Saat suku betawi memeluk tiga agama berbeda di Kampung Sawah
Kampung Sawah di Bekasi, Jawa Barat, menjadi potret harmoni antara umat kristen, katolik, dan islam yang hidup berdampingan.
Kampung Sawah di Bekasi, Jawa Barat, menjadi potret harmoni antara umat kristen, katolik, dan islam yang hidup berdampingan.
Masyarakat Kampung Sawah mengaku sebagai suku betawi. Namun, di kampung ini, terdapat tiga umat beragama dengan potret tempat ibadah yang saling berdampingan.
Awalnya, masyarakat Kampung Sawah beragama islam. Namun, pada abad ke-19, warga Kampung Sawah dibaptis oleh oleh Zending dari Belanda, memang saat itu masa penjajahan Belanda.
Komunitas umat kristen akhirnya terbentuk di Kampung Sawah sejak 1816. Umat kristen Kampung Sawah mulai membangun Gereja Kristen Pasundan (GKP) pada 1874.
Tak lama berselang, misionaris dari Belanda pula yang melakukan pembaptisan katolik kepada 18 masyarakat Kampung Sawah. Kemudian, komunitas umat katolik di kampung ini berdiri sejak 6 Oktober 1896.
Dari 18 orang itulah cikal bakal orang katolik di Kampung Sawah, yang sekarang jumlahnya saat ini hampir 11.000 orang. Kini, umat katolik di Kampung Sawah dilayani di Gereja Santo Servatius.
Saat Kampung Sawah dikenal sebagai kampung umat nasrani, Kiai Rachmadin kemudian masuk untuk mendirikan Pondok Pesantren Fisabilillah pada 1977. Kala itu, Kiai Rachmidin ingin membuka lembaga pendidikan bagi umat muslim.
Masyarakat Kampung Sawah menerima dengan tangan terbuka lantaran belum ada satu pun sekolah yang berdiri di sana. Kini, Masjid Jauhar Yasfi berdiri megah di antara gereja kristen dan katolik.
Bagi masyarakat Kampung Sawah, implementasi saling menghormati dan menghargai perbedaan agama seperti falsafah Pancasila, sudah dilakukan jauh sebelum para pendiri bangsa melahirkan dasar negara. Bahkan, saling mengucapkan selamat saat hari raya, baik itu Lebaran, Natal, maupun Tahun Baru, sudah menjadi budaya seiring pertalian darah di antara masyarakat Kampung Sawah.