sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat: Partai Golkar perlu mendorong penolakan amandemen konstitusi

Isu menolak amandemen bisa saja digunakan untuk menaikkan elektabilitas Airlangga.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Kamis, 09 Sep 2021 16:52 WIB
Pengamat: Partai Golkar perlu mendorong penolakan amandemen konstitusi

Sejumlah spanduk  berisikan permintaan agar Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menolak amandemen Undang-Undang 1945, dengan tujuan memperpanjang jabatan presiden menjadi tiga periode muncul di sejumlah lokasi di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Selatan. Spanduk berwarna kuning itu dipasang oleh Aliansi Rakyat untuk Mendukung Demokrasi (ARMED).

Menanggapi itu, pakar komunikasi politik dari Universitas Mercu Buana Afdal Makkuraga mengatakan, amandemen adalah hak konstitusional semua elemen bangsa. Namun, yang perlu diperhatikan ialah urgensi usulan perlu tidaknya amandemen dilaksanakan.

"Menurut pengamatan saya, tidak ada persoalan fundamental yang mendesak sehingga perlu dilaksanakan amandemen UUD 1945," kata Afdal saat dihubungi Alinea.id, Kamis (9/9).

Menurut Afdal, memang secara tersamar partai politik tertentu seperti PDI Perjuangan menginginkan amandemen terkaitan dengan masa jabatan presiden. Kata dia, partai berlambang Banteng moncong putih ini dapat memetik beberapa keuntungan jika amanademen untuk jabatan presiden tiga periode. Di antaranya masih bisa mengusulkan kembali Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon presiden.

"Meski dalam beberapa kesempatan Jokowi menolak. Tetapi kan belum keputusan final," ujarnya.

Sebaliknya, lanjut Afdal, Partai Golkar perlu mendorong untuk menolak amandemen konstitusi. Tentu saja agar dapat mencalonkan Airlangga Hartarto sebagai calon presiden di pemilihan umum (Pemilu 2024). Apalagi dalam sejumlah survei elektabilitas  kandidat, nama Airlangga sudah mulai menanjak, meski secara prosentase masih jauh di bawah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan lain sebagainya.

"Walaupun ini memang masih berkembang karena tergantung dengan koalisi partai-partrai lain," jelasnya.

Afdal menambahkan, isu menolak amandemen bisa saja digunakan untuk menaikkan elektabilitas Airlangga. Namun demikian, ada baiknya Airlangga mendorong isu-isu yang sifatnya bisa mendorong terciptanya opini publik. Apalagi munculnya spanduk Airlangga di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, cenderung terlalu prematur untuk bisa meningkatkan elektabilitas Airlangga.

"Airlangga Hartarto perlu mendorong isu-isu lain yang sifatnya bisa mendorong terciptanya opini publik yang besar. Misalnya kerja-kerja positif Golkar di masa pandemi," katanya.

Sponsored

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Syarief Hasan mengatakan, pihaknya tidak terburu-buru melakukan amandemen UUD 1945, meski isu itu kian gencar diwacanakan. Menurutnya, sejauh ini bahwa belum ada keputusan apapun dari MPR terkait rencana mengubah konstitusi yang kelima tersebut.

"Yang ada adalah pimpinan MPR, sesuai amanah pimpinan MPR sebelumnya melakukam kajian terkait wacana amendemen," kata Syarief dalam sebuah diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/9).

"Kami (MPR) tidak buru-buru untuk memutuskan," sambungnya.

Syarief menegaskan, wacana amendemen UUD 1945 masih dikaji mendalam lantaran banyak aspek yang berpengaruh, termasuk pergeseran sistem ketatanegaraan. Yang pasti, kata Syarief, kajian amendemen hanya sesuai rekomendasi pimpinan MPR periode sebelumnya bahwa yang dilakukan kajian masih terbatas.

"Ini yang jadi pembahasan, jadi trending saat ini menjadi masukan bagi MPR," ujar politikus Partai Demokrat ini.

Menurut Syarief, pimpinan MPR telah sepakat bahwa setelah mendalami wacana amendemen UUD 1945 di Badan Pengkajian, MPR akan melakukan sosialisasi ke masyarakat dan juga stakeholder.

"Kami tidak ingin karena amendemen ini, masyarakat terbelah. Masih banyak hal esensi yang perlu kita pikirkan, termasuk Covid-19," tegasnya.

Berita Lainnya
×
tekid