Sebuah perusahaan di China dikritik setelah salah satu karyawannya mengklaim bahwa mereka dibayar gaji dalam bentuk voucher, bukan uang tunai. Postingan karyawan tersebut di media sosial tidak hanya memicu kritik luas, tetapi juga mendorong penyelidikan resmi terhadap perusahaan tersebut.
Menurut South China Morning Post (SCMP), pusat perbelanjaan tersebut mengeluarkan voucher dengan jumlah yang berbeda-beda, yang memberi tahu karyawan bahwa mereka dapat menggunakannya untuk membeli berbagai barang, terutama makanan dan pakaian. Kabarnya, voucher tersebut, yang nilainya berkisar antara US$1,4 hingga US$70, tidak memiliki nilai moneter yang dapat digunakan sebagai metode pembayaran untuk barang lain.
Bagaimana cara kerja voucher tersebut?
Karyawan tersebut mengatakan setiap voucher memiliki nomor unik, seperti uang kertas. Para pekerja diharapkan menunjukkannya untuk membeli barang yang mereka inginkan.
Perusahaan tersebut diduga menginstruksikan para karyawan bahwa mereka dapat menggunakan voucher tersebut untuk membayar biaya pengelolaan properti dan membeli properti dan tempat parkir tertentu yang dimiliki oleh grup tersebut dengan harga diskon. Namun, seorang anggota staf yang bekerja di mal tersebut mengatakan kepada Chinese Business View bahwa voucher tersebut sebagian besar dapat digunakan untuk restoran dan toko pakaian. Selain itu, jika barang yang dibeli kurang dari nilai voucher, pembeli tidak mendapatkan kembali jumlah yang tersisa.
“Kami tidak berdaya”
"Ini adalah jumlah gaji untuk kerja keras saya selama tiga bulan," tulis karyawan yang pertama kali mengunggah tentang voucher tersebut di media sosial saat berbicara tentang pusat perbelanjaan di Motian Vitality City.
“Banyak rekan kerja yang memiliki hipotek dan pinjaman mobil, serta anak-anak kecil dan orang tua yang sudah tua yang harus dinafkahi. Kami tidak berdaya dengan voucher ini,” imbuh pria itu.
Bagaimana reaksi media sosial?
Postingan tersebut langsung memicu kemarahan di antara orang-orang, dengan banyak yang mencap perusahaan tersebut sebagai "tidak manusiawi". Seorang individu menulis, "Sejak kapan sebuah perusahaan dapat menerbitkan mata uang mereka sendiri? Mereka harus dihukum berat."
Yang lain menambahkan, "Kami harus meminta Anda membayar kembali apa pun yang telah Anda peroleh dari saya. Ini tidak tampak seperti perusahaan modern tetapi seperti pemilik budak." Yang ketiga mengunggah bahwa ada saat ketika beberapa perusahaan di Tiongkok biasa membayar gaji dalam bungkus rokok.
Bagaimana reaksi pihak berwenang?
Menurut SCMP, biro sumber daya manusia dan jaminan sosial setempat mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki kasus tersebut.
Seorang pengacara, Zhao Liangshan, dari Firma Hukum Shaanxi Hengda, mengatakan kepada Chinese Business View bahwa perusahaan tersebut telah melanggar hukum. Liangshan menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan, gaji pekerja harus dibayarkan setiap bulan secara tunai.
Media tersebut selanjutnya menjelaskan bahwa sesuai dengan Undang-Undang Kontrak di Tiongkok, setiap perubahan terkait jam kerja, gaji, atau masalah yang terkait dengan kepentingan pekerja harus didiskusikan secara menyeluruh dengan karyawan. Perubahan tersebut hanya akan diberlakukan setelah karyawan itu sendiri mengonfirmasinya.(hindustantimes)