sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Lagi, Idrus Marham diperiksa KPK

Idrus akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pengadaan proyek PLTU Riau-1 Johanes Budisutrisno Kotjo.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Kamis, 26 Jul 2018 10:44 WIB
Lagi, Idrus Marham diperiksa KPK

Menteri Sosial Idrus Marham datang penuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Kamis (26/7). Idrus akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka pengadaan proyek PLTU Riau-1 Johanes Budisutrisno Kotjo.

"Hari ini, sesuai dengan janji saya dengan penyidik tanggal 26 saya akan hadir, dalam rangka untuk melanjutkan apa-apa yang ditanyakan penyidik kepada saya," kata Idrus saat tiba di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Idrus pertama kali diperiksa penyidik KPK pada Kamis minggu lalu (19/7). Dalam pemeriksaan itu, Idrus mengakui masih ada beberapa hal yang belum selesai. "Karena saat itu masih ada, belum selesai, sehingga perlu dilanjutkan lagi," ucapnya.

Idrus datang sekitar pukul 10.00 pagi di gedung KPK. Ia datang mengenakan setelan pakaian putih dan celana kain hitam. "Nanti saya bisa jelaskan apa-apa setelah saya keluar," imbuh Idrus ketika ditanyai perihal materi pemeriksaannya hari ini.

"Saya pokoknya hari ini masih pemeriksaan lanjutan sebagai saksi ya, meneruskan yang kemarin," tegasnya.

Saat diperiksa pekan lalu, Idrus mengaku kenal Eni dan Johanes seperti saudara. Ia ditanyai penyidik soal rekaman kamera pengintai di rumah Sofyan yang disita KPK.

Selain Idrus, KPK juga rencanaya akan memeriksa beberapa pejabat PLN. Mereka adalah Lusiana Ester, Corporate Secretary Pembangkit Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Amir Faisal Direktur Keuangan PT PJBI, dan Dwi Hartono Direktur Operasional PT PJBI.

Petugas KPK sebelumnya menangkap Eni Maulani Saragih di rumah Idrus Marham. Petugas menangkap Eni atas tuduhan menerima suap dalam proyek PLTU di Riau melalui Tahta Maharaya, keponakan yang menjadi staf Eni di DPR.

Sponsored

Sementara itu penyuapnya, Johanes Budisutrisno Kotjo ditangkap dua jam sebelumnya di lantai 8 Graha BIP. Sekretarisnya, Audrey Ratna Junianty dicokok KPK setelah menyerahkan duit suap sebesar Rp 500 juta pada Tahta Maharaya. 

Uang sejumlah Rp 500 juta tersebut merupakan pemberian keempat dari Johannes kepada Eni. Uang itu sendiri merupakan bagian komitmen fee 2,5% dari nilai proyek untuk Eni dan kawan-kawannya. Total uang yang telah diberikan mencapai Rp 4,8 miliar.

Pemberian pertama yang dilakukan Johannes kepada Eni pada Desember 2017 sejumlah Rp 2 miliar, kemudian Maret 2018 sejumlah Rp 2 miliar, dan 8 Juni 2018 sebesar Rp 300 juta.

KPK menyangka Eni Maulani Saragih selaku penerima suap melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sementara, Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Berita Lainnya
×
tekid