sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Misi muskil memberantas judi online

Pemerintah kesulitan memberantas judi online. Edukasi publik bisa jadi solusi.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Sabtu, 10 Sep 2022 06:08 WIB
Misi muskil memberantas judi online

Jono--bukan nama sebenarnya--kali pertama mengenal permainan judi online (JO) dari seorang koleganya di kantor pada awal 2022. Ketika itu, sang rekan sedang bermain gim slot. Ia tergelitik ikut menjajal permainan itu setelah menyaksikan betapa mudahnya sang rekan meraup duit panas.

"Apesnya, melihat (teman kantor main) pas lagi menang. Kan jadi penasaran. Dari rasa penasaran itulah, saya mulai coba-coba,” ujar Jono saat berbincang dengan Alinea.id, Rabu (7/9).

Slot ialah permainan tebak-tebakan. Dalam permainan itu, lazimnya ada sebuah mesin yang menunjukkan kombinasi pola. Kombinasi pola berubah saat tombol permainan ditekan. Pemain menang taruhan jika mampu menghasilkan pola tertentu, semisal layar menunjukkan tiga angka atau gambar serupa.

Menurut Jono, slot murni permainan berbasis keberuntungan. Pada judi online, permainan itu dimainkan menggunakan mesin slot "tiruan". Kombinasi pola ditentukan secara acak. Para pemain hanya perlu menekan layar ponsel atau mengoperasikan tombol permainan dari laptop. 

Permainan sederhana itu sempat bikin Jono kecanduan. Mulanya, ia hanya berani menyetor deposit Rp100 ribu. Setelah menang lalu kalah lagi, setorannya terus naik. Ia bahkan pernah merasakan kekalahan hingga Rp10 juta. "Kalau menang paling besar, baru sampai Rp15 juta," imbuh dia. 

Judi online berbasis tebak-tebakan, kata Jono, adiktif karena para pemain hampir pasti selalu "diperkenankan" merasakan menang besar. Namun, pemain akan dibikin babak belur pada kesempatan lainnya. Situasi itu memicu rasa penasaran. 

"Kalau namanya main api kan adrenalin tuh. Ya, kita mengesampingkan efek jangka panjang yang akan terjadi setelahnya. Nah, itu tuh. Bisa dibilang adrenalinnya di situ," ujar pria berusia 26 tahun itu.

Jono punya akun di Bimabet dan Arena Slot. Situs-situs perjudian yang dikelola oleh kedua bandar itu bisa dengan mudah diakses menggunakan ponsel atau laptop. 

Sponsored

Secara berkala, situs-situs judi milik Bimabet dan Arena Slot bakal diblokir Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) atau provider sim card. 

Jono tak khawatir akses atau akun beserta duit deposit yang masih belum ditarik bakal hilang. Tiap kali terblokir, para bandar bakal kembali bikin situs permainan dengan nama domain baru.

Meski begitu, sudah sebulan terakhir dia tidak lagi bermain slot. Jono mengaku sudah bosan kalah. "Kalau saya pikir-pikir, lebih baik menabung saja," kata dia.

Bara, juga nama samaran, punya cerita yang sedikit berbeda. Ia kali pertama mengenal judi online dari media sosial pada 2016. Ketika itu, ia baru berusia 14 tahun. 

Sama seperti Jono, Bara pun terjun ke arena judi slot. Pada fase awal-awal main, dia mengaku menyetor modal awal antara Rp25 ribu sampai Rp50 ribu. Saat itu, kemenangan sering diraih.

“Saya pernah dikasih kemenangan sampai Rp700 ribu dari modal Rp50 ribu. Itu kemenangan saya paling gede,” katanya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Lantaran dikasih kemenangan, Bara menjadi ketagihan. Duit deposit yang ia setor terus naik. Ia sempat rutin menyetor deposit hingga Rp1 juta kepada bandar. 

"Berharapnya saya itu, bisa naik kemenangan di atas Rp20 juta. Tapi hal yang bodoh untuk yang berpikir seperti itu,” ujar Bara.

Bermain slot, kata Bara, tak perlu kepiawaian. Yang diperlukan hanya segudang keberuntungan. "Cara mainnya sih mudah. Cuma klik tombol yang ada," kata dia. 

Bara terjun jadi pemain gim slot selama dua tahun. Ia tak ingat berapa besar jumlah duit yang ia buang ke mesin slot online. Pada 2018, ia "pensiun". Kini, pemuda berusia 20 tahun itu berdagang makanan ringan. 

Ilustrasi mesin slot. /Foto Pixabay

Kian marak 

Judi online kembali menjadi sorotan publik setelah beredar rumor mengenai keterlibatan mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo membekingi bisnis itu. Sambo, kini tersangka pembunuhan Brigadir J, disebut-sebut sebagai bendahara judi online Polri. 

Terlepas dari rumor tersebut, judi online memang kian marak dalam beberapa tahun terakhir. Menurut catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), misalnya, ada 566.332 konten yang mengandung unsur perjudian di ruang digital yang diblokir sejak 2018 hingga 22 Agustus 2022. 

Jika dirinci, jumlah konten berbau perjudian di jagat maya cenderung naik dari tahun ke tahun. Pada 2018, Kemkominfo tercatat memblokir 84.484 konten. Itu turun dari angka 2019 yang mencapai 78.306 konten. Pada 2020, angkanya naik menjadi 80.305 konten, sedangkan pada 2021 tercatat ada 204.917 konten yang diblokir. Dari awal tahun hingga 22 Agustus, Kemkominfo sudah memblokir 118.320 konten.

Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel A. Pangerapan mengatakan pemutusan akses dilakukan berdasarkan hasil temuan patroli siber, laporan dari masyarakat, dan laporan instansi pemerintah. Selain pemutusan akses, Kominfo turut mendorong peningkatan literasi digital untuk meningkatkan kesadaran publik akan bahaya judi online

“Kegiatan tersebut dilakukan bersama para pemangku kepentingan terkait, baik dari komunitas masyarakat sipil, pelaku industri, media, akademisi, instansi pemerintahan, maupun lembaga terkait lainnya,” ucap Semuel dalam keterangan pers kepada media di Jakarta, belum lama ini. 

Koordinator Hubungan Masyarakat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Natsir Kongah mengungkapkan ada ribuan laporan terkait judi online yang masuk ke PPATK dalam setahun terakhir. Untuk memberantas judi online, PPATK bekerja sama dengan instansi penegak hukum.

“Ada (sekitar) 5.000 laporan yang masuk kepada PPATK dari 2,7 juta transaksi. Nilainya itu Rp5 triliun dari transaksi judi dan kebanyakan JO,” ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Natsir mengatakan transaksi yang terendus PPATK sampai lintas negara, khususnya di negara di kawasan Asia Tenggara. Besaran transaksi beragam, mulai puluhan ribu sampai jutaan rupiah.

“Dari para pelakunya itu, kebanyakan kelas menengah bawah. Ada pelajar, ibu rumah tangga, kemudian juga kepala rumah tangga,” kata Natsir.

Direktur Eksekutif ICT Institute Heru Sutadi berpendapat JO tetap eksis dan bahkan kian marak lantaran bisnis yang menggiurkan. “Bahkan ada trading online yang seolah-olah investasi, tapi ternyata JO,” ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Namun demikian, menurut Heru, bukan berarti penegakan hukum tidak dapat dijalankan. Upaya tersebut terlihat dari para pelaku JO yang ditangkap setelah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memberikan instruksi memberantas JO, beberapa waktu lalu. “Artinya, data pelaku JO kan mereka ada,” imbuh dia.

Pakar keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya menilai penanganan JO dengan metode pemblokiran tidak akan efektif. Pasalnya, setiap domain yang diputus aksesnya bisa dengan mudah bersalin rupa.

“Ya, seperti kucing dengan tikus saja. Jadi, kalau misalnya ada (situs JO) terus kemudian diblokir, lalu dibuat lagi yang baru. Ya, tidak akan tuntas,” ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Alih-alih memblokir domain, Alfons menyatakan, lebih efektif kalau yang diblokir adalah IP. Akan tetapi, langkah tersebut memang sulit dan perlu dipertimbangkan karena IP berhubungan dengan server yang lokasinya kerap berada di luar negeri.

Opsi lain yang bisa dilakukan selain blokir, kata Alfons, adalah menerapkan metode whitelist. Dia menjelaskan, cara kerja whitelist kebalikan dari metode blacklist yang identik dengan blokir. Namun, whitelist dinilai lebih ampuh.

“Kerjanya banyak, berat, dan capek. Jadi, mungkin berbulan-bulan baru dapat list-nya, tapi itu bukan tidak mungkin. Sesudah dapat list-nya ini, artinya yang boleh diakses dari Indonesia cuma yang disetujui, itu metode whitelist,” imbuhnya.

Jika metode whitelist dilakukan dengan benar, menurut Alfons, pemerintah hanya kerja sekali. Dengan kata lain, capek di awal saja. Pasalnya, ketika sudah diterapkan, situs-situs baru yang bermunculan harus mendaftar dulu sebelum bisa diakses di Indonesia.

“Kalau ada JO kan enggak mungkin daftar. Kalau daftar, ya, tinggal ditangkap. Mereka kan selama ini mengambil kelemahannya metode blokir. Kita kan metode blacklist. Ya, itu kelemahan. Jadi, tiap diblokir tinggal bikin baru. Bikin domain cuma Rp50 ribu,” jelasnya.

Ilustrasi penggerebekan lokasi perjudian. /Foto Antara

Dorong edukasi 

Sosiolog dari Universitas Nasional (Unas), Sigit Rochadi menjelaskan perjudian sulit diberantas lantaran berakar dari budaya masyarakat. Judi, ia sebut, merupakan perilaku menyimpang yang selevel dengan menenggak minuman keras, mengonsumsi ganja, mencuri, dan prostitusi. 

“Jadi, kalau ditanya kenapa ini masih melekat pada masyarakat? Karena memang ini berakar pada budaya. Tetapi, bukan budaya dalam arti agung, (tapi) kebiasaan buruk. Berakar pada kebiasaan buruk pada masyarakat itu,” jelasnya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Dalam perkembangannya, kebiasaan buruk tersebut ingin dihapuskan negara dengan beragam aturan. Namun, hukum yang berlaku tidak serta merta membuat lima perilaku menyimpang itu betul-betul sirna.

“Terbukti dari sejak UU hukum pidana Belanda sampai sekarang sudah beberapa kali dicoba untuk direvisi atau dibuat baru, yang namanya tindak pidana judi, pelacuran, ganja, pencurian, dan sebagainya. Ini menjadi pasal-pasal yang sangat sensitif untuk diperdebatkan,” katanya.

Namun demikian, bukan berarti judi tidak bisa diberantas. Menurut Sigit, pemerintah bisa menggunakan pendekatan moralitas, nilai-nilai budaya, dan ajaran agama untuk mengubah kebiasaan buruk itu. 

“Persoalannya dari dulu sampai sekarang, dari zaman Belanda sampai sekarang, tidak pernah ada pemerintah yang berhasil mengendalikan judi. Bahkan, sekarang dengan kemajuan teknologi judi itu lintas negara. Itu semakin sulit lagi dikendalikan,” ucapnya.

Infografik Alinea.id/Debbie Alyuwandira

Kriminolog Achmad Hisyam mengatakan perjudian sulit diberantas selama masih diminati masyarakat. Teori dasar ekonomi supply dan demand berlaku untuk perjudian online

“Nah, sama dengan judi ini. Banyak orang yang masih pada mau main judi. Kalau ada orang-orang yang melihat, ‘Wah masyarakat Indonesia banyak yang suka judi, ya, sudah kita buat sistemnya. Kita jualan itu barang’,” ucapnya kepada Alinea.id, Rabu (7/9).

Menurut Hisyam, berjudi adalah aktivitas yang mengindikasikan penyakit mental. Karena itu, upaya memberantasnya ialah dengan memperbaiki karakter dan mental masyarakat. Itu bisa dilakukan dengan mengedukasi publik. 

"Kalau hanya mengandalkan blokir sama saja jalan di tempat. Sama saja (kayak) tangkapin nyamuk di tengah hutan. Penyakit-penyakit mental ini yang harus diperbaiki, sementara pemerintah sulit memperbaiki itu karena di pemerintah sendiri banyak bobroknya,” ujarnya.
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid