Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mendalami adanya modus pelarian uang dua tersangka kasus dugaan korupsi PT ASABRI (Persero) dengan membeli mata uang kripto Bitcoin. Dua tersangka itu adalah Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro.
Namun, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejagung, Febrie Adriansyah, belum dapat membeberkan berapa uang yang digunakan untuk membeli Bitcoin. Pasalnya, modus tersebut baru ditemukan belakangan ini.
"Tetap terkait tersangka Heru dan Bentjok (Benny Tjokro). Tersangka dicurigai memakai fasilitas apakah ini kepentingan dalam rangka pencucian uang, makanya sedang diperdalam," tuturnya kepada Alinea, Minggu (18/4).
Menurut Febrie, penyidik mulai memeriksa sejumlah direksi PT Indodax Nasional Indonesia menjadi pihak terperiksa. Kejagung telah memeriksa Dirut Indodax, Oscar A. Darmawan pada Jumat (16/4) dan pejabat Indodax lainnya akan diperiksa pada pekan depan.
"Diperiksanya dalam kapasitas sebagai saksi,” ujarnya.
Kejagung menaksir nilai kerugian sementara dalam kasus ASABRI sebesar Rp23,7 triliun. Dalam rangka pengembalian kerugian, telah disita aset berupa ribuan hektare tanah, empat tambang, puluhan kapal, puluhan bus, sejumlah mobil, sejumlah lukisan emas, sejumlah perhiasan, dan sejumlah apartemen.
Dalam perkara ini, Kejagung menetapkan sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi ASABRI, yakni Dirut ASABRI 2011-2016, Adam Rahmat Damiri; Dirut ASABRI 2016-2020, Soni Widjaya; Heru Hidayat; Benny Tjokro; Dirut PT Prima Jaringan, Lukman Purnomosidi; eks Direktur Investasi ASABRI, Hari Setiyono; mantan Direktur Keuangan ASABRI, Bachtiar Effendy; mantan Kepala Divisi Investasi ASABRI, Ilham W Siregar; dan Dirut PT Jakarta Emiten Investor Relationship, Jimmy Sutopo.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 jo Pasal 18 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.