close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. Foto Antara.
icon caption
Ilustrasi. Foto Antara.
Bisnis
Kamis, 21 Januari 2021 19:13

Baru awal tahun, BI telah injeksi likuiditas Rp7,44 triliun ke perbankan

Injeksi likuiditas tersebut telah mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK).
swipe

Bank Indonesia (BI) telah menambah likuiditas atau quantitative easing di perbankan sebesar Rp726,57 triliun, terutama bersumber dari penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) sekitar Rp155 triliun dan ekspansi moneter sekitar Rp555,77 triliun. 

Sedangkan pada awal 2021, BI turut melakukan penambahan likuiditas dengan melakukan ekspansi operasi moneter sekitar Rp7,44 triliun hingga 19 Januari 2021.

"BI melanjutkan penambahan likuiditas pada tahun 2021 dengan melakukan ekspansi operasi moneter sekitar Rp7,44 triliun," kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam video conference, Kamis (21/1).

Injeksi likuiditas tersebut telah mendorong tingginya rasio alat likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK), yakni 31,67% pada Desember 2020 dan rendahnya rata-rata suku bunga PUAB overnight, sekitar 3,04% pada Desember 2020. 

Di sisi lain, longgarnya likuiditas serta penurunan BI7DRR berkontribusi menurunkan suku bunga deposito dan kredit modal kerja dari 4,74% dan 9,32% pada November 2020 menjadi 4,53% dan 9,21% pada Desember 2020. 

"Penurunan suku bunga kredit diperkirakan akan berlanjut dengan longgarnya likuiditas dan rendahnya suku bunga kebijakan BI," ujarnya. 

Perry pun mengungkapkan, ketahanan sistem keuangan tetap terjaga, meskipun risiko dari berlanjutnya dampak Covid-19 terhadap stabilitas sistem keuangan terus dicermati. 

Adapun, rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan November 2020 tetap tinggi yakni 24,13%, dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) tetap rendah, yakni 3,18% (bruto) dan 0,99% (neto). 

Kendati demikian, fungsi intermediasi dari sektor keuangan masih lemah. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kredit yang masih terkontraksi sebesar 2,41% (yoy) pada Desember 2020 di tengah likuiditas yang masih tinggi sejalan dengan pertumbuhan DPK yang tetap tinggi yaitu sebesar 11,11% (yoy). 

"BI memandang bahwa pertumbuhan kredit yang rendah lebih disebabkan oleh sisi permintaan dari dunia usaha, di samping karena persepsi risiko dari sisi penawaran perbankan," ucapnya.

img
Nanda Aria Putra
Reporter
img
Hermansah
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan