sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id
M Rahmat Yananda

Bersekutu dengan ilmuwan lawan Covid-19

M Rahmat Yananda Kamis, 16 Apr 2020 09:51 WIB

Berperang melawan pandemi, Presiden Jokowi harus menghindar jauh-jauh dari kebijakan populis, yang mendorong optimisme palsu. Alih-alih fokus ke melawan coronavirus, presiden malah dapat terjebak untuk lebih berfokus kepasa emosi publik. Untuk tetap fokus kepada masalah, presiden membutuhkan dua sekutu utama  dalam bertempur melawan pandemi, yaitu tenaga kesehatan dan ilmuwan. 

Jika tenaga kesehatan bertempur di medan perang, maka ilmuwan merencanakan strategi perang. Kehadiran ilmuwan dibutuhkan untuk merancang strategi khusus melawan Covid-19 sebagai musuh bersama yang memiliki kemampuan bertumbuh cepat (eksponensial) yang tidak tidak kasat mata. Jadi presiden Jokowi dan tim harus bersekutu dengan ilmuwan memanfaatkan kebijakan berbasis bukti (evidence-based policy). Kebijakan berbasis bukti telah lama digunakan untuk merancang strategi yang tepat melawan pandemi (epidemi) dan beberapa strategi tersebut telah menjadi best practice

Best practice

Singapura menemukan pandemi Covid-19 memiliki gejala yang mirip dengan wabah SARS yang menimpa negeri tersebut di 2003. Gejala yang mirip sebagai berikut: pertama, perkembangan klinis penyakit tampak serupa dengan SARS di mana pasien mengalami pneumonia sekitar akhir minggu pertama hingga awal minggu kedua. Kedua, infeksi simtomatik pada anak-anak jarang terjadi dan pada tiga kasus yang dikonfirmasi masih sangat muda (usia 6 bulan, 1 tahun, dan 2 tahun), gejalanya sangat ringan. Gejala SARS mirip dengan yang terjadi di China baru-baru ini. Bedanya, infeksi Covid-19 memiliki spektrum tingkat keparahan yang lebih luas, mulai dari tanpa gejala hingga gejala ringan hingga penyakit parah yang memerlukan ventilasi mekanis.

Belajar dari pengalaman menghadapi SARS, Singapura berhasil menerapkan standar tinggi dalam perang melawan Covid-19. Beberapa tindakan tersebut dianggap sebagai best practice, antara lain melakukan (1) pemetaan rute transmisi Covid-19, (2) diagnosa cepat dan handal, (3) penetapan kriteria klinis untuk klasifikasi pasien, (4) perawatan klinis yang lebih tepat, (5) komunikasi pro aktif di media sosial, (6) dukungan kepada petugas kesehatan, dan (7) pengembangan vaksin (Wong dkk., 2020 JAMA;  Navarro, 28/02/2020 www.asianscientist.com). 

Koo, Cook dkk. (23/03/2020, The Lancet Infectious Diseases) mengadaptasi model simulasi epidemi influenza untuk memperkirakan kemungkinan penularan dari manusia ke manusia SARS-CoV-2 di Singapura yang disimulasikan dengan populasi. Mereka memperkirakan jumlah kumulatif infeksi SARS-CoV-2 setelah 80 hari terdeteksi 100 kasus penularan komunitas berdasarkan beberapa skenario. Pemodelan tersebut pertama kali dilakukan dengan asumsi tidak ada intervensi (skenario baseline), dan kemudian menilai efek dari empat skenario intervensi yang dibandingkan dengan skenario baseline tentang ukuran dan perkembangan wabah dari reproduksi dasar. Skenario tersebut adalah isolasi untuk individu yang terinfeksi dan karantina anggota keluarga (selanjutnya disebut karantina); karantina plus penutupan sekolah; karantina plus jarak kerja; dan karantina, penutupan sekolah, dan penjarakkan di tempat kerja (selanjutnya disebut sebagai intervensi gabungan). 

Pemodelan Koo, Cook dkk. tersebut dapat diinterpretasikan sebagai pelaksanaan intervensi gabungan mengkarantina individu yang terinfeksi dan anggota keluarga, jaga jarak di lingkungan kerja, dan penutupan sekolah begitu transmisi komunitas terdeteksi yang secara substansial mengurangi jumlah infeksi SARS-CoV-2. Mereka merekomendasikan penerapan strategi tersebut jika transmisi sekunder lokal terkonfirmasi di Singapura. Karantina dan jaga jarak di lingkungan kerja harus diprioritaskan daripada penutupan sekolah di tahap awal.

Anak-anak simptomatik memiliki tingkat penarikan lebih tinggi dari sekolah daripada orang dewasa yang simptomatik ditarik dari pekerjaan. Pada proporsi asimptomatik yang lebih tinggi, keefektifan intervensi mungkin berkurang secara substansial yang memerlukan kebutuhan manajemen dan perawatan kasus yang efektif, dan tindakan pencegahan seperti vaksin.

Sponsored

Niehus dkk.(01/04/2020, The Lancet Infectious Diseases) menggunakan pemodelan Bayesian sebagai pendekatan memperkirakan kapasitas relatif deteksi atas kasus-kasus impor Covid-19 dari 194 lokasi, kecuali dari China, dibandingkan dengan yang ada di Singapura. Mereka mambangun model matematika sederhana titik prevalensi pendatang dari episentrum relatif dengan penduduk. Mereka mencari kesetimbangan kemampuan global untuk mendeteksi kasus impor dari Wuhan yang dibandingkan dengan kemampuan deteksi Singapura di mana kasus impor dan yang dilaporkan dapat dideteksi apabila semua lokasi memiliki kemampuan deteksi setara dengan Singapura.

Interpretasi atas pemodelan tersebut adalah perkiraan jumlah kasus di Wuhan didasarkan pada asumsi deteksi 100% pada pendatang yang ternyata telah diremehkan oleh beberapa pihak. Selain itu, perkiraan tingkat permasalahan akan meningkat beberapa kali lipat karena mereka juga bergantung pada estimasi jumlah kasus. Model tersebut mendukung bukti bahwa Covid-19 telah tersebar di sebagian besar lokasi di seluruh dunia. Potensi risiko terbesar di lokasi dengan kapasitas deteksi rendah dan yang memiliki konektivitas tinggi ke pusat wabah.

Wajar sekali Singapura waspada dengan kasus impor yang masuk ke negara tersebut dari negara yang memiliki kemampuan deteksi rendah, khususnya negara tetangga seperti Indonesia. Apalagi semenjak awal pandemi banyak pihak mempertanyakan keseriusan dan keandalan pemerintah Indonesia. Ternyata beberapa kasus impor masuk ke Singapura dari Indonesia. Bahkan salah satunya menjadi korban meninggal, yang tidak terjadi sebelumnya. 
Pemerintah Singapura telah “mempersuasi” Indonesia agar meningkatkan upaya penanganan wabah yang berdampak ke Singapura. Singapura menawarkan alat tes corona dan APD untuk ditempatkan di Batam, sebagai salah satu gerbang utama masuk ke Singapura. Ternyata langkah tersebut tidak efektif yang akhirnya membuat negara kota tersebut harus menutup (lockdown) wilayahnya dari pendatang. 
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid