sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dilema bisnis maskapai penerbangan nasional

Kenaikan tarif pesawat terbang membuat masyarakat resah. Di sisi lain, maskapai masih merugi selama ini.

Eka Setiyaningsih Nanda Aria Putra
Eka Setiyaningsih | Nanda Aria Putra Selasa, 15 Jan 2019 22:53 WIB
Dilema bisnis maskapai penerbangan nasional

Di negara yang bentangan wilayahnya sangat luas, seperti Indonesia, transportasi udara sangat dibutuhkan masyarakat. Tentu saja, adanya kenaikan tiket dan tarif bagasi jadi persoalan.

Kenaikan harga tiket pesawat dan penghapusan tarif bagasi penumpang ramai dibicarakan dua pekan ini. Lion Air Grup sudah menerapkan tarif bagasi. Rencananya, Citilink akan melakukan hal yang sama.

Di media sosial Facebook, akun seorang warga Aceh Mahdi Andela mengunggah pengalamannya membeli tiket pesawat dari Banda Aceh ke Jakarta, dengan harga yang sangat mencolok, Rp3 juta.

Sementara harga tiket pesawat dari Banda Aceh via Kuala Lumpur ke Jakarta, harganya tak sampai Rp1 juta. Bahkan, ada warganet yang menyampaikan protes melalui petisi di situs Change.org.

Menanggapi kasak-kusuk kenaikan tiket pesawat ini, pada 13 Januari 2019 Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi langsung memanggil sejumlah direktur utama maskapai penerbangan ke kantornya.

Lantas, hari itu juga digelar konferensi pers Asosiasi Angkutan Udara Nasional Indonesia (Indonesia National Air Carrier Association/INACA) di Restoran Batik Kuring, Jakarta Selatan. Ketua INACA I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra menyatakan, beberapa maskapai sudah menurunkan harga tiketnya sejak 11 Januari 2019. Dia menuturkan, hal itu dilakukan untuk merespons keluhan masyarakat.

Maskapai masih merugi

Pada 15 Januari 2019 diadakan diskusi bertema “Apakah Harga Tiket Pesawat Saat ini Wajar?” di Penang Bistro, Kebon Sirih. Diskusi ini menghadirkan Ketua Umum INACA sekaligus Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra, Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo, anggota Ombudsman Alvin Lie, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, dan pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo.

Sponsored

Dalam diskusi itu, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau akrab disapa Ari mengatakan, kenaikan harga tiket pesawat seharusnya dilakukan oleh sejumlah maskapai penerbangan di Indonesia, karena harga yang ada saat ini belum dapat membukukan profit bagi sejumlah maskapai penerbangan.

Menurut dia, selama ini harga tiket pesawat yang dinikmati pelanggan merupakan harga yang sudah didiskon maskapai. Di dalam diskusi yang sama, Direktur Utama Citilink Juliandra Nurtjahjo mengatakan, pada 2018 Citilink sangat sulit membukukan profit. Hal ini, kata dia, dipengaruhi biaya komponen yang variabel biayanya dipengaruhi fluktuasi harga bahan bakar dan nilai tukar rupiah.

Hal ini, kata Juliandra, yang membuat beberapa maskapai penerbangan mengalami kerugian atau penurunan pendapatan. Selain itu, nilai tukar rupiah dan kenaikan dollar terhadap rupiah bisa mengurangi pendapatan perusahaan.

Ketua Umum INACA sekaligus Direktur Utama Garuda Indonesia I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra dan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. (Alinea.id/Eka Setiyaningsih

“Untuk amannya, seharusnya penerbangan itu mendapatkan keuntungan sebesar 65% dari tiap penjualan tiket,” ujar Ari.

Menurut Ari, kenaikan harga tiket pesawat juga dipicu pajak pertambahan nilai (PPn) yang harus ditanggung penerbangan domestik, serta meningkatnya harga avtur sejak 2016 sebesar 171%.

Lebih lanjut, saat ini tarif ambang batas untuk tiket pesawat yang telah ditetapkan Dinas Perhubungan itu harus sudah dikaji ulang, karena dampak ekonomi yang fluktuatif. Sehingga dapat menetapkan harga tiket yang sesuai dengan biaya rata-rata maskapai.

Memang, sejak 11 Januari 2019, ada beberapa rute penerbangan yang turun, seperti Jakarta-Denpasar, Jakarta-Yogyakarta, Jakarta-Surabaya, dan Bandung-Denpasar. Ari menyebut, penurunan tarif di beberapa rute ini adalah hasil konsolidasi Kementerian Perhubungan dengan INACA.

Tiket Aceh-Jakarta yang awalnya Rp3,2 juta turun jadi Rp1,6 juta. Rute Jakarta-Surabaya dari Rp1,6 juta menjadi Rp1,3 juta. Untuk penerbangan berbiaya murah, rute Jakarta-Surabaya tarifnya sudah mulai turun menjadi Rp500.000, dan Jakarta-Yogyakarta tarifnya Rp300.000-Rp 400.000.

Tarif tiket pesawat Lion Air dari Jakarta ke Banda Aceh bila perjalanan dilakukan pagi hari. (traveloka.com/flight)

Sementara untuk harga tiket pesawat yang belum turun di beberapa rute, Ari mengatakan, hal itu terjadi di jam-jam tertentu saja.

Ari memberi contoh, untuk rute penerbangan Jakarta-Yogyakarta, di pagi dan sore harganya tinggi. “Karena berapa pun harga yang ditaruh di sana selalu akan habis,” kata dia.

Di penerbangan siang hari, harganya tak semahal di pagi dan sore. “Ini hanya masalah demand,” kata Ari.

Sementara itu, ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan, banyak faktor yang menjadi sumber biaya bagi maskapai dan mendorong beberapa maskapai menaikkan harga tiket.

“Saya kira bukan hanya nilai tukar rupiah dan kenaikan harga avtur. Kalau hanya itu, dan tidak terelakkan, maka maskapai tidak akan membatalkan kenaikan harga tiket,” kata Piter saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (15/1).

Menurut Piter, kenaikan tiket pesawat bukan kesepakatan sejumlah maskapai.

“Tapi lebih menegaskan adanya permasalahan yang sama sedang mereka (maskapai) hadapi,” ujarnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid