sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Hiperbola China atas tarif impor barang AS

Kementerian Perdagangan China sebut Trump baru saja memulai perang dagang terbesar dalam sejarah ekonomi.

Mona Tobing
Mona Tobing Selasa, 10 Jul 2018 14:11 WIB
Hiperbola China atas tarif impor barang AS

Hubungan Amerika Serikat (AS) dan China kembali menghangat. Kedua negara kembali terlibat dalam kondisi perang dagang yang sengit usai China menaikkan tarif impor kedelai yang berasal dari AS. 

China berdalih, tarif tinggi impor kedelai sebagai akibat dari kebijakan Presiden AS Donald Trump. Bahkan Kementerian Perdagangan China menyebut bahwa Trump baru saja memulai perang dagang terbesar dalam sejarah ekonomi. 

Sayangnya, respons Pemerintah China tersebut mendapat olok-olok dari ekonom asal AS. Douglas Irwin, seorang profesor ekonomi di Dartmouth dan Chad Bown yakni peneliti ekonomi internasional menyebut klaim China tersebut terbilang berani. Sayangnya, tidak didukung oleh fakta. 

Bahkan penulis Clashing Over Commerce: A History of A.S. Trade Policy Irwin, seperti yang dikutip The Washington Post menyebut pernyataan China hiperbola. Bagi Irwin, depresi besar terjadi kalau perdagangan dunia turun 25% akibat kebijakan Trump tersebut. 

Persentase penurunan tersebut terjadi apabila adanya hambatan perdagangan. Nah, sepenilaian Irwin pihaknya belum melihat penurunan besar dalam perdagangan dunia seperti yang pernah terjadi di masa lalu. 

Asumsinya begini, apabila disebut akan mengalami kerusakan ekonomi yang parah, toh kata Irwin akan ada negara-negara baru yang bisa menjadi tumpuan dari perdagangan dengan cara mengalihkan pembelian dari AS ke negara lain. Lagi pula, tarif yang dikenakan Trump tidak diberlakukan secara global. 

Sejauh ini hanya ditetapkan untuk tarif baja dan alumunium dari sebagian negara besar. Sedangkan untuk penetapan tarif tinggi, hanya khusus untuk China. 

Sebenarnya, pemberlakuan tarif impor tinggi sudah pernah ditetapkan oleh Presiden Richard Nixon pada tahun 1971. Kala itu, Nixon menetapkan tarif 10% dari nilai total impor tapi kebijakan tarif tersebut hanya bertahan selama empat bulan. 

Sponsored

Soal kebijakan tarif impor Trump memang belum dapat diprediksi apakah bisa bertahan dalam jangka panjang atau justru kemungkinan bisa berubah di tengah jalan. 

Kedua negara sama-sama rugi

Di sisi lain, tarif baru yang diberlakukan China terhadap kedelai AS menandakan perubahan perdagangan besar pada harga kedelai. Kedelai memang telah menjadi komoditas pertanian utama yang diimpor dari AS. 

Sebab minyak bijinya digunakan untuk membuat minyak goreng dan pakan ternak yang menyumbang pendapatan hingga 60% ke sektor pertanian. Selama ini, nilainya mencapai US$ 30 miliar. Saat tarif impor diberlakukan dengan besaran 25%, maka akan memicu penurunan pengiriman dari Amerika. Meskipun demikian, kedelai Brasil siap mengisi kekosongan stok kedelai dunia. 

Sayangnya, tidak ada kepastian kebutuhan kedelai di China terpenuhi sekalipun mengalihkan kebutuhannya ke pasar Brasil. Sebab, Brasil tidak hanya mengekspor kedelai untuk memenuhi permintaan China saja, ada beberapa ke pasar lain. 

China dipastikan bakal kelabakan mencari stok kedelai dengan harga yang kompetitif di pasar. Brasil dan Vietnam juga belum tentu dapat memenuhi kebutuhan kedelai dengan kualitas yang sama. 

Bagaimana dengan AS? Salah satu produk terkenal yang mungkin terpengaruh karena adanya tarif impor adalah adalah iPhone Apple. Sebagaimana diketahui kalau iPhone Apple dirakit di China. 

Ketika iPhone tiba di AS dan dicatat sebagai impor dengan biaya pabrik sekitar US$ 240, dipastikan bakal makin mahal harganya.

Lalu kenapa Apple tidak bisa membuat iPhone di AS? Masalah utamanya adalah sisi manufaktur industri elektronik global dipindahkan ke Asia pada 1980-an dan 1990-an. Perusahaan seperti Apple harus menghadapi kenyataan ini.

Maka kesimpulannya, tidak banyak manfaat yang bisa diperoleh untuk ekonomi AS atau China. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid