close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi. foto ist
icon caption
Ilustrasi. foto ist
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 02 Juli 2021 08:07

Ilmuan Jerman mulai memikirkan kripik ubur-ubur

Ilmuan Jerman mulai mencari alternatif makanan untuk menghadapi ancaman krisis pangan. Ubur-ubur akhirnya dilirik.
swipe

Bagi masyarakat Eropa, ubur-ubur hanya dikenal sebagai binatang beracun. Tetapi mungkin beberapa waktu kedepan, status hewan laut ini akan naik derajat, menjadi salah satu menu makanan favorit. 

Berbeda dengan di Asia. Ubur-ubur sudah lama jadi makanan. Dibikin jadi salad, tumisan atau rujak, Ilmuwan Jerman baru kepikiran membuat ubur-ubur jadi kripik. Hewan laut ini terbukti kaya akan kandungan protein dan mineral. 

Seperti dikutip Ananova, para peneliti dari Leibniz Centre for Tropical Marine Research (ZMT) di kota Bremen di Jerman telah menyelidiki sumber makanan laut yang jarang digunakan ini dan kemungkinan memasukkannya ke dalam makanan sehari-hari masyarakat.

Menurut para ilmuwan ZMT, sumber daya seperti tanah yang subur, air tawar dan pupuk mineral menjadi semakin langka karena populasi berkembang pesat dan diperkirakan akan mencapai 10 miliar pada tahun 2050.

Karena masalah ini menimbulkan tantangan besar bagi ketahanan pangan global, tim ZMT menempatkan fokus mereka pada sumber daya lain yang lebih berkelanjutan seperti ubur-ubur yang dikenal menyebabkan rasa sakit yang tidak menyenangkan dan bahkan dikenal sebagai hewan beracun di seluruh dunia.

Ahli biologi kelautan Holger Kuhnhold mengatakan bahwa ubur-ubur adalah salah satu makhluk hidup tertua di Bumi. “Ubur-ubur terdiri dari sekitar 97 persen air, tetapi bahan keringnya memiliki profil nutrisi menarik yang mirip dengan makanan laut lainnya," kata dia.

Menurutnya, ubur-ubur rendah lemak dan terutama terdiri dari protein, beberapa di antaranya memiliki proporsi asam amino esensial yang tinggi. Mereka juga mengandung banyak mineral dan asam lemak tak jenuh ganda.

Kuhnhold juga menjelaskan bahwa ketika datang ke laut, orang memenuhi kebutuhan protein mereka sebagian besar dengan mengonsumsi ikan predator besar seperti salmon atau tuna.

"Sayangnya ini tidak berkelanjutan sama sekali. Hanya dalam masakan Asia kita sering menemukan ubur-ubur yang kebanyakan digunakan dalam sup atau salad. Bagi orang Eropa, mereka [ubur-ubur] bisa menjadi menarik sebagai makanan super rendah kalori dalam bentuk keripik atau bubuk protein,” ungkapnya.

Kuhnhold bekerja untuk menentukan nilai gizi berbagai jenis ubur-ubur dan menangani tantangan teknis pemuliaan mereka dalam akuakultur.

Ia menaruh harapan besar terhadap ubur-ubur bakau (Cassiopeia andromeda) yang dapat dibudidayakan di lingkungan perkotaan dengan menggunakan teknologi LED modern.

Selain itu, ZMT juga sedang menyelidiki sumber protein lain dari lautan seperti teripang di mana terdapat 1.700 spesies yang berpotensi digunakan di masa depan.

Para peneliti dari tim ZMT juga menyelidiki ganggang hijau yang bahasa sehari-hari dikenal sebagai anggur laut atau kaviar hijau dalam bahasa Inggris.

Menurut para ilmuwan, terlepas dari komposisi nutrisinya yang berharga, ganggang juga dapat digunakan sebagai pendaur ulang limbah untuk akuakultur terintegrasi karena kemampuannya untuk memberi makan dengan nutrisi terlarut.

img
Fitra Iskandar
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan