sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Relawan Duta Perubahan Perilaku dan konsistensi penerapan protokol kesehatan

Hingga Senin (4/1) sebanyak 54.060 orang telah mendaftar sebagai relawan Duta Perubahan Perilaku.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Rabu, 06 Jan 2021 16:41 WIB
Relawan Duta Perubahan Perilaku dan konsistensi penerapan protokol kesehatan

Sejak akhir November 2020, Kenia Ariwindyasari menjadi salah satu mahasiswa yang terlibat sebagai relawan Duta Perubahan Perilaku, yang dibentuk Satgas Penanganan Covid-19 bidang Perubahan Perilaku. Mahasiswi Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Surabaya (Unesa) ini tertarik bergabung karena sesuai minatnya terjun ke masyarakat untuk mendalami ilmu sosiologi yang digelutinya.

“Dengan ikut Duta Perubahan Perilaku ini, saya tidak perlu lagi ikut KKN (kuliah kerja nyata) di semester depan,” ucap mahasiswi semester V ini saat dihubungi reporter Alinea.id, Selasa (5/1).

Kenia mendaftar pada gelombang pertama, bersama sekitar 650 mahasiswa Unesa lainnya. Selain dibebaskan dari kewajiban KKN, ia mengatakan, mahasiswa yang jadi relawan juga boleh tak mengambil mata kuliah umum, seperti filsafat Pancasila atau pendidikan kewarganegaraan. Mahasiswa yang terlibat pun akan mendapat sertifikat tanda partisipasi dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

Dari mahasiswa hingga pramuka

Selama 25 hari mahasiswa relawan Duta Perubahan Perilaku diberi tugas mengedukasi dan sosialisasi tentang protokol kesehatan. Sehari minimal mereka harus melakukannya selama sejam. Kenia dan mahasiswa relawan lainnya terjun ke lingkungan sekitar kampus dan di kampusnya sendiri. Selain membagikan masker dan penyanitasi tangan, ia juga melakukan tanya-jawab dengan warga.

“Kami memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya Covid-19 dan bagaimana cara pencegahannya,” tuturnya.

“Fokus pada upaya hingga orang menjadi paham benar tentang 3M (memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak), apa saja kendala mereka, dan memberikan solusi.”

Ia dan mahasiswa relawan lainnya menjalankan sosialisasi dan edukasi berbekal buku Pedoman Perubahan Perilaku Penanganan Covid-19, yang diterbitkan Satgas Penanganan Covid-19 pada Oktober 2020 lalu. Materi dari buku itu pun ia adaptasi menjadi poster, selebaran, atau gambar digital yang disebar di media sosial.

Sponsored

Usai melaksanakan tugasnya, ia diwajibkan melapor hasil pantauannya melalui aplikasi Monitoring Satgas Perubahan Perilaku. Bila menemukan kondisi tertentu, yang berpotensi melanggar protokol kesehatan, relawan juga bisa menyampaikan masukan lewat akun Instagram Satgas Penanganan Covid-19 bidang Perubahan Perilaku.

Ketua bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry Budiutomo Harmadi. /Youtube BNPB Indonesia.

Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Aris Junaidi mengatakan, pihaknya telah bekerja sama dengan Satgas Penanganan Covid-19 dalam memobilisasi mahasiswa untuk menjadi relawan bidang kesehatan.

Aris menyebut, kegiatan Duta Perubahan Perilaku memiliki misi yang sama dengan relawan Indonesia untuk Covid-19. Ia menilai, antusiasme mahasiswa tinggi untuk bergabung menjadi relawan. Mahasiswa, kata dia, memiliki amanah besar dalam menggerakkan perilaku hidup sehat di masyarakat. Pembekalan kepada mahasiswa relawan Duta Perubahan Perilaku, menurut Aris, dilakukan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) lewat sosialisasi strategi edukasi dan komunikasi.

“Mahasiswalah sebagai ujung tombak mengedukasi masyarakat, serta didampingi oleh dosen-dosen pembimbing,” kata Aris saat dihubungi, Sabtu (2/1).

Hingga akhir Desember 2020, Aris menyebut, program Duta Perubahan Perilaku diikuti 1.108 mahasiswa dan ratusan dosen pembimbing. Kegiatan itu dijalankan di 72 perguruan tinggi seluruh Indonesia.

Anggota pramuka pun terlibat dalam duta perubahan perilaku. Asisten umum Satgas Covid-19 Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, Adi Pamungkas mengatakan, hingga 3 Januari 2021 ada 8.366 anggota pramuka yang terlibat sebagai relawan Duta Perubahan Perilaku. Mereka tersebar di 34 provinsi, dengan relawan terbanyak ada di Sulawesi Selatan, yakni 957 orang.

“Sesuai aturan Satgas Penanganan Covid-19 pemerintah pusat, usia anggota kami yang mendaftar 17 tahun ke atas,” kata dia saat dihubungi, Senin (4/1).

“Awalnya kami bekerja sama dengan BNPB, lalu kami koordinasikan ke internal Kwartir Nasional Gerakan Pramuka hingga organisasi di tingkat kecamatan-kecamatan.”

Kwartir Nasional Gerakan Pramuka, kata Adi, menargetkan sebanyak 100.000 anggota pramuka ikut bergabung menjadi relawan Duta Perubahan Perilaku hingga Maret 2021. Namun, dari 8000-an anggota yang sudah menjadi relawan, katanya, masih sedikit yang melaporkan kegiatannya.

“Kurang dari 10%,” ujarnya.

Ia mengatakan, sebagai bentuk apresiasi kepada anggota pramuka yang bergabung menjadi anggota duta perubahan perilaku, pihaknya memberikan piagam. Selain itu, jika sudah melaporkan dua minggu berturut-turut, diberikan pula batch perubahan perilaku, yang bisa disematkan di seragam mereka.

Sama seperti relawan Duta Perubahan Perilaku dari mahasiswa, anggota pramuka pun menjalankan tugas edukasi dan sosialisasi mengacu buku Pedoman Perubahan Perilaku Penanganan Covid-19. Adi mengungkapkan, saat ini pihaknya masih menyusun ulang materi buku itu, disesuaikan dengan gaya dan kebutuhan anggota pramuka.

“Sesudah ada buku saku ini, kami akan koordinasikan dengan Dikdasmen (Pendidikan Dasar dan Menengah) dan Sekretariat Nasional Pengurangan Risiko Bencana di Kemendikbud,” kata Adi.

Adi melanjutkan, pihaknya akan lebih mendorong sosialisasi penerapan protokol kesehatan hingga anggota pramuka di tingkat SD. Harapannya, pelajar juga mau menyebarkan semangat menerapkan perilaku hidup sehat secara benar kepada teman sebayanya.

Sementara itu, Kenia menyadari, dalam tugasnya untuk mengedukasi warga menemui kesulitan. Ia acapkali menemukan warga yang masih bersikap tak acuh saat hendak memberikan sosialisasi. Ia mengakui, sosialisasi tatap muka terkadang membuat sebagian orang malah takut.

“Tak semua warga menerima itikad baik kami saat kami ingin datang mengedukasi,” ujar dia.

“Saya pernah melihat kerumunan warga, juga hal lain yang tidak sesuai protokol. Tetapi kami tidak bisa langsung menegur. Dengan melapor lewat aplikasi itulah nantinya menjadi evaluasi.”

Jangan cuma instruksi

 Anggota pramuka Pesanggrahan, Jakarta membagikan masker dan sosialisasi protokol kesehatan di bawah jembatan Pasar Bintaro, Jakarta, Rabu (30/12/2020)./Foto Satrio dan Bintang/facebook.com/kwarnaspramuka

Ketua bidang Perubahan Perilaku Satgas Penanganan Covid-19, Sonny Harry Budiutomo Harmadi mengungkapkan, hingga Senin (4/1) sebanyak 54.060 orang telah mendaftar sebagai relawan Duta Perubahan Perilaku. Pendaftaran dibuka sejak September 2020 lalu.

Selain mahasiswa dan anggota pramuka, relawan berasal dari aparatur sipil negara (ASN), penyuluh Keluarga Berencana (KB), pemuka agama, dan perempuan pengurus Pendidikan Kesejahteraan Keluarga (PKK).

“Ada juga 13 warga dari kalangan disabilitas,” kata Sonny saat dihubungi, Senin (4/1).

Di samping mengedukasi warga di desa atau kelurahan masing-masing, relawan juga membagikan 12 juta masker secara swadaya. Ia menyebut, sebanyak 43,6 juta warga seluruh Indonesia sudah diberikan edukasi.

