PBB rilis daftar perusahaan terkait pemukiman ilegal, Israel murka
Pada Rabu (12/2), PBB menerbitkan laporan yang memuat daftar 112 perusahaan yang terlibat dalam kegiatan tertentu yang berkaitan dengan pemukiman Israel di wilayah Palestina yang diduduki. Laporan tersebut disambut baik Palestina, namun membuat murka para pemimpin Israel.
Butuh waktu lebih dari tiga tahun untuk menyelesaikan laporan tersebut setelah diamanatkan dalam resolusi 31/36 yang diadopsi oleh Dewan HAM PBB pada 24 Maret 2016.
Laporan ini dipuji oleh banyak kalangan sebagai langkah maju yang signifikan dalam upaya memastikan perusahaan-perusahaan besar menghormati hukum internasional.
Mayoritas dari 112 perusahaan itu berasal dari Israel, namun di urutan ke-106 terdapat Indorama Ventures P.C.L., di mana menurut Bloomberg, salah satu dewan direksinya adalah pengusaha asal Indonesia keturunan India Sri Prakash Lohia.
Indorama Ventures P.C.L. adalah salah satu produsen terkemuka dunia di industri petrokimia menengah dan juga produsen benang wol. Perusahaan berkantor pusat di Bangkok dan memulai operasinya pada 1994.
Nama-nama besar lainnya yang ada dalam daftar termasuk Airbnb Inc., Booking.com B.V., General Mills Israel Ltd, dan TripAdvisor Inc.
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM telah mengakui bahwa publikasi daftar tersebut akan memicu kontroversi.
"Saya menyadari isu ini telah dan akan terus menjadi sangat kontroversial. Namun, setelah proses peninjauan yang luas dan teliti kami puas bahwa laporan berbasis fakta ini mencerminkan pertimbangan serius yang telah diberikan kepada mandat yang belum pernah terjadi sebelumnya dan sangat kompleks," ungkap Michelle Bachelet dalam pernyataannya.
Bachelet menuturkan bahwa perusahaan dapat meminta untuk dikeluarkan dari daftar jika dapat membuktikan bahwa mereka tidak lagi memberikan dukungan kepada pemukiman Israel. Daftar tersebut akan diperbarui setiap tahun.
Respons Israel dan Palestina
Negara Yahudi memberi reaksi tegas atas laporan PBB. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bersumpah akan melakukan perlawanan.
"Siapa pun yang memboikot kita akan diboikot. Dewan HAM PBB adalah badan yang bias yang tidak berpengaruh," kata PM Netanyahu. "Saya sudah memerintahkan pemutusan hubungan dengan mereka. Bukan tanpa alasan bahwa pemerintah Amerika Serikat telah mengambil langkah yang sama."
Dia menambahkan, "Dalam beberapa tahun terakhir, kami telah mempromosikan ... tindakan tegas harus diambil terhadap siapa pun yang mencoba memboikot Israel. Karenanya badan ini (Dewan HAM) tidak penting. Alih-alih organisasi yang berurusan dengan HAM, mereka mencoba meremehkan Israel. Kami sangat menolak upaya hina ini."
Presiden Reuven Rivlin merespons laporan tersebut dengan membacakan nama-nama perusahaan Israel yang masuk dalam daftar dan mendorong rakyat untuk mendukung mereka.
"Saya bangga bahwa perusahaan-perusahaan Israel ini, patriot yang berkontribusi bagi masyarakat, ekonomi, dan perdamaian Israel ... Ketika bisnis Israel di bawah ancaman boikot, kita akan mendukung mereka," katanya dalam sebuah acara di kediaman resminya di Yerusalem.
Beberapa jam setelah publikasi daftar perusahaan yang melakukan bisnis di pemukiman Yahudi di Tepi Barat, Kementerian Luar Negeri Israel mengumumkan penangguhan hubungan dengan Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan HAM.
Tidak jelas apa implikasi praktis dari keputusan Israel tersebut. Komisioner Tinggi PBB untuk Urusan HAM memang memiliki perwakilan di Israel, tetapi mereka dilaporkan tidak menikmati hubungan kerja yang baik dengan diplomat Israel.
Menteri Luar Negeri Israel Katz menyebut Dewan HAM PBB bergabung dengan kampanye BDS lewat publikasi daftar tersebut.
BDS, singkatan dari Boycott, Divestment and Sanctions, merujuk pada kampanye yang menekan Israel dari segi ekonomi dan politik agar mau mematuhi tujuan dari gerakan ini, yaitu mengakhiri pendudukan dan kolonisasi terhadap tanah Palestina, kesetaraan hak warga Arab-Palestina di Israel, dan menghormati hak pulang pengungsi Palestina.
"Keputusan komisioner untuk terus mengejar sikap anti-Israel di Dewan HAM PBB adalah noda pada kantor Komisioner PBB dan HAM itu sendiri. Lewat pengumuman tersebut, komisioner telah menjadi mitra dan alat gerakan boikot, meski 'blacklist' tidak memiliki implikasi hukum yang nyata. Dewan HAM PBB terdiri dari negara-negara yang tidak tahu artinya HAM. Sejak pembentukannya, dewan tidak mengambil satu langkah berarti menuju pelestarian HAM, tetapi lebih berfungsi untuk melindungi beberapa rezim yang paling diskriminatif di dunia," ujar Menlu Katz.
Israel telah membangun lebih dari seratus pemukiman di wilayah yang direbutnya dalam Perang 1967. Di bawah hukum internasional, pemukiman di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, ilegal.
Laporan PBB mengidentifikasi serangkaian kegiatan bisnis yang dilakukan perusahaan-perusahaan yang dimaksud dalam kaitannya dengan pemukiman, termasuk memasok peralatan dan bahan yang digunakan dalam konstruksi perumahan, utilitas untuk mendukung infrastruktur dan peralatan pengawasan, serta penggunaan sumber daya alam, khususnya air dan tanah.
Kepada CNN, juru bicara General Mills Israel Ltd. mengakui bahwa perusahaan memiliki pabrik roti di Atarot. Sekitar setengah dari tenaga kerja adalah warga Palestina yang menurutnya menikmati manfaat sosial penuh.
PBB hingga saat ini belum menyerukan boikot atau sanksi berdasarkan laporan tersebut. Namun merespons laporan PBB, Human Rights Watch menegaskan, perusahaan-perusahaan harus diberitahu bahwa terlibat bisnis dengan pemukiman ilegal adalah sama dengan membantu kejahatan perang.
Otoritas Palestina mengatakan akan menargetkan perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya.
"Kami akan mengejar perusahaan-perusahaan yang tercantum dalam laporan secara legal lewat lembaga-lembaga hukum internasional dan melalui pengadilan di negara mereka atas peran mereka dalam melanggar HAM," ujar PM Palestina Mohammad Shtayyeh.
"Kami akan menuntut kompensasi atas penggunaan secara ilegal tanah kami yang diduduki dan untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi di tanah kami tanpa tunduk pada hukum Palestina dan membayar pajak."
Menteri Luar Negeri Palestina Riyad al-Maliki menyebut publikasi daftar tersebut sebagai kemenangan bagi hukum internasional.
Israel, AS, dan Inggris selama bertahun-tahun berusaha memblokir publikasi daftar itu. Sejumlah negara lain dilaporkan juga menentangnya. (CNN dan The Times of Israel)