sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Seberapa besar risiko lonjakan kasus Covid-19?

Di beberapa negara, termasuk Indonesia, kasus Covid-19 meningkat. Apa penyebabnya?

Rizky Fadilah
Rizky Fadilah Kamis, 14 Des 2023 15:10 WIB
Seberapa besar risiko lonjakan kasus Covid-19?

Negara-negara tetangga kita, yakni Malaysia, Singapura, dan Filipina mengalami lonjakan kasus Covid-19. Pada Senin (4/12), pemerintah Malaysia melaporkan, kenaikan 57% kasus Covid-19 di Negeri Jiran. Dikutip dari The Star, sebanyak 12.757 kasus Covid-19 terkonfirmasi selama 3-9 Desember 2023. Jumlah itu meningkat dibandingkan minggu sebelumnya, yakni 6.796 kasus.

Di Filipina, dikutip dari Philippines Star, departemen kesehatan setempat melaporkan penambahan 1.821 kasus Covid-19 pada 5-11 Desember 2023, melampaui jumlah minggu sebelumnya. Hingga Senin (11/12) terkonfirmasi 3.876 kasus Covid-19 di Filipina. Ada 13 kematian dalam seminggu terakhir.

Di Singapura, dilansir dari Channel News Asia, Jumat (8/12) Kementerian Kesehatan negara itu melaporkan kasus Covid-19 meningkat. Pada 26 November-2 Desember lalu, jumlah infeksi naik menjadi 32.035 kasus, dibandingkan minggu sebelumnya, yakni 22.094 kasus.

Di Indonesia, kasus Covid-19 pun naik. Namun, menurut Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, kenaikan kasus saat ini tak seperti lonjakan ketika pandemi lalu.

“Memang kemarin (beberapa hari lalu) ada 238 kasus yang dilaporkan, yang sebelum-sebelumnya per hari itu bisa 122-150 (kasus),” ujar Siti kepada Alinea.id, Rabu (13/12).

“Kalau kita lihat, ini memang ada peningkatan, yang sebelumnya hanya 30-50 (kasus) per minggu.”

Merujuk data dari situs web Infeksi Emerging Kemenkes, sepanjang November 2023 di Indonesia ada penambahan antara tujuh hingga 40 kasus Covid-19 per hari. Awal Desember 2023, angkanya di kisaran 100-an kasus per hari.

Dijelaskan Siti, penyebab kenaikan kasus Covid-19 karena ada subvarian baru, seperti XBB 1.5, EG.5, dan EG.2. “Ada beberapa subvarian, yang tadinya variant under monitoring menjadi variant interest, jadi dia (kasus Covid-19) naik,” ujar Siti.

Sponsored

“Kita melihat, kecepatan penularannya di banyak negara lain juga sama.”

Kenaikan kasus, sebut Siti, merupakan keniscayaan jika ada subvarian baru yang bermutasi. “Karena banyak juga mutasi dari (Covid-19 varian) Omicron, seperti BA.2 dan BA.4. Tapi mungkin tidak meningkatkan kasus seperti yang terjadi di banyak negara seperti saat ini,” tutur dia.

Selain itu, Siti menyebut, ada banyak faktor juga yang kemungkinan mengakibatkan kenaikan kasus Covid-19 secara signifikan. Misalnya, saat ini sedang pancaroba—peralihan musim. Akhirnya, banyak orang yang mengeluh sakit flu, sehingga banyak pula yang melakukan tes.

“Otomatis kalau jumlah tes bertambah kita jadi bisa mendeteksi lebih banyak orang,” ucap Siti.

Namun, Siti mengimbau untuk tak khawatir. Sebab, peningkatan kasus saat ini tak seperti pada saat pandemi lalu.

“Kalau pandemi itu per hari bisa lebih dari 50.000 bahkan sampai 500.000 kasus.”

Sebagai informasi, sejak Juni 2023, status pandemi beralih ke endemi. Lalu, terbit Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 23 Tahun 2023 tentang Pedoman Penanggulangan Covid-19, sebagai tindak lanjut adanya Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Penetapan Berakhirnya Status Pandemi Covid-19 di Indonesia.

Dengan berakhirnya status pandemi dan terbitnya Permenkes 23/2023, menurut Siti, sekarang tanggung jawab menjaga kesehatan, termasuk mencegah tertular Covid-19 ada pada individu masing-masing.

“Tapi yang pasti, kalau kita ada gejala, ya seperti proses orang sakit biasa aja. Sakit lalu melakukan tes, kemudian melakukan tindakan pengobatan,” ujarnya.

“Tentunya yang menjadi penting juga adalah tes Covid-19 sekarang sudah bisa dilakukan secara mandiri, jadi sudah ada mekanismenya.”

Sementara itu, pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono menerangkan, di samping karena ada varian baru Covid-19, kenaikan kasus disebabkan pula lantaran meningkatnya kegiatan masyarakat. Di sisi lain, kata Pandu, fenomena kenaikan kasus disebabkan juga karena fenomena peningkatan penyakit flu.

Bagi Pandu, kenaikan kasus Covid-19 dengan risiko kematian tak akan parah. Soalnya, imunitas masyarakat sudah kuat. “Dulu kan kematiannya tinggi karena tidak imun,” kata Pandu, Rabu (13/12).

“Kecuali ada mutasi (virus) baru yang membuat imunitas kita tidak mengenal virus itu.”

Meski begitu, Pandu percaya, sistem tubuh kita masih bisa mengenali virus yang masuk. Sebab, masyarakat sudah menerima vaksin booster yang terbuat dari virus yang diaktivasi, bukan hanya bagian virus.

“Alhamdulillah, kita divaksinasi awalnya dengan virus utuh yang dilemahkan,” tutur dia. “Jadi tubuh kita masih bisa mengenali, walaupun mereka (virus) berubah.”

Di awal program vaksinasi pada Januari 2021, Indonesia menggunakan vaksin Sinovac. Vaksin ini mengandung virus yang sudah dilemahkan.

Akan tetapi, bukan berarti tak ada kematian dengan lonjakan kasus Covid-19 belakangan ini. Tercatat, ada dua kematian akibat Covid-19 pada Desember 2023 di Jakarta. Terdiri dari perempuan berusia 81 tahun dengan komorbid hipertensi, serta perempuan berusia 91 tahun dengan komorbid stroke dan gagal jantung.

Menurut Pandu, kematian dua pasien itu disebabkan karena penyakit komorbid, bukan lantaran Covid-19. Ia menyebut, tak perlu mengambil kebijakan seperti dahulu, semisal pembatasan sosial, untuk mengatasi kenaikan kasus.

“Jangan buat panik masyarakat karena masyarakat sudah hampir 100% punya imunitas,” ucap Pandu.

Hanya saja, ia menyarankan, jika sakit sebaiknya istirahat di rumah dan jangan bepergian agar tak menularkan kepada orang lain. Lalu, ia mengatakan, diperlukan vaksinasi booster lagi bagi tenaga kesehatan, lansia, dan orang-orang yang memiliki komorbid.

“Dan juga jaga kesehatan. Penuhi kebutuhan nutrisi dan sebagainya, menggunakan masker jika sedang sakit,” tutur dia.

Berita Lainnya
×
tekid