sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Industri seni tiarap dan menanti uluran tangan pemerintah

"Jika tidak ada event, sekarang tiarap dulu."

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Jumat, 24 Apr 2020 20:07 WIB
Industri seni tiarap dan menanti uluran tangan pemerintah

Pandemi Covid-19 memukul aktivitas ekonomi akibat kebijakan penerapan karantina wilayah. Industri seni pun tak luput dari dampak penyebaran virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China itu. 

Corona mengakibatkan sejumlah produksi film ditunda. Pun demikian dengan sederet konser, pementasan teater, dan pameran seni yang ditunda, bahkan dibatalkan. Pekerja kreatif terpaksa menelan kerugian lantaran pembatalan. 

David Ananda, CEO Full Color Entertainment, mengungkapkan pandemi Covid-19 mengempiskan pemasukannya sebagai salah satu promotor event konser musik. Selama ini, kata David, penjualan tiket dan dukungan sponsor untuk setiap penyelenggaraan konser menjadi sumber pemasukan utama. Namun, sejak terjadi pandemi Covid-19, otomatis melumpuhkan usaha mereka.

“Sumber pendapatan kita hanya dari penjualan tiket dan sponsor. Jika tidak ada event, sekarang tiarap dulu. Benar-benar zero income,” ucap David melalui pesan WhatsApp, Sabtu pekan lalu (18/4).

Full Color Entertainment adalah salah satu promotor yang rutin menggelar pertunjukan musik dengan musisi dari luar negeri, seperti Charlie Puth, Boyzone, Boyzlife, dan Westlife. Salah satu pertunjukan yang batal diadakan ialah Private Show dengan Loren Allred dari The Greatest Showman, yang dijadwalkan pada 14 dan 15 Maret lalu.

Akibat pembatalan itu, David mengatakan pihaknya merugi dalam jumlah besar. Beberapa pos pengeluaran itu antara lain mencakup biaya pemesanan lokasi acara, biaya produksi acara, juga akomodasi bagi artis yang meliputi pemesanan hotel dan visa kerja.

“Makin dekat waktu pembatalannya dengan hari penyelenggaraan konser, makin banyak kerugiannya. Karena ada pembatasan izin keramaian dari Polda Metro Jaya, kami tidak bisa melaksanakan show,” ujarnya

Pekerja menyelesaikan pembangunan panggung musik di Lapangan Banteng, Jakarta, Jumat (6/3/2020). Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) DKI Jakarta secara resmi menghentikan sementara layanan perizinan dan non perizinan secara manual dan elektronik terkait peningkatan kewaspadaan terhadap resiko penularan infeksi Covid-19, seperti izin penyelenggaraan kegiatan keolahragaan dan kepemudaan serta tanda daftar pertunjukan temporer. FotoAntara/Muhammad Adimaja/aww.

Sponsored

Menanti bantuan pemerintah

Agar dapur tetap mengepul, pekerja seni harus memutar otak. Salah satu caranya dengan mamanfaatkan teknologi. David mengatakan, pihaknya tengah menyusun upaya menggelar sesi konser musik duet secara daring dengan sejumlah musisi luar negeri.

“Kami, Full Color, ingin bisa memberikan hiburan bagi penonton yang bosan di rumah dan bagi pekerja medis yang berjuang di garda terdepan. Kami sedang membicarakan dengan Calum Scott untuk mengadakan sesi duet secara daring untuk menghibur banyak orang yang sedang kesusahan pada masa corona ini,” kata David.

Penasihat Federasi Serikat Musik Indonesia (FESMI) Anang Hermansyah mengakui sebagian besar pekerja seni pertunjukan menjadi terancam tak mendapat pemasukan rutin.  Melalui wawancara dengan reporter Alinea.id, Anang mengharapkan pemerintah memperhatikan kebutuhan pekerja seni yang terdampak Covid-19.

“Semua kegiatan seni yang mengumpulkan banyak orang jelas terdampak, baik bagi seniman musik, teater, ataupun tari,” kata Anang, yang dihubungi Selasa dua pekan lalu (7/4).

Sejak awal April lalu, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan membuka pendaftaran daring Pelindungan Seni Pekerja Seni (PSPS). Pendaftaran dilakukan untuk pendataan guna penyaluran bantuan ekonomi bagi pekerja seni yang memenuhi dua atau lebih kriteria, antara lain berpenghasilan di bawah Rp10 juta, tidak punya pekerjaan lain selain di bidang seni, dan belum berkeluarga.

“Tolong segera bantuan yang telah diniatkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki perlakuan yang jelas. Jangan sampai sementara PSBB (pembatasan sosial berskala besar) ini berjalan, lalu kita memasuki Ramadan, tetapi bantuan belum mengalir,” katanya.

Khusus untuk pendataan industri musik, menurut Anang, pemerintah bisa memanfaatkan platform big data musik yang dinamakan Portamento. Penerapan Portamento disebut akan memudahkan pengelolaan basis data karya musisi, yang juga meliputi data pencipta musik dan lirik, rekening bank, nomor wajib pajak, dan data lain yang berkaitan dengan musik. Semestinya, kata dia, pemerintah bisa mengembangkan pemanfaatan Portamento untuk membantu musisi yang terdampak pandemi.

“Big data pekerja seni berupa Portamento itu usulnya sudah disetujui oleh tim saya di Komisi X DPR RI periode lalu. Portamento ini mencakup data seniman dan pekerja seni pertunjukan. Koneksi data dalam Portamento ini kan sampai ke Dukcapil (Kependudukan dan Pencatatan Sipil),” ucapnya.

Selain itu, Anang berpendapat program pendataan pekerja seni yang diadakan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud perlu didukung fasilitas sarana pertunjukan secara daring. Sebab, dia menilai, penampilan musik secara live streaming atau menggunggah konten musik di Youtube menjadi satu-satunya pilihan di tengah pandemi.

Dia juga mengusulkan pemerintah bernegosiasi dengan pihak Youtube terkait monetisasi sebagian akun Youtube milik musisi. Begitu pula bagi musisi yang belum memiliki akun, Anang mengharapkan agar dapat difasilitasi bentuk pertunjukannya secara berbayar, misalnya bekerja sama dengan perusahaan e-commerce sebagai penyedia transaksi digital.

 

Berita Lainnya
×
tekid