sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PAN dan PKS nilai Permenkes No 9 Tahun 2020 tidak efektif

Ketentuan yang ada di dalamnya dinilai tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang ada di peraturan pemerintah.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Minggu, 05 Apr 2020 14:42 WIB
PAN dan PKS nilai Permenkes No 9 Tahun 2020 tidak efektif

Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengkritisi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Dia tidak melihat ada aturan yang lebih progresif dari Permenkes tersebut dalam menunjang tugas-tugas penanggulangan virus corona. 

Isi permenkes ini, kata Saleh, lebih pada peneguhan peran menkes dalam penentuan PSBB. Selain itu, ada juga aturan prosedur dan birokrasi penetapan PSBB yang lebih spesifik.

"Setelah membaca semua pasal-pasalnya, saya berkesimpulan bahwa Permenkes ini tidak efektif dalam mengatur kerja-kerja besar perang melawan coronavirus jenis baru. Ketentuan yang ada di dalamnya tidak begitu jauh berbeda dengan apa yang ada di peraturan pemerintah. Yang baru hanya mendetailkan prosedur pengajuan PSBB oleh kepala daerah," kata Saleh dalam keterangan tertulisnya.

Saleh menilai bahwa Permenkes ini terkesan sangat birokratis. "Misalnya, tata cara penetapan PSBB pada bagian ketiga permenkes harus melalui tahapan yang panjang. Dalam penetapan itu, menteri harus membentuk tim melakukan kajian epidemologis, kajian terhadap aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, agama, pertahanan, dan keamanan."

Pelaksanaan kajian itu juga harus berkoordinasi dengan gugus tugas percepatan penanganan Covid-19. Belum selesai di situ, tim kajian ditugaskan untuk memberikan rekomendasi kepada menteri.

"Sepintas, prosedur birokratis seperti itu sangat baik. Tetapi karena panjangnya alur birokrasi, dikhawatirkan akan memperlambat tugas dalam penanganan Covid-19. Sementara, sebagaimana kita ketahui bersama, penyebaran virus ini berlangsung cukup cepat. Tidak menunggu proses birokrasi dan hasil-hasil kajian seperti yang diurai dalam permenkes itu," terang Saleh.

Penetapan PSBB atas usulan kepala daerah pun dinilai terkendala dengan data dan kriteria yang cukup banyak. "Pada Pasal 4, misalnya, disebutkan bahwa permohonan PSBB oleh kepala daerah harus menyertakan data peningkatan jumlah kasus disertai kurva epidemologi, data peta penyebaran menurut waktu, data penyelidikan epidomologi yang menyebutkan telah terjadi penularan generasi kedua dan ketiga."

"Saya khawatir, peraturan pemerintah dan Permenkes PSBB ini hanya akan menjadi dokumen kearifan. Dokumen kearifan yang berada di tempat yang tinggi tetapi tidak terimplementasi di bumi," tutur Saleh.

Sponsored

Dan yang lebih penting, baik di dalam Peraturan Pemerintah No. 21/2020 maupun di dalam Permenkes No. 9/2020 ini tidak ditemukan sanksi bagi yang melanggar. Itu artinya, penetapan PSBB dengan serentetan birokrasinya boleh saja tidak ditaati. "Dan ketidaktaatan itu sebenarnya sudah terjadi dan dapat dilihat di tengah masyarakat."

"Soal kurva epidemologi, memang sekarang ini sudah ada? Seperti apa kurva tersebut? Yang berhak membuatnya siapa? Begitu juga dengan peta penyebarannya. Seperti apa peta penyebaran yang dimaksud? Sejauh ini pemerintah belum pernah merilis secara resmi peta penyebaran. Yang ada hanya penambahan jumlah yang positif dan meninggal saja. Kalau di pusat saja hal itu sulit dikerjakan, saya khawatir, ini malah akan menyulitkan dalam proses penerapan PSBB di daerah," tegas Saleh yang juga Wakil Ketua Fraksi PAN DPR RI.

"Justru, saya melihat bahwa prosedur penetapan PSBB jauh lebih mudah jika diajukan oleh Gugus Tugas. Tidak seperti kepala daerah, pengajuan oleh gugus tugas tidak perlu menyampaikan informasi mengenai kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, serta keamanan. Dalam Permenkes, itu menjadi tugas dari kepala daerah."

Hal senada disampaikan pula oleh anggota Komisi IX dari Fraksi PKS Kurniasih Mufidayati. Dia menyatakan bahwa isi Permenkes Nomor 9 Tahun 2020 terlalu birokratis. 

Aturan ini lebih tepat disebut halangan bagi pemda memakai hak untuk menentukan sikapnya, sebagaimana termaktub dalam Otonomi Daerah (Otda). Harusnya, penetapan PSBB menjadi hak sepenuhnya pemda sesuai status daerahnya masing-masing.

"Saya belum melihat peran Pemerintah Pusat selain urusan persetujuan. Semoga Pemda diberikan wewenang otonomi daerah yang sesungguhnya dalam memberlakukan PSBB sesuai status daerahnya masing-masing," ujar Kurniasih lewat pernyataan tertulis.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid