sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Referendum dan asa kemandirian Barcelona

Katalunia tetap menggelar referendum pada Minggu 1 Oktober lalu, meski Pengadilan konstitusi (PK) Spanyol melarang jajak pendapat tersebut.

Minerva
Minerva Rabu, 11 Okt 2017 14:40 WIB
Referendum dan asa kemandirian Barcelona

BARCELONA. Ibu kota Catalonia ini dikenal sebagai kota terbuka, salah satu pusat ekonomi dan budaya dunia. Menjadi destinasi wisata utama para pemburu kultur dan arsitektur masa silam, sekaligus mereka yang penasaran menyaksikan langsung tata cara masyarakat metropolitan masa kini hidup dibalut tradisi.

Memiliki khasanah budaya yang istimewa, pemerintah Catalonia menyerukan semangat kebersamaan agar kearifan lokal tetap terjaga. Mereka berhasil.

Menurut analis, banyak warga Catalan bangga dengan identitas kebangsaan mereka. Semangat ini tumbuh menjadi bibit-bibit nasionalisme di “tingkat lokal”—mengingat Catalonia masih berstatus daerah otonomi Spanyol—sekaligus memupuk kerinduan akan kemerdekaan, meski asa disintegrasi awalnya disuarakan hanya segelintir pihak.

“Bagi generasi baru, asumsi Catalonia sebagai sebuah bangsa kini mendarah daging. Mereka sudah memelajarinya sejak di bangku sekolah,” ujar pengamat politik dan filsafat Josep Ramoneda kepada AFP.

“Dan bagi mereka, logikanya jalan. Sebuah bangsa harus memiliki negara,” kata dia menambahkan.

Pola pikir itu tertanam dalam di benak mahasiswa Central University Square di Barcelona. Mereka menerima informasi langsung tentang referendum kemerdekaan 1 Oktober 2017, tapi di-banned oleh Madrid.

Sama halnya dengan mahasiswa University of Barcelona. Menjaga meja dekat tiang bendera raksasa Estelada, yang berkibar di fasad kampus bergaya neo-gotik, mahasiswa siap membantu orang-orang tua yang ingin menggunakan hak pilih mereka.

Referendum ini dicap ilegal. Pengadilan Konstitusi Spanyol sudah menerbitkan surat perintah yang melarang aktivitas pemungutan suara dan sejenisnya. Situs-situs yang menampilkan iklan pemilihan umum di-shut down. Informasi pun semakin terbatas, hanya bisa ditemukan di portal-portal klandestin “kelas gerilyawan”.

Sponsored

Humbert Blanco, berbeda. Mahasiswa jurusan geografi berusia 19 tahun tersebut mengaku bangga menjadi cucu imigran dari daerah miskin di selatan, Andalusia itu. Warga daerah ini sejak satu abad lalu beramai-ramai hijrah ke Catalonia demi hidup lebih layak.

“Saya tidak akan ikut referendum,” kata Humbert, yang terbelah antara prinsip silang sang ayah dan ibu—ayahnya memilih netral, sementara sang ibu pro-kemerdekaan.

Berkaca dari kasus ini, menurut Humbert, hanya satu dari beragam ilustrasi nyata tentang dampak meresapnya “politik identitas” ke ranah privat, seperti keluarga. Barcelona adalah wilayah yang sangat kaya. Kekayaan inilah yang menjadi daya tarik bagi imigran dari selatan Spanyol, belahan utara Afrika, dan Amerika Latin.

Bersama dalam Kultur dan Dialek

Profesor Ilmu Politik Universitas Terbuka Barcelona, Gabriel Colome, mengatakan, warga Catalan, dari usia anak-anak hingga dewasa, didorong asa ini, belajar memahami bahwa perjuangan menuju “kemandirian” justru menyatukan masyarakat Catalonia yang majemuk, sekaligus mencegah perpecahan sosial.

Begitu pun dalam bahasa. Selain literatur berbahasa Spanyol, mata pelajaran di sekolah hampir seluruhnya diajarkan dalam bahasa Catalan. “Jelas sekali, bahasa sangat memengaruhi nation building Catalan,” ujarnya.

Sementara Colome menyebut andil besar televisi. Televisi regional yang didirikan pada 1983, selama bertahun-tahun menyuguhkan saluran yang fokus di bidang olahraga, budaya, informasi, dan anak-anak.

“Televisi menjadi alat sosialisasi politik dan budaya penting negeri ini,” kata Colome.

Bicara tentang budaya, profesor ilmu politik di Pompeu Fabra University, Barcelona, Ferran Requejo, menyatakan, tradisi castell alias menara manusia merupakan budaya khas Catalan. Event tahunan tersebut belakangan memang banyak disiarkan di televisi, dilombakan, bahkan “menular” ke wilayah lain di Spanyol. Namun, Requejo menegaskan, tradisi itu asli Catalan. Pendatang dari berbagai latar belakang turut meramaikan.

Serupa terjadi di dunia olahraga. “Barca juga faktor pemersatu. Tim penggocek kulit bundar ini bukan cuma dipuja warga Barcelona, tapi seluruh masyarakat Catalonia.”

Itu semua memang terdengar positif, terutama bagi warga Catalonia. Namun, di mata pengamat yang menentang rencana Catalonia berpisah dari Spanyol, Albert Boadella, “agen nasionalis” Catalan sedang mengambil keuntungan, mendoktrinasi siswa sekolah dan mendominasi media.

Bagaimanapun, mereka tetap tidak bisa mengabaikan aspirasi 70 persen warga Catalan yang menginginkan referendum. Sebuah keputusan yang ditentang keras pemerintah pusat (Spanyol) dan raja.

Jalur Hukum

Pengadilan konstitusi (PK) Spanyol telah mengambil langkah dan sederet kebijakan untuk mencegah pemerintah daerah Catalan, secara sepihak, mendeklarasikan kemerdekaan. PK menunda rapat parlemen daerah, meski referendum tetap digelar, Minggu (1/10) lalu.

Pada Kamis (5/10), PK merestui permintaan Partai Sosialis Catalan, yang menentang disintegrasi, agar rapat parlemen diundur, Senin (10/10) kemarin. Dengan ini, deklarasi kemerdekaan dalam bentuk apa pun akan dinilai melanggar hak-hak perwakilan tetap partai tertentu di parlemen.

Jika para pemimpin parlemen berkeras dengan keputusan mereka dan mengabaikan perintah pengadilan, mereka terancam diperkarakan.

Ketua Parlemen Catalonia, Carme Forcadell, mengatakan rapat pada Senin belum diputuskan secra resmi. Namun, keputusan pengadilan “menunda” rapat itu dinilai mencederai kebebasan berekspresi dan hak-hak anggota parlemen. “Ini sekaligus bukti bahwa pengadilan sengaja dimanfaatkan untuk menyelesaikan persoalan politik,” kata dia.

Dalam pidato di televisi, tengah pekan lalu, Presiden Catalan Carles Puigdemont kembali menyeru mediasi dan dialog dengan pemerintah pusat. Sebaliknya, ia menekankan, parlemenlah yang akan memutuskan hasil referendum akan dibawa ke mana.

Perdana Menteri Spanyol Mariano Rajoy, di sisi lain, mengungkapkan, polemik “referendum dan deklarasi kemerdekaan” hanya akan memperburuk situasi, sekaligus memicu ketegangan.

Berita Lainnya
×
tekid