sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Vaksinasi dilakukan, investor ambil untung saham KAEF dan INAF

Kegiatan vaksinasi sendiri telah lama diharapkan oleh investor pasar saham. Pasar optimistis akan kegiatan ini. 

Annisa Saumi
Annisa Saumi Rabu, 13 Jan 2021 18:00 WIB
Vaksinasi dilakukan, investor ambil untung saham KAEF dan INAF

Pemerintah resmi memulai program vaksinasi nasional Covid-19 gelombang pertama. Presiden Joko Widodo tercatat menjadi orang pertama penerima vaksin buatan Sinovac, Rabu (13/1).

Kegiatan vaksinasi telah lama diharapkan oleh investor pasar saham. Pasar optimistis akan kegiatan ini. Saham emiten farmasi BUMN, yakni PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) dan saham PT Indofarma Tbk. (INAF), naik signifikan sejak awal tahun. Kedua emiten farmasi BUMN ini merupakan anak dari holding farmasi PT Bio Farma (Persero), yang ditugasi pemerintah untuk pengadaan vaksin Covid-19.

Saham Kimia Farma sejak awal tahun hingga Rabu (13/1) tercatat telah naik 443,93% ke harga Rp6.500 per saham. Sedangkan saham Indofarma, tercatat melesat hingga 1.647% sejak awal tahun 2021, ke harga Rp6.500 per saham.

Namun, pada perdagangan hari ini, Rabu (13/1) yang bertepatan dengan disuntikkannya vaksin Covid-19 pertama, saham kedua emiten BUMN ini malah anjlok hingga menyentuh batas auto reject bawah. Saham KAEF dan INAF masing-masing turun 6,81%.

Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, penurunan dalam kedua saham tersebut disebabkan oleh investor yang mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking).

"Aksi profit taking terjadi dan valuasi kedua saham tersebut juga sebenarnya sudah mahal," kata Sukarno, saat dihubungi, Rabu (13/1).

Senada dengan Sukarno, analis Phillip Sekuritas Indonesia Anugerah Zamzami Nasr menuturkan, aksi profit taking terjadi pada kedua saham tersebut karena harganya telah melambung tinggi atas optimisme vaksin. Apalagi, vaksinasi pertama telah dilakukan.

"Dengan vaksin sudah dimulai, jadi investor bisa sell on news," ujarnya dihubungi terpisah.

Sponsored

Dengan kenaikan yang sangat signifikan, Zamzami menyebut terdapat potensi koreksi atas kedua saham tersebut. Terlebih, price to earning ratio (PER) dan price to book value ratio (PBV) kedua saham tersebut sudah melambung di luar batas wajar.

Untuk diketahui, PER adalah rasio yang menunjukkan harga saham sebuah perusahaan, dibandingkan dengan laba perusahaan tersebut. Jika PER perusahaan lebih kecil dalam industri sejenis, maka harga perusahaan relatif lebih murah.

Sedangkan PBV adalah rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan. PBV yang rendah menandakan harga saham suatu perusahaan undervalued.

Sebagai catatan, berdasarkan data RTI Infokom, PER Kimia Farma tercatat telah melambung 727,89 kali, dengan PBV 5,3 kali. Sedangkan PER Indofarma tercatat -800 kali, dengan PBV 41,45 kali. PER dan PBV kedua saham ini terbilang yang paling tinggi jika dibandingkan dengan emiten-emiten sejenis. 

Emiten Farmasi PER PBV
PT Kimia Farma Tbk. (KAEF) 727,89x 5,3x
PT Indofarma Tbk. (INAF) -800,2x 41,45x
PT Phapros Tbk. (PEHA) 30,99x 2,94x
PT Kalbe Farma Tbk.(KLBF) 27,14x 4,3x
PT Tempo Scan Pacific Tbk. (TSPC) 13,01x 1,49x
PT Darya-Varia Laboratoria Tbk. (DVLA) 14,14x 2,05

"Jika dilihat dari rasio tersebut, saham-saham farmasi ini jauh lebih mahal dari beberapa nama saham-saham big caps yang biasa dihargai premium," tutur Zamzami. 

Adapun secara kinerja keuangan, hingga kuartal III-2020, Kimia Farma tercatat membukukan penjualan senilai Rp7,05 triliun, dengan laba bersih Rp37 miliar. Emiten berkode KAEF ini tercatat memiliki arus kas negatif Rp172 miliar.

Sementara Indofarma tercatat membukukan penjualan Rp749 miliar dengan rugi bersih sebesar Rp18 miliar hingga kuartal III-2020. Sama seperti Kimia Farma, arus kas perseroan juga tercatat negatif Rp96 miliar.

Berita Lainnya
×
tekid