sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

MAKI mengadu ke Dewas, KPK: Tidak semua informasi bisa dibuka

Penyidik KPK dianggap tidak profesional dalam menangani kasus suap bansos Covid-19 karena belum memanggil politikus PDIP, Ihsan Yunus.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Kamis, 11 Feb 2021 17:17 WIB
MAKI mengadu ke Dewas, KPK: Tidak semua informasi bisa dibuka

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mengadukan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Dewan Pengawas (Dewas) karena diterka tidak profesional dalam mengusut kasus dugaan suap bansos Covid-19 Jabodetabek 2020.

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menuding penyidik urung memanggil Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR, Ihsan Yunus. Padahal, keterangannya dapat membantu mengungkap kasus, terlebih rumah yang bersangkutan pernah digeledah.

Di sisi lain, masih kata Boyamin, adik Ihsan, Muhammad Rakyan Ikram, dan Agustri Yogasmara yang disebutkan sebagai operator dalam reka ulang, Senin (1/2), juga telah diperiksa penyidik KPK.

"Namun demikian, hingga saat ini belum pernah diberitakan kegiatan pemanggilan dan pemeriksaan Ihsan Yunus sebagai saksi sehingga patut diduga penyidik tidak profesional," ujarnya secara tertulis, Kamis (11/2).

Beberapa waktu lalu, Boyamin mengatakan, disiarkan Ihsan akan diperiksa sebagai saksi. Akan tetapi merujuk berita, dijadwal ulang karena surat panggilan belum diterima. Oleh karenanya, dia minta Dewas KPK memanggil penyidik yang mengusut perkara bansos dan diberikan sanksi sesuai ketentuan berlaku jika terbukti tidak profesional.

Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt.) Juru bicara Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri, mengatakan, pihaknya menghargai aduan MAKI. Menurutnya, itu merupakan peran masyarakat dalam mengawasi proses penanganan perkara.

"Namun demikian, perlu juga kami sampaikan, bahwa kami memastikan segala proses penyelesaikan perkara oleh KPK selalu mengikuti aturan hukum yang berlaku," ujarnya.

Sehingga, jelas Ali, kegiatan proses penyidikan KPK tidak semua disampaikan secara mendetail. Alasannya, terdapat beberapa bagian dari strategi penyidikan perkara yang masih berjalan.

Sponsored

"Yang itu bagian dari informasi yang dikecualikan sebagaimana ketentuan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik," jelasnya.

Nama Ihsan dan Agustri mencuat dalam terkaan suap bansos setelah reka ulang perkara. Saat rekonstruksi, Agustri diduga menerima Rp1,53 miliar dan dua sepeda Brompton dari tersangka Harry Sidabuke (HS).

Adapun Harry bersama tersangka Ardian Iskandar Maddanatja (AIM) telah dilimpahkan penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU), Selasa (2/2). Dua pihak swasta itu diterka menyuap bekas Menteri Sosial, Juliari P. Batubara serta pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemensos, Matheus Joko Santoso (MJS) dan Adi Wahyono (AW).

Bagian Juliari, diduga mencapai Rp17 miliar. Perinciannya, periode pertama Rp8,2 miliar dan kedua, Oktober-Desember 2020, Rp8,8 miliar.

Sebagai penerima, Matheus dan Adi diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan pemberi, Ardian dan Harry, diterka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Berita Lainnya
×
tekid