“Di antaranya sebanyak 2,8 juta warga DKI Jakarta telah teredukasi,” kata dia.

Meski lebih dari 92% warga sudah mendapatkan edukasi protokol kesehatan, Sonny menyadari, belum seluruhnya menerapkan secara konsisten. Diakui Sonny, menerapkan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari memang butuh proses yang panjang.

“Kami ingin mereka perilakunya langsung berubah, tetapi kan tidak bisa. Maka kami olah dengan lagu, juga melalui duta yang menemui langsung warga. Hampir 98% duta menemui langsung,” katanya.

Sonny mengatakan, berdasarkan laporan para Duta Perubahan Perilaku, sebanyak 35% warga di seluruh Indonesia yang mendapatkan edukasi berkomitmen mau mengedukasi ke warga lainnya. Masih ada sekitar 300.000 orang yang menolak diedukasi, dengan alasan tak percaya Covid-19. Sebesar 17% warga lainnya, masih menganggap kebal Covid-19. Jumlah itu setara 44,9 juta orang. Termasuk angka yang tak sedikit.

Anggota Komisi IX DPR Kurniasih Mufidayati memandang, anak muda merupakan panutan warga untuk menjalankan edukasi protokol kesehatan. Berdasarkan hasil survei tim di Komisi IX DPR pada medio Desember 2020, kata dia, sebesar 31% anak muda bersedia terlibat dalam Duta Perubahan Perilaku. Mayoritas merupakan mahasiswa berusia 18-25 tahun.

Akan tetapi, ia mengingatkan, peran anak muda sebagai Duta Perubahan Perilaku perlu disokong tokoh masyarakat, termasuk perangkat RT/RW.

“Kami akan memantau tingkat partisipasi publik dalam menerapkan protokol kesehatan ini,” kata Kurniasih ketika dihubungi, Sabtu (2/1).

Dihubungi terpisah, epidemiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Riris Andono Ahmad mengatakan, mengubah perilaku seseorang membutuhkan upaya pemahaman dan motivasi yang baik.

“Butuh skill set yang tidak mudah. Mengubah perilaku langsung di masyarakat perlu konsep khusus,” kata Riris saat dihubungi, Sabtu (2/1).

Relawan Duta Perubahan Perilaku yang hanya sekadar menginstruksikan penerapan protokol kesehatan, dinilai Riris akan menemui kesulitan mengubah kebiasaan warga. Ia menyarankan, relawan juga harus memotiviasi warga agar mau menerapkan protokol kesehatan.

“Kalau hanya didasari instruksi tanpa pemahaman, itu didorong ekspektasi. Padahal perlu ada alasan yang mendukung orang mau melakukannya,” tuturnya.

Direktur Pusat Kedokteran Tropis Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM itu membandingkannya dengan usaha mengubah kebiasaan seseorang merokok. Memberi tahu saja tak cukup untuk membuat seseorang berhenti merokok.

Infografik Duta Perubahan Perilaku. Alinea.id/Oky Diaz.

“Banyak orang yang sudah tahu bahaya merokok, tapi sulit menolak untuk berhenti merokok,” ucapnya.

Ia menyebut, salah satu faktor yang bisa membuat seseorang mengerti penerapan protokol kesehatan dan mau menerapkan secara konsisten adalah perlu insentif yang bisa membuat orang tertarik mengubah perilaku. Sementara untuk warga yang menolak menerapkannya, harus juga diberikan bentuk motivasi lain. Faktor lain yang menentukan keberhasilan edukasi 3M, kata dia, adalah kondisi sosial yang berbeda-beda.

“Kalau memang mau efektif untuk mencegah penularan Covid-19, ya harus dijalankan 24/7 (selama 24 jam, 7 hari),” kata dia.

Riris mengatakan, mengukur konsistensi warga menerapkan protokol kesehatan relatif sulit dan sumir. Penafsiran orang bisa beragam atas konsistensinya menerapkan protokol kesehatan. Alih-alih terukur, menurutnya, angka tingkat kepatuhan malah akan sekadar klaim dan laporan data.

“Meskipun bisa digunakan sebagai indikator, data ukuran kepatuhan hanya memberikan rasa aman semu,” ujarnya.

Berita Lainnya
×
tekid