sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kegelisahan buruh rawan dipolitisasi

Suara buruh dalam May Day menegaskan tak adanya dukungan Joko Widodo untuk maju sebagai Presiden kembali.

Robi Ardianto Ayu mumpuni
Robi Ardianto | Ayu mumpuni Rabu, 02 Mei 2018 11:17 WIB
Kegelisahan buruh rawan dipolitisasi

1 Mei sudah berlalu. Tetapi banyak pesan tersirat yang bisa kita dapatkan dari pelaksanaan hari buruh yang dihadiri sekitar 100 ribu buruh itu. Mereka tergabung dalam berbagai serikat buruh, seperti Serikat Buruh Perbankan, Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek), Gerakan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Konfederasi Serikat Buruh Indonesia (KSBI), dan masih banyak lagi serikat buruh lainnya.

Seperti tahun sebelumnya, organisasi buruh selalu mempersiapkan dengan matang berbagai kesiapan aksinya. Agar lebih menarik dan diketahui apa yang masih menjadi kegelisahan buruh. Hal itu terlihat berbagai ornamen seperti kostum, 

"Kami dari GSBI sudah mempersiapkan rencana aksi sejak sebulan lalu, mulai dari pendidikan, konsolidasi dan lainnya," jelas Sekjen GSBI, Emilia Yanti Siahaan, Senin (1/5) di Jakarta.

Kegelisahan kaum buruh tentunya beralasan. Kendati berdasarkan data BPS pendapatan per kapita Indonesia naik menjadi Rp 51,89 juta per tahun pada 2017 dari sebelumnya Rp 47,96 juta per tahun. Namun, itu tidak menggambarkan pendapatan sesunggunya yang diperoleh buruh. Ini karena BPS melangsir  ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,391.

Laporan Oxfam yang dirilis pada Februari 2017 pun memperlihatkan tingkat ketimpangan Indonesia yang masih besar. Menurut laporan tersebut, kekayaan 4 orang terkaya Indonesia sama dengan gabungan kekayaan 40% atau 100 juta penduduk termiskin Indonesia.

Disebutkan juga bahwa sebanyak 49% dari total kekayaan Indonesia dikuasai hanya oleh 1% warga terkaya, termasuk 4 orang terkaya tadi. Sementara 51% diperebutkan oleh 99% penduduk.

Tidak mengherankan kalau kenaikkan harga beras, listrik dan BBM yang terjadi sejak beberapa bulan terakhir, membebani rakyat dan buruh. Bahkan, KSPI mengklaim, hal itu mengakibatkan penurunan daya beli masyarakat sebesar 20-30%. 

Oleh sebab itulah, tidak mengherankan jika buruh beranggapan pemerintah perlu membangun ketahanan pangan dan energi. Sudah saatnya mengurangi atau bahkan menghentikan impor pangan dan energi. Sebab dianggap tidak berpihak kepada petani, nelayan dan buruh. 

Sponsored

"Tolak kebijakan upah murah cabut Peraturan Pemerintah No. 78 / 2015 KHL 84 item. Juga menolak TKA buruh kasar unskill Cina, cabut Perpres No. 20/2018 yang memberikan kemudahan kepada tenaga asing Cina, karena saat ini sudah membanjir dan membludak tenaga buruh dari Cina," papar Presiden KSPI, Said Iqbal. Said menambahkan, ada baiknya pemerintah belajar dari Singapura, Hongkong dan Korea yang memiliki serikat buruh dan regulasi yang berpihak pada kaum buruh.

Sementara itu, jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121 juta orang tentunya memiliki nilai tawar. Khususnya dalam menyuarakan kepentingannya terhadap pemerintahan. Mungkin itulah sebabnya, organisasi buruh merasa sosok pemimpin bangsa ke depan haruslah memiliki keberpihakan kepada buruh.

Kontrak politik dukungan sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru. Presiden Joko Widodo pun, sebelum menjabat sebagai Presiden disebut-sebut pernah menandatangani sembilan piagam. Sebagai simbol dari komitmen Jokowi untuk memperjuangkan aspirasi rakyat jika terpilih sebagai presiden.

Diantaranya adalah piagam perjuangan Marsinah. Yakni komitmen Jokowi untuk kebangkitan industri dan kaum pekerja di Indonesia. Serta piagam perjuangan Satinah. Yakni komitmen Jokowi untuk perjuangan kaum buruh migran. Sejak mulai menjalani pelatihan, bekerja di negara lain, hingga kembali ke Indonesia.

Tidak heran kalau Koordinator Front Perjuangan rakyat (FPR), Rudi Daman pesimistis atas penandatanganan kontrak politik tersebut. "Pemilu itu bukan solusi bagi rakyat, justru malah menambah masalah bagi rakyat. memperebutkan suara kaum buruh tapi ujung-ujungnya akan sama," tutur Rudi

Politisasi tersebut hanya bagian dari hiruk pikuk pemilu. Mereka yang terlibat dalam pemilu memang sengaja mendekati buruh dan juga kaum tani untuk mendapatkan dukungan suara.

Meski demikian, suara buruh dalam May Day menegaskan tak adanya dukungan Joko Widodo untuk maju sebagai Presiden kembali. Mereka beranggapan Jokowi tidak memiliki kebijakan konkrit mengatasi persoalan buruh.

Berita Lainnya
×
tekid