warga di luar Jabodetabek.

Fajar Yusuf Rasdianto
Fajar Yusuf Rasdianto Minggu, 12 Apr 2020 20:20 WIB
Bansos Covid-19: Ini resep agar tak salah sasaran

Presiden Joko Widodo memastikan pemerintah akan mengucurkan stimulus senilai Rp405 triliun. Dana itu digunakan untuk menangani serangan Covid-19, menjaga daya beli masyarakat, dan menahan laju ekonomi agar tidak jeblok. Dari jumlah itu, sebesar Rp110 triliun digelontorkan untuk jaring pengaman sosial.

Sebagai pelaksana dan eksekutor lapangan, Kementerian Sosial mengklaim siap menyalurkan aneka skema bantuan sosial buat masyarakat bawah itu. Pada tahap awal, bansos disalurkan untuk warga yang tinggal di DKI Jakarta dan sekitarnya. Bantuan tidak memandang asal warga atau di mana KTP diterbitkan.

Bantuan menyasar mereka yang terdampak pemberlakuan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang mulai berlaku di DKI sejak 10 April. Apakah pedagang asongan, pedagang kaki lima, penarik ojek daring hingga pekerja informal lain yang mengandalkan upah harian saat bekerja di luar rumah.

”Data dari Pemprov DKI dan pemerintah di Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) sudah siap, sekarang finalisasi. Pak Menteri Sosial sudah perintahkan penyalurannya paling lambat 20 April 2020. Kami harapkan sudah tersalurkan sebelum 20 April dan kami sudah siap,” kata Sekjen Kemensos Hartono Laras, Jumat (10/4).

Hartono mengklaim data telah diverifikasi. Bansos sembako di DKI Jakarta diberikan untuk 2,6 juta jiwa (1,2 juta kepala keluarga). Di Bodetabek dialokasikan kepada 1,6 juta jiwa (576.000 KK). Besar bantuan senilai Rp600.000 per bulan. Baik di Jakarta maupun Bodetabek, bantuan diberikan tiga bulan.

Selain bansos sembako, Kemensos menyalurkan bansos tunai bagi warga di luar Jabodetabek. Bantuan ini menyasar warga di luar penerima program keluarga harapan (PKH) dan Program Sembako. Target sasaran, kata Hartono, sembilan juta keluarga dengan nilai bantuan Rp600.000 per bulan selama tiga bulan.

”Kami sedang cek data di Kemensos. Data mereka yang tidak terima PKH dan Program Sembako, tapi masuk data terpadu kesehatan. Jadi, prioritas penerima di luar PKH dan Program Sembako. Ini bersifat temporer, untuk menjaga daya beli masyarakat lapis bawah yang terdampak langsung," kata Hartono.

Pastikan tepat sasaran

Sponsored

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Abra Tallatov mendesak pemerintah bergerak cepat menentukan siapa-siapa yang akan mendapatkan bantuan. Dari sisi anggaran, ia yakin Indonesia masih cukup kuat untuk memberikan bantuan buat pekerja informal yang jatuh miskin.

“Dari sisi anggaran sangat mungkin (masih mampu) dan harus dialokasikan. Karena kalau (pekerja informal) enggak disasar, mereka bisa hidup dari mana lagi,” tutur Abra kepada Alinea.id belum lama ini.

Abra mengakui jumlah Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial cukup besar. Data calon penerima harus ditentukan ekstra teliti dan transparan. Hasil pendataan pun harus diumumkan berkala secara transparan ke publik. ”Jangan sekadar retorika, tetapi ujung-ujungnya salah sasaran dan tidak terealisasi.” ucap dia.

Agar tepat sasaran, sebaiknya tidak menggunakan sumber data tunggal. Sumber data harus hasil kombinasi: hasil pendataan dan pendaftaran langsung. Pekerja terdampak Covid-19 bisa mendaftarkan diri di pos-pos pengaduan yang dibuka di banyak tempat: di desa atau kelurahan. Data kemudian dicocokan.

Mengandalkan DTKS

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan, pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS). Data di Kemensos itu sebagai data utama untuk menjangkau para warga, termasuk mereka yang masuk dalam kelompok ekonomi rentan.

Sementara untuk mendapatkan data pekerja migran yang rentan dan butuh bantuan, pemerintah pusat akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah. ”Yang menjadi pegangan pertama-tama dari DTKS. Selebihnya, kami kumpulkan dan memilah bersama pemda. Tidak semua membutuhkan karena ada yang akan ikut program Padat Karya Tunai Desa saat pulang kampung,” ujar Muhadjir, Selasa (31/3).

Di luar itu, pemerintah memperluas sasaran PKH. Besaran bantuan pun dinaikkan. Sasaran penerima PKH meningkat dari 9,2 juta menjadi 10 juta keluarga. Sedangkan besaran bantuan dinaikan 25 persen. Misalnya, komponen ibu hamil dan anak usia dini, dari Rp2,4 juta menjadi Rp3 juta per tahun.

Demikian pula progam Sembako. Penerima manfaat program ini dinaikkan, dari 15,2 juta menjadi 20 juta keluarga. Besar manfaat juga meningkat 30 persen: dari Rp150 ribu menjadi Rp200 ribu per keluarga. Bantuan diberikan selama sembilan bulan atau hingga Desember 2020.

Perbaiki mekanisme

Dalam banyak program bantuan yang menyasar kelompok miskin, masalah utama yang selalu berulang adalah data sasaran. Agar salah data atau salah sasaran tidak terjadi, dalam salah satu publikasinya lembaga penelitian SMERU menyarankan perbaikan mekanisme pendataan penerima dan penyaluran bantuan,

Menurut SMERU, bantuan langsung tunai atau BLT diberikan ke masyarakat miskin guna mempertahankan daya beli dan kepada kelompok pelaku usaha untuk kelangsungan usaha dan menekan pemutusan hubungan kerja (PHK). Diakui SMERU, karakteristik warga miskin dan rentan amat beragam. Karena itu, pemerintah tidak bisa menerapkan satu mekanisme penetapan sasaran dan penyaluran BLT.

Pendataan penerima, bagi SMERU, harus disesuaikan dengan kebutuhan prioritas saat ini. Seiring berlakunya PSBB, mekanisme pendataan calon penerima dan penyaluran dana BLT harus memberikan kemudahan dalam mengakses bantuan serta menghindari terbentuknya kerumunan orang.

Untuk data calon penerima, menurut SMERU, dapat diperoleh dari tiga sumber. Yakni, DTKS dari Kemensos untuk 40 persen kelompok masyarakat termiskin terbawah, dari penyedia transportasi daring untuk mitranya (Gojek dan Grab), dan registrasi mandiri untuk pelaku usaha informal.

Khusus untuk registrasi mandiri, pemerintah perlu bekerja sama dengan operator telekomunikasi untuk menyebarkan SMS notifikasi program BLT. SMS notifikasi berisi informasi tentang program, kriteria penerima, dan proses registrasi. Proses registrasi bisa lewat saluran: aplikasi, SMS, atau datang ke tempat yang ditentukan. Agar tidak tumpang tindih, perlu ada mekanisme verifikasi. Memakai NIK di KTP misal.

Yang tidak kalah penting, pemerintah perlu menyiapkan opsi mekanisme penyaluran bantuan berdasarkan karateristik masyarakat penerima: kelompok perkotaan dan perdesaan. Untuk perkotaan yang lebih heterogen dengan literasi digital yang lebih tinggi, pemerintah dapat bekerja sama dengan fintech (LinkAja, Dana Wallet Indonesia, Gopay Indonesia, OVO) dan minimarket (Alfamidi, Alfamart, dan Indomaret).

Untuk kelompok perdesaan, mekanisme penyaluran dana secara konvensional lebih tepat. Karena karakter masyarakat lebih homogen dengan literasi digital yang relatif lebih rendah dan infrastruktur terbatas. Penyaluran dapat dilakukan melalui transfer bank atau Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (LakuPandai) yang merupakan program dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Bantuan juga bisa disalurkan melalui layanan keuangan digital (LDK). Atau berupa uang elektronik yang dapat diterima melalui telepon seluler dan diambil secara tunai di agen yang ditunjuk oleh bank pelaksana.

Bagi SMERU, pandemi Covid-19 bisa menjadi titik awal bagi pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk lebih serius memutakhirkan data. Terutama data penerima jaring pengaman sosial. Terkait ini, amat relevan pernyataan Presiden Jokowi: "Data adalah jenis kekayaan baru. Saat ini data adalah new oil". (Ant)
 

Berita Lainnya
×
tekid