sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Rasulullah suka banyak anak, MUI: Pemahaman yang salah

MUI menegaskan, perlu perencanaan matang sebelum memutuskan menikah. Keputusan menikah tidak bisa hanya atas pertimbangan asal cocok.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Kamis, 18 Mar 2021 13:47 WIB
Rasulullah suka banyak anak, MUI: Pemahaman yang salah

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Miftachul Akhyar, menyatakan, Islam mengutamakan kesiapan mental sebelum menikah sekalipun tidak membatasi usia calon pengantin. Alasannya, perwakinan dalam Islam bertujuan membangun rumah tangga yang harmonis bahkan hubungan rumah tangga juga keturunannya bukan sekadar pemenuhan persyaratan pernikahan dalam kitab fikih.

Karenanya, dia mengkritik pemahaman keliru dalam menafsirkan hadis riwayat (HR) Nasa'i dan Abu Dawurd tentang pernikahan. Isinya, "Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak anak. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian (sebagai umatku)."

"Beristrilah perempuan-perempuan yang memiliki potensi banyak melahirkan anak, di kelanjutan hadis ini, akan saya banggakan di depan bangsa-bangsa. Tetapi, kenyataannya dipahami secara lahiriah (yang tampak). Pokoknya banyak anak, berkualitas atau tidak berkualitas, Rasulullah senang yang penting banyak anak. Ini sebuah pemahaman yang salah," ucapnya dalam telekonferensi, Kamis (18/3).

Menurut Akhyar, perencanaan untuk memutuskan perkawinan memiliki peran penting. Keputusan menikah tidak bisa hanya atas pertimbangan asal cocok, apalagi kini banyak pernikahan usia dini.

Dirinya berpendapat, tren pernikahan dini dipengaruhi tontonan. “Mungkin karena banyak tontonan-tontonan yang mestinya itu dilihat oleh usia-usia dewasa, tetapi sudah dinikmati oleh anak-anak."

Pernikahan dini, sambungnya, juga dipengaruhi faktor lainnya. "Ini kewajiban kita bersama, kewajiban pemerintah untuk mengamati apa penyebab mereka ada peningkatan,” ujar Akhyar.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin sebelumnya meminta konseling pranikah digalakkan kembali menyusul tingginya angka perceraian. "Apabila diperlukan dibuatkan aturan bagi calon pasangan perkawinan harus lulus kelas konseling pranikah, baru boleh menikah. Ini supaya dia siap betul," usulnya.

Kelas konseling pranikah bakal mengajarkan hal-hal krusial terkait tujuan perkawinan, hak dan kewajiban suami-istri, bagaimana memahami pasangan, seluk-beluk kesehatan reproduksi, hingga kesehatan ibu hamil dan anak.

Sponsored

Ma'ruf mendorong demikian lantaran kesiapan pernikahan bukan hanya terkait kematangan fisik belaka, tidak hanya merujuk usia. Namun, harus pula mempertimbangkan kesiapan mental dalam perencanaan pernikahan.

Berita Lainnya
×
tekid