sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kerugian pekerja bila Undang-Undang Ketenagakerjaan direvisi

Apabila UUK direvisi, kondisi kehidupan buruh diperkirakan akan semakin buruk.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 13 Agst 2019 10:18 WIB
Kerugian pekerja bila Undang-Undang Ketenagakerjaan direvisi

Wacana merevisi Undang-Undang No 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan (UUK) dikhawatirkan bakal memicu makin banyak tenaga kerja kontrak. Sebab, perusahaan lebih memilih untuk mempekerjakan pegawai dengan sistem kerja kontrak dan outsourcing ketimbang mengangakatnya sebagai pegawai tetap. 

Dari sisi kesejahteraan, upah yang diterima pekerja sistem kerja kontrak dan outsourcing di bawah Upah Minimum Provinsi atau UMP. Berbeda dengan pekerja tetap yang upahnya disesuaikan dengan UMP. 

Selain itu, pekerja kontrak dan outsourcing tidak mendapat jaminan sosial. Kalaupun ada jaminan sosial, kemungkinan hanya didaftarkan untuk jaminan kerja dan kematian. 

Perbedaan paling mencolok adalah pesangon yang diterima. Apabila pegawai tetap ingin mengundurkan diri akan mendapat pesangon, sementara pekerja kontrak dan outsourcing tidak akan mendapat pesangon, terutama sewaktu-waktu sistem kontrak diputus. 

Perwakilan Gerakan Buruh Bersama Rakyat atau Gerbak sekaligus Sekjen Pusat Konfenderasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Sunarno menolak adanya revisi UU Ketenagakerjaan. Alasannya, UU revisi itu hanya menguntungkan pengusaha dengan membuat sejumlah pasal dalam UU Ketenagakerjaan menjadi lunak bagi pekerja. 

"Apabila (revisi) UU Ketenagakerjaan disahkan, maka akan lebih banyak lagi sistem tenaga kontrak, outsourcing di pabrik-pabrik. Ini bisa disebut sebagai perbudakan secara modern," kata Sunarno kepada Alinea.id, Senin (12/8). 

Sunarno tidak mendukung pengajuan revisi UK Ketenagakerjaan yang diduga berasal dari sejumlah pemodal khususnya pengusaha dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin). Menurutnya, kedua organisasi tersebut mengeluh soal pesangon dan menyebut investor asing masuk ke Indonesia karena hal tersebut. 

Apabila rendahnya realisasi investasi rendah dengan merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) soal Realisasi Penanaman Modal sepanjang Triwulan I tahun 2019 sebesar Rp195,1 triliun naik 5,3% dibanding tahun 2018 yang mencapai 185,3 triliun, bagi Sunarno, hal tersebut terjadi karena iklim politik dalam negeri yang sempat hangat karena Pemilihan Umum 2019. 

Sponsored

Andaikata UU Ketenagakerjaan direvisi, Sunarno menilai, kondisi buruh makin buruk. Ini merujuk pada sistem magang yang dinilai sebagai cara pengusaha memanfaatkan tenaga dengan upah murah. 

"Sistem magang yang dikenal sekarang dengan dulu berbeda. Apabila dulu ditujukan untuk anak sekolah, sekarang tidak. Mereka sudah lulus tapi sebelum bekerja, mereka magang. Celah ini yang dimanfaatkan oleh pengusaha," tukas Sunarno. 
 

Berita Lainnya
×
tekid