sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tangkal radikalisme, orang tua perlu edukasi anak agar bijak berinternet

Sebanyak 47,3% perilaku terorisme dilakukan anak muda, pelajar, dan mahasiswa.

Immanuel Christian
Immanuel Christian Sabtu, 06 Agst 2022 19:10 WIB
Tangkal radikalisme, orang tua perlu edukasi anak agar bijak berinternet

adikalisme kini sangat erat kaitannya dengan konsep ekstremisme dan terorisme.

Orang tua didorong mengedukasi anak-anaknya sejak dini agar bijak dalam memanfaatkan internet sehingga terhindar dari paham radikalisme. Pangkalnya, gencarnya penggunaan media sosial memicu timbulnya paham ekstremisme, di mana sebagian besar pelakunya adalah kalangan anak muda.

Dosen UIN Antasari Banjarmasin sekaligus Ketua Titik Fokus, Karya Muhammad Ridha, mengatakan, orang radikal akan menganggap dirinya benar dan yang lainnya salah. Krisis identitas menjadi salah satu faktor munculnya sikap radikalisme. 

"Salah satu faktor mengapa radikalisme melebar luas di media sosial Indonesia yaitu karena konten-konten naratif yang sifatnya moderat itu sifatnya kurang dan kalah bersaing," ucapnya dalam keterangannya, Sabtu (6/8).

Menurutnya, ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk melawan radikalisme di ruang virtual. Misalnya, aktif mempromosikan kearifan lokal dan nilai Pancasila serta memproduksi dan menyebarkan konten/narasi moderat yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan.

Instruktur Edukasi 4ID, Tanzela Azizi, menambahkan, radikalisme dapat memengaruhi kondisi sosial politik suatu negara. Alasannya, radikalisme sangat erat kaitannya dengan konsep ekstremisme dan terorisme.

Dia menerangkan, sebanyak 47,3% perilaku terorisme dilakukan anak muda, pelajar, dan mahasiswa. Ini menunjukkan usia remaja, yang masih mencari akan jati diri, membutuhkan pengakuan dan perhatian.

"Pencegahan radikalisme dapat dilakukan dari pemahaman keluarga, seperti memberikan pendidikan agama terbaik agar anak-anak. Kita tahu harus seperti apa hal yang baik dan yang tidak baik," tuturnya.

Sponsored

Sementara itu, Manager Program DCG Indonesia dan Pengawas Perkumpulan Auditor Internal RS Indonesia, Anandito Birowo, menyampaikan, adanya perbedaan kultural menyebabkan munculnya standar baru etika sehingga memicu urgensi pemahaman etika digital saat beraktivitas digital.

Katanya, jejak digital dapat membawa sial karena jejak digital bisa menjadi "bom ranjau" yang tertanam di dalam jejak penggunaanya dan kemungkinan berisiko "meledak" suatu saat jika ada pihak-pihak tertentu yang mengincar pemiliknya sebagai target.

"Radikalisme ada dua, yakni radikalisme positif dan negatif. Nah, seringkali kita mengasosiasikan radikalisme menjadi suatu hal yang negatif. Radikalisme negatif berkaitan erat dengan terorisme. Radikalisme negatif selalu berdampingan dengan yang namanya hate speech atau ujaran kebencian," urainya. 

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi mendorong orang tua agar mengedukasi anaknya sejak dini dalam memanfaatkan internet.

Melalui gerakan tersebut, Kominfo berharap dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif. Selain itu, menciptakan komunitas cerdas dan membantu mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang unggul.

Kominfo bersama GNLD Siberkreasi juga terus menjalankan Program Indonesia Makin Cakap Digital melalui kegiatan-kegiatan literasi digital yang disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Untuk mengikuti kegiatan yang ada, masyarakat dapat mengakses info.literasidigital.id atau media sosial @Kemenkominfo dan @Siberkreasi.

Berita Lainnya
×
tekid