sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak ragu menindak pelanggar protokol kesehatan

Sejak September hingga November, aparat gabungan Polri, TNI, dan Satpol PP sudah menindak jutaan pelanggar protokol kesehatan.

Ayu mumpuni Marselinus Gual
Ayu mumpuni | Marselinus Gual Sabtu, 28 Nov 2020 05:22 WIB
Tak ragu menindak pelanggar protokol kesehatan

Hari itu, Ivan merasa nasibnya sedang sial. Pemuda berusia 21 tahun asal Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut dihadang petugas Satpol PP lantaran tidak mengenakan masker, ketika baru saja keluar dari indekosnya di Johar Baru, Jakarta Pusat. Ia dibawa ke posko, tak jauh dari tempat indekosnya.

Meski berdalih baru sekali tidak mengenakan masker, ia terpaksa menerima sanksi sosial. Petugas lalu memberikannya rompi oranye. Bersama beberapa pelanggar protokol kesehatan lain, Ivan diperintahkan menyapu jalan dan membersihkan got sekitar Kantor Kelurahan Johar Baru. Hukuman itu diberikan selama satu jam.

"Saya anak kos. Saya tidak mau bayar denda Rp250.000, makanya saya ikut kerja sosial," kata Ivan saat berbincang dengan reporter Alinea.id, Selasa (24/11).

Ivan mengakui sanksi yang ia terima tidak berat. Namun, ia merasa malu karena saat menjalani sanksi sosial direkam rekannya.

"Video itu tersebar di grup WhatsApp. Saya kapok, saya merasa malu," katanya.

Ia pun mempertanyakan penerapan sanksi pelanggar protokol kesehatan yang masih setengah hati. Menurutnya, banyak pelanggar protokol kesehatan yang tak ditindak.

“Banyak warga tak mengenakan masker dan kumpul-kumpul di kafe. Saya yang baru sekali tak mengenakan masker, langsung ditindak,” kata dia.

Jutaan penindakan

Sponsored

Kepala Satpol PP Jakarta Barat Tamo Sijabat mengatakan, hingga Selasa (24/11) ada 23.000-an orang yang terjaring Operasi Yustisi karena melanggar protokol kesehatan. Pengendara mobil yang tak memakai masker termasuk sebagai pelanggar protokol kesehatan terbanyak.

"80% pelanggar yang terjaring merupakan anak muda," kata Tamo saat dikonfirmasi, Rabu (25/11).

Para pelanggar itu diberi sanksi berupa kerja sosial dan denda administratif. Pihaknya juga sudah mengumpulkan total Rp1,5 miliar uang denda pelanggar protokol kesehatan—Rp800 juta dari warga yang tak mengenakan masker, sisanya dari tempat-tempat usaha yang tak memenuhi protokol kesehatan.

Semasa pandemi Covid-19, aparat gabungan Polri, TNI, dan Satpol PP masih terus mengawasi dan menindak pelanggar protokol kesehatan. Berdasarkan data Biro Pengendalian Operasi Polri, selama Operasi Yustisi di 34 polda seluruh Indonesia sejak 14 September hingga 23 November 2020, tercatat ada 13.016.520 pelanggar protokol kesehatan yang ditindak dengan teguran lisan dan tertulis. Sebanyak 96.558 disanksi denda.

Selain itu, ada 1.992 penutupan sementara tempat usaha. Tercatat pula, empat orang disanksi kurungan. Total Operasi Yustisi di periode tersebut sebanyak 2.728.029, dengan sasaran 16.924.252 orang, 2.005.609 tempat, dan 2.438.272 kegiatan.

Provinsi Jawa Timur menempati posisi paling tinggi pelanggaran protokol kesehatan. Selama periode tadi, ada 3.119.182 teguran lisan, 719.670 teguran tertulis, empat kurungan, dan 71.595 denda administrasi. Sanksi penghentian atau penutupan sementara tempat usaha ditempati Jakarta dengan 981 pelanggaran.

Kapolri Jenderal Idham Azis pun sudah menerbitkan beberapa maklumat terkait kepatuhan dan tindakan terhadap pelanggar protokol kesehatan. Misalnya, Maklumat Kapolri Nomor MAK/2/III/2020 Tahun 2020 tentang Kepatuhan terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Covid-19, terbit pada 19 Maret 2020. Maklumat itu sudah dicabut pada 25 Juni 2020 seiring penerapan kenormalan baru.

Kemudian, pada 21 September terbit Maklumat Kapolri Nomor Mak/3/IX/2020 tentang Kepatuhan terhadap Protokol Kesehatan dalam Pelaksanaan Pilkada Serentak 2020. Lalu, Surat Telegram Kapolri Nomor ST/3220/XI/KES.7./2020 tentang Pedoman Penegakan Hukum terhadap Pelanggar Protokol Kesehatan, terbit pada 16 November 2020.

Akan tetapi, masalah penegakan protokol kesehatan kembali menjadi perhatian setelah pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab pulang ke Indonesia pada 10 November lalu. Terjadi kerumunan di acara yang dihadiri simpatisan Rizieq di beberapa lokasi.

Pelanggar PSBB dijatuhi sanksi sosial dengan menyapu jalanan di Tanah Abang, Jakarta, Rabu (13/5/2020). Foto Antara/Akbar Nugroho Gumay.

Salah satunya acara maulid Nabi Muhammad SAW dan pernikahan putri Rizieq di Petamburan, Jakarta Pusat pada 14 November. Dianggap melanggar protokol kesehatan, Satpol PP DKI pun memberi sanksi denda Rp50 juta.

Lalu, pada 16 November, Kapolri Jenderal Idham Azis mencopot Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi. Diikuti pencopotan Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Heru Novianto dan Kapolres Bogor AKBP Roland Rolandy.

Di luar kasus tersebut, di beberapa daerah penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan diterapkan. Misalnya, pesta di tempat wisata air Hairos Water Park di Deli Serdang pada 28 September, yang menyeret General Manager Hairos Water Park sebagai tersangka.

Kemudian, konser dangdut dalam sebuat hajatan di Tegal, Jawa Tengah, pada 23 September. Kasus itu menyeret Wakil Ketua DPRD Tegal Wasmad Edi Susilo, yang punya acara, sebagai tersangka karena melanggar Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Harus tegas menindak

Terkait pelanggaran protokol kesehatan kerumunan acara Rizieq Shihab di Petamburan, Polda Metro Jaya akan segera memanggil beberapa saksi. Menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran, pemanggilan saksi dilakukan untuk menindaklanjuti proses hukum usai kasus itu dinyatakan naik ke penyidikan.

"Penyidik yang menangani kasus kerumunan akad nikah di Petamburan berdasarkan hasil penyelidikan sudah ditemukan adanya perbuatan pidana, sehingga naik sidik," kata Fadil di Polda Metro Jaya, Jakarta, Jumat (27/11).

Sementara itu, menurut Kepala bidang Hubungan Masyarakat Polda Jawa Timur Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, jika melihat data memang jumlah pelanggar protokol kesehatan terkesan banyak. Namun, bila dibandingkan dengan jumlah penduduk se-Jawa Timur, masih tergolong kecil.

"Jumlah penduduk se-Jawa Timur itu sekitar 40 jutaan. Artinya, masyarakat pada hakikatnya disiplin di Jawa Timur," kata Trunoyudo saat dihubungi, Kamis (25/11).

Trunoyudo mengatakan, masyarakat semakin terbiasa dengan penerapan protokol kesehatan. Akan tetapi, aparat gabungan tetap harus melakukan beberapa upaya meningkatkan kepatuhan tersebut.

Terkait dengan pelanggar protokol kesehatan yang mendapat sanksi kurungan, Trunoyudo menyebut, hukuman itu diberikan karena pelaku tak mau menjalankan sanksi sosial dan denda.

“Empat orang tersebut akhirnya ditetapkan sebagai tersangka atas pelanggaran protokol itu,” ujarnya.

Pengendara motor pelanggar protokol kesehatan terjaring razia Satpol PP di Kabupaten Sragen, Jateng, Kamis (23/7/2020)./Foto dokumentasi Pemkab Sragen.

Ia menuturkan, dalam memberikan sanksi kurungan, penyidik tetap memproses hingga persidangan. Durasi kurungan bagi pelaku, kata dia, disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah.

Lebih lanjut, Trunoyudo mengatakan, di wilayah Jawa Timur nyaris semua sektor sudah digalakan program tangguh sebagai model daerah taat protokol kesehatan. Aparat gabungan juga menggandeng beberapa komunitas untuk menjadi duta kepatuhan protokol kesehatan.

Di Sumatera Utara, berdasarkan data Biro Pengendalian Operasi Polri, ada beberapa orang yang mendapat sanksi kurungan karena melanggar protokol kesehatan pada Oktober lalu.

Kepala bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumatera Utara Kombes Tatan Dirsan Atmaja menjelaskan, para pelanggar protokol kesehatan yang disanksi kurungan itu tak menjalani hukuman penjara, usai melewati proses persidangan.

"Kalau berdasarkan aturan perundang-undangan kan di bawah lima tahun tidak ditahan. Ini mereka di bawah satu tahun bahkan, tetapi tetap sebagai tersangka," ucap Tatan saat dihubungi, Jumat (27/11).

Tatan mengatakan, di Sumatera Utara jenis pelanggaran yang paling banyak dilakukan adalah tak mengenakan masker. Pengelola kafe juga termasuk banyak melanggar protokol kesehatan. Pengunjungnya kerap tak mengenakan masker dan tak menjaga jarak.

"Ada juga yang harusnya ada batas pengunjungnya, tetapi penuh melebihi kapasitas," ucap Tatan.

Menurut komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti, penerapan sanksi pelanggar protokol kesehatan merupakan bagian dari upaya meningkatkan kesadaran pencegahan penularan Covid-19.

Hal itu sesuai dengan mandat Presiden Joko Widodo dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19.

“Polri dan TNI bertugas memberikan dukungan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan pelaksanaan protokol kesehatan di tengah masyarakat,” katanya saat dihubungi, Selasa (24/11).

Poengky mengatakan, ada tigal hal yang ditempuh sesuai aturan dalam Inpres 6/2020, yakni bersifat preventif, preemtif, dan penegakan hukum. Preventif adalah memberikan imbauan kepada warga untuk mengenakan masker dan menerapkan protokol kesehatan. Preemif merupakan kegiatan patroli di ruang publik, menjaga jangan sampai ada pelanggaran protokol kesehatan.

Infografik penindakan protokol kesehatan. Alinea.id/Oky Diaz.

"Penegakan hukum adalah upaya terakhir, jika ada orang yang nekat melanggar meski sudah diingatkan," kata Poengky.

“Sinergi Polri-TNI dan pemerintah sudah cukup baik.”

Meski begitu, Poengky memberikan catatan. Ia menilai, Polri dan TNI masih terlihat gamang menindak tegas pelanggar protokol kesehatan. Ia mencontohkan kerumunan simpatisan pentolan FPI Rizieq Shihab beberapa waktu lalu.

"Hal seperti ini tidak boleh terjadi lagi. Pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jabar harus menjadi peringatan semua kepala satuan wilayah untuk bertindak lebih tegas," tuturnya.

Poengky berharap, Polri dan TNI tidak tebang pilih dan lebih tegas terhadap pelanggar protokol kesehatan.

"Tidak boleh ragu dan tebang pilih dalam menegakkan hukum," ujar dia. "Apalagi saat ini bersamaan dengan tahapan pilkada.”

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid