sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Long COVID: Gejala Covid-19 masih ada sampai dua tahun setelah terinfeksi

Studi yang dilakukan terhadap lebih dari 1 juta orang dari delapan negara ini mengatakan ada beberapa risiko bagi orang dewasa.

Priscilla Violetta Prawira Putri
Priscilla Violetta Prawira Putri Minggu, 21 Agst 2022 08:06 WIB
Long COVID: Gejala Covid-19 masih ada sampai dua tahun setelah terinfeksi

Meski sudah dinyatakan sembuh, penyintas Covid-19 masih dapat merasakan gejala penyakitnya dalam jangka waktu yang lama. Kondisi ini banyak dikenal dengan istilah Long Covid. Studi baru yang dipublikasi oleh The Lancet Psychiatry menemukan bahwa Long Covid bisa bertahan sampai dua tahun setelah penyintas pertama terinfeksi.

Studi yang dilakukan terhadap lebih dari 1 juta orang dari delapan negara ini mengatakan ada beberapa risiko bagi orang dewasa yang telah sembuh dari Covid-19. Beberapa di antaranya merupakan penyakit kejang, kabut otak, demensia, hingga beberapa penyakit mental. Paul Harrison, salah satu penulis studi sekaligus profesor psikiatri di Universitas Oxford, mengatakan penemuan ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan.  “Ini bukanlah hal yang 10 atau 100 kali lebih umum. Rasio terburuk untuk terdampak hanya dua atau tiga orang,” ungkapnya.

Bagi anak-anak penyintas COVID-19, ada risiko terkena kejang atau epilepsi, ensefalitis atau radang otak, hingga penyakit saraf yang dapat menyerang tangan atau kaki. Selain itu, ada risiko kecil munculnya gangguan mental seperti skizofrenia. Hasil studi ini sejalan dengan pengalaman Dr. Aaron Friedberg, seorang profesor yang bekerja dalam program penyembuhan pasca Covid-19 bernama Post-Covid Recovery Program. Friedberg mengaku melihat pasien yang terpapar dua tahun lalu masih memiliki gejala serius seperti kesulitan bernapas dan berpikir.

Studi yang menggunakan data kesehatan milik TriNetX ini membandingkan 1,25 juta pasien yang terinfeksi Covid-19 dua tahun lalu dengan 1,25 juta orang yang terinfeksi penyakit pernapasan lain. “Kami membandingkan kedua kelompok pasien ini dengan mempertimbangkan 14 penyakit neurologis serta psikiatris yang dialami dalam dua tahun setelah terinfeksi,” ungkap Maxime Taquet, salah satu penulis studi yang bekerja di National Institute for Health and Care Research’s Biomedical Research Centre, Inggris. Beberapa kondisi yang dipertimbangkan meliputi gangguan kecemasan, gangguan suasana hati, psikosis, insomnia, kabut otak, demensia, epilepsi atau kejang, ensefalitis atau radang otak, pendarahan intrakranial, stroke, penyakit Parkinson, sindrom Guillain-Barré, beberapa kelainan saraf, serta kelainan neuromuskular dan muskular.

Sponsored

Studi menunjukkan bahwa pasien Covid-19 memiliki risiko lebih tinggi terkena penyakit-penyakit di atas dibandingkan dengan pasien infeksi pernapasan lain. Orang dewasa di atas 65 tahun memiliki risiko 1.2% lebih tinggi untuk terkena demensia. Sedangkan, 260 dari 10 ribu anak yang terjangkit Covid-19 mengalami epilepsi. Jumlah ini dua kali lipat dibandingkan dengan 130 dari 10 ribu anak yang terinfeksi penyakit pernapasan lain.

Meski risiko beberapa penyakit seperti gangguan kecemasan dapat menghilang dalam waktu dua hingga tiga bulan setelah terinfeksi, hasil studi ini masih sangat mengkhawatirkan. Khususnya, Friedberg mengkhawatirkan dampaknya bagi anak-anak di masa depan. (CNN)

Berita Lainnya
×
tekid