sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kronologi OTT hakim PN Medan oleh KPK

Penangkapan bermula informasi dugaan suap dari masyarakat setempat.

Rakhmad Hidayatulloh Permana
Rakhmad Hidayatulloh Permana Rabu, 29 Agst 2018 17:08 WIB
Kronologi OTT hakim PN Medan oleh KPK

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap delapan orang pimpinan, hakim, dan staf Pengadilan Negeri (PN) Medan, dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Selasa (28/8). Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, penangkapan ini bermula dari informasi masyarakat atas dugaan suap yang terjadi di Pengadilan Negeri (PN) Medan. 

Dari informasi ini, tim penyidik KPK pun melakukan pemeriksaan langsung ke lapangan. Setelah melakukan kroscek lapangan, akhirnya KPK menemukan sejumlah bukti awal. 

Sehingga pada Selasa (28/8), KPK mengamankan 8 orang di Medan. Mereka adalah pengusaha Tamin Sukardi (TS), Staf TS Sudarmi, Panitera Pengganti PN Medan Helpandi (H), Hakim Adhoc PN Medan Merry Purba (MP), Ketua Majelis Hakim Wahyu Prasetyo Wibowo (WPW), Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan (MN), Hakim PN Medan Sontan Marauke Sinaga (SMS), dan Panitera Pengganti Oloan Sirait (OS).

KPK memperoleh informasi bahwa Helpandi menerima sejumlah uang untuk diserahkan kepada Merry Purba. Saat mengamankan Helpandi, KPK menyita uang sejumlah 130.000 dolar Singapura, yang tersimpan dalam amplop coklat. Kemudian, Helpandi pun digiring ke Kejaksaan Tinggi Medan.

Tim KPK lainnya menangkap Sudarmi yang merupakan staf Tamin. Adapun Tamin Sukardi ditangkap KPK di rumahnya di Jalan Thamrin pada pukul 09.00 WIB. Selanjutnya, KPK juga menangkap Merry Purba, Wahyu Prasetyo Wibowo dan Sontan Marauke Sinaga. Selain itu, KPK juga mengamankan Oloan Sirait.  Namun, dari 8 orang yang diamankan, hanya Oloan Sirat saja yang tidak dibawa ke kantor KPK Jakarta.

Agus menyatakan kekecewaannya karena sekali lagi ada penegak hukum yang terjerat kasus korupsi. “Masih terjadinya dugaan suap terhadap aparatur pengadilan tentu saja kita sesalkan, karena hal ini dikhawatirkan berdampak terhadap upaya bersama meningkatkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia,” kata Agus Rahardjo dalam Konferensi Pers di KPK, Rabu (29/8).

KPK menduga,pemberian Tamin kepada Merry Purba terkait dengan putusan perkara tidak pidana korupsi nomor perkara 33/pid.sus/TPK/2018PN.MDN dengan terdakwa Tamin Sukardi, di Pengadilan Tipikor PN Medan. Pemberian ini disinyalir digunakan Tamin untuk mempengaruhi putusan (dissenting opinion) Majelis Hakim.

Karena pengaruh ini, Tamin hanya divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 6  bulan kurungan, serta uang pengganti Rp132 miliar. Vonis ini jauh lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yaitu 10 tahun penjara.

Sponsored

Namun KPK juga meyakini, sudah terjadi transaksi sebesar 150.000 dolar Singapura sebelum terjadi OTT, antara Tamin dan Merry Purba pada 24 Agustus 2018 di Hotel JW Marriot Medan. Sehingga totalnya mencapai 280.000 dolar Singapura atau setara dengan Rp2,9 milyar (kurs Rp10.725).

KPK juga menduga kuat adanya keterlibatan Hadi Setiawan (HS) selaku orang kepercayaan Tamin dalam perkara ini. Namun sayangnya ia masih buron. Ketua KPK juga mengimbau Hadi untuk bersikap Kooperatif. 

"KPK mengingatkan agar kepada tersangka HS (Hadi Setiawan) yang diduga memiliki peran dalam perkara ini, agar bersikap koperatif dan segera menyerahkan diri pada KPK," kata Agus Rahardjo.

KPK sejauh ini telah menetapkan empat orang tersangka. Mereka adalah Helpandi, Merry Purba, Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan. Sedangkan sisa orang diamankan masih belum ditetapkan sebagai tersangka karena barang bukti belum cukup kuat.

"Disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh hakim PN medan secara bersama-sama terkait putusan perkara. KPK meningkatkan status ke penyidikan serta menetapkan empat orang tersangka," kata Agus.

Selaku penerima, Merry bersama Helpandi dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dnegan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sedangkan Tamin dan Hadi sebagai pemberi, dikenakan Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) a atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid