sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Epidemiolog: Kasus Covid-19 di Indonesia belum terkendali

Pelaku perjalanan harus sudah divaksin Covid-19 dosis pertama dan kedua.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Selasa, 02 Nov 2021 17:23 WIB
Epidemiolog: Kasus Covid-19 di Indonesia belum terkendali

Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, menilai, Indonesia saat ini masih belum sepenuhnya terkendali. Padahal, angka reproduksi, angka positivity rate, dan kasus Covid-19 di Indonesia mengalami penurunan. 

Sebab, Badan Kesehatan Dunia (WHO) masih menempatkan Indonesia pada level community transmission dalam evaluasi terakhirnya. Artinya, Indonesia belum bisa menemukan sebagian besar kasus Covid-19. "Itu semua sudah terkendali, (tentu) tidak. Masih seperti itu semua provinsi," ucapnya dalam diskusi virtual, Selasa (2/11).

Apalagi, kini kasus Covid-19 meningkat di 131 kabupaten/kota. Ia menganggap, kenaikan kasus coronavirus itu sebagai fenomena gunung es. Pusat Pengendalian dan Pencegahan penyakit (CDC) Amerika Serikat memprediksi jika ditemukan satu kasus Covid-19, maka dibaliknya biasanya ada delapan kasus lainnya.

Oleh karena itu, perlu pembatasan untuk perjalanan yang esensial saja. Pelaku perjalanan harus sudah divaksin Covid-19 dosis pertama dan kedua. Menurutnya, seseorang yang telah divaksin lengkap, bisa mengurangi risiko penularan Covid-19.

"Risiko tertinggi (penularan Covid-19) itu pada orang yang tidak divaksinasi pada orang yang tidak divaksinasi. Risiko terendah orang yang divaksinasi pada orang yang divaksinasi. Nah, bicara pergi-pergian, syaratnya harus divaksin, selain tentu PeduliLindungi dipakai, dan masalah screening di jalan," tutur Dicky.

Syarat bepergian saat ini, kata dia, sesungguhnya sudah cukup dengan rapid tes antigen. Terlebih, syarat bepergian dengan menggunakan jasa bus antar kota atau antar provinsi. Bus memiliki potensi risiko penularan yang tinggi.

"Kalau diberlakukan tes rapid tes antigen pada bus tidak masalah. Jangan sampai PCR (polymerase chain reaction). Urgensinya kalau PCR jadi kayak kita mau nangkap burung, bukan ditembak, tetapi di-bom, itu berlebihan, tidak cost efektif juga,” ujar Dicky.

Dia menambahkan, tidak ada urgensinya memberlakukan PCR sebagai syarat perjalanan menggunakan pesawat.

Sponsored
Berita Lainnya
×
tekid