sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Percepatan industri dirgantara untuk tunjang konektivitas

Kebangkitan bisnis dirgantara khususnya penerbangan niaga di Indonesia dalam lima tahun belakangan ini memang sungguh luar biasa

Rakhmad Hidayatulloh Permana
Rakhmad Hidayatulloh Permana Kamis, 29 Nov 2018 14:43 WIB
  Percepatan industri dirgantara untuk tunjang konektivitas

Kementerian Kemaritiman dukung percepatan proyek strategis nasional Program Industri Dirgantara. Dukungan ini dilakukan karena pesawat merupakan salah satu infrastruktur penunjang konektivitas. 

"Saat ini memang wahana tersebut, kapal terbang dan kapal laut belum dianggap menjadi infrastruktur. Padahal Industri pesawat ini merupakan salah satu moda tol udara, penunjang konektivitas antar daerah di Indonesia," kata Asisten Deputi Industri Penunjang Infrastruktur Kementerian Kemaritiman Firdausi Manti, di hotel Sari Pan, Jakarta Pusat, Kamis (29/11). 

Pemerintah pun ikut melakukan dukungan pembiayaan pada industri dirgantara ini. Salah satunya dukungan terhadap pesawat N219 yang dirancang oleh PT Dirgantara Indonesia. Melalui kementerian perindustrian dan juga lembaga antariksa penerbangan nasional. 

Salah satu industri dirgantara yang juga akan dibantu pemerintah, adalah PT Regio Aviasi Industri (RAI), yang merupakan perusahaan produksi pesawat yang didirikan oleh BJ Habibie. 

Kebangkitan bisnis dirgantara khususnya penerbangan niaga di Indonesia dalam lima tahun belakangan ini memang sungguh luar biasa, salah satu contoh terjadi pada maskapai komuter yang didirikan pada 2007, Susi Air.  Armadanya sudah mendekati sekitar 45 pesawat turbo propeller jenis Grand Caravan berpenumpang 12 seater ke atas sampai dengan 20 seater.

Landscape bisnis aviasi di daerah juga menggeliat, di pelosok tanah air banyak sekali tumbuh maskapai operator yang kelas komuter seperti Tri Nusa di NTB , Aviastar, Express air  yang melayani beberapa kabupaten di Kalimantan, namun kurang dikenal di masyarakat pulau Jawa.

"Kita baru menyadari kalau potensi traffic udara di Indonesia saat ini sungguh luar biasa besarnya bahkan pilot-pilot asing dari New Zealand pun mau bergabung dengan maskapai Susi Air untuk mencari rejeki di langit Papua yang sangat jauh dari negaranya," papar Direktur AIAC Aviation Jakarta dan pakar bisnis penerbangan Indonesia Arista Atmadjati dalam analisisnya yang dimuat di kanal kolom Alinea.id

Jumlah armada pesawat komersil di Indonesia pada 2011 cuma sekitar 300 pesawat. Tetapi pada 2018 diperkirakan tidak kurang 2.000 pesawat komersial melayani 2000 traffic pada setiap harinya di langit Indonesia dengan mengangkut penumpang 80 juta. Uang yang berputar di atas Rp20 triliun, memberikan gambaran kekuatan ekonomi kita di bisnis penerbangan," tutur dia.

Sponsored

Sebagai gambaran dengan beberapa negara tetangga, seperti Singapura dengan jumlah penduduk hanya sekitar 5 juta orang. Singapura bisa mendapatkan jumlah penumpang 10 juta per tahun.

Indonesia dengan dengan jumlah penduduk 262 juta, seharusnya memiliki 2.000 armada dengan jumlah penumpang setahun bisa mencapai 500 juta per tahun

Disisi lain, pemerintah juga semakin intensif membangun bandara bandara baru yang besar seperti NYIA –New Yogyakarta International Airport di Kulonprogo Jogya yang beroperasi pada 2020. Bandara aero space park komprehensif di Kertajati Majalengka Jawa Barat yang beroperasi Juni 2018. Juga rencana pembangunan bandara Bali Utara di Buleleng segera terwujud.

"Maka prediksi jumlah penumpang pada 2019 penumpang udara domestik menembus 100 juta setahun adalah angka yang menurut analisis saya akan mudah di tembus oleh pebisnis penerbangan Indonesia," tutur dia.

Apalagi saat ini beberapa maskapai sangat gencar menambah armada barunya secara massive. Misalkan saja Lion air yang telah memesan sebanyak 230 pesawat baru Boeing 737-900 MAX. Citilink juga memesan sekitar 25 Airbus 320 Neo.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid