sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak usah tergesa membuka sekolah

Kesiapan sarana penunjang protokol kesehatan dan tingkat penularan Covid-19 yang tinggi, jadi pertimbangan pembelajaran tatap muka.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Rabu, 09 Des 2020 20:34 WIB
Tak usah tergesa membuka sekolah

Wakil Kepala Sekolah SDN Palmerah 15, Jakarta Barat, Ferina Asih Kurniasari merasa waswas dengan wacana pembelajaran tatap muka pada Januari 2021. Ia mengaku belum merancang model pembelajaran yang aman, sesuai protokol kesehatan.

“Karena kami masih menyelesaikan catatan penilaian akhir siswa,” kata dia saat dihubungi repoter Alinea.id, Senin (9/12).

Menurut Ferina, selama ini guru dan murid sudah terbiasa dengan pembelajaran jarak jauh secara daring. Meski sebulan terakhir, sebagian guru mengeluh karena kendala teknis. Rencana kembali ke sekolah, diakui Ferina, akan membuat guru dan siswa kembali menyesuaikan diri.

Fasilitas untuk cuci tangan dan sarana kesehatan di SDN Palmerah 15, masih terbatas. Anggaran sekolah, menjadi kendala utama mempersiapkan fasilitas tersebut.

“Mudah-mudahan dari dinas pendidikan ada penjelasan, juga dukungan lain seperti apa saja kebutuhan teknis untuk memastikan PTM (pembelajaran tatap muka) berjalan lancar,” ujarnya.

Ferina dan para guru SDN Palmerah 15 berencana membahas persiapan detail terkait rencana pembelajaran tatap muka. Ia belum tahu, apakah orang tua murid setuju.

Kondisi berbeda ada di SD Tarsisius 2 Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Menurut Kepala Sekolah SD Tarsisius 2, Cecilia Estiarini, di sekolah ini sudah ada wastafel di beberapa titik halaman sekolah. Kini, pengelola sekolah tinggal menambah sarana lain untuk memenuhi syarat protokol kesehatan.

Selain wastafel, sekolah ini akan dilengkapi dengan video simulasi penerapan protokol kesehatan. Lalu, bakal dirancang ketentuan jalur masuk dan keluar sekolah untuk mencegah kerumunan.

Sponsored

“Kami akan menempel tanda-tanda petunjuk arah, juga menambah wastafel di depan ruang-ruang kelas,” katanya saat ditemui di SD Tarsisius 2, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Selasa (8/12).

Akan tetapi, setelah disebar kuesioner kepada orang tua murid terhadap rencana pembelajaran tatap muka, hanya seorang saja yang sepakat. Alasan orang tua tak setuju karena khawatir anaknya tertular di sekolah.

“Tapi mereka juga sudah banyak kewalahan mendampingi anaknya di rumah. Dilematis jadinya,” kata Cecilia.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), tahun ajaran 2019/2020 ada 25.203.371 siswa SD di seluruh Indonesia. Jumlah SD sebanyak 149.435, dengan 1.112.993 ruang kelas. Di sekolah-sekolah itu, terdapat 556.969 kepala sekolah dan guru, serta 91.123 tenaga kependidikan. Jumlah SMP seluruh Indonesia sebanyak 40.559. Sedangkan jumlah SMA sebanyak 13.944 dan SMK sebanyak 14.301.

Pertimbangan pemerintah

Walau kasus Covid-19 di Indonesia masih tinggi, melalui keterangan secara daring di kanal YouTube Kemendikbud pada 20 November lalu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim memperbolehkan sekolah kembali dibuka pada Januari 2021.

“Pembelajaran tatap muka sifatnya diperbolehkan, bukan wajib,” kata Nadiem. Siswa dan guru bisa kembali belajar di sekolah setelah ada keputusan dari pemerintah daerah, kepala sekolah, dan orang tua murid.

Dirjen Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud Jumeri mengatakan, wacana pembelajaran tatap muka dilandasi banyaknya kendala pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Di samping kendala teknis, ia menyebut, belajar secara daring berdampak buruk bagi tumbuh kembang anak.

“Semua sudah ditentukan berdasarkan analisis menyeluruh kami di Kemendikbud,” ujar Jumeri saat dihubungi, Selasa (8/12).

Sebelum dibuka, setiap sekolah dan pemerintah daerah harus memastikan ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, akses pelayanan kesehatan, kewajiban mengenakan masker, dan memiliki alat pengukur suhu tubuh.

Di samping itu, Jumeri mengatakan, diperlukan sistem pemetaan siswa dan guru yang punya komorbid. Sistem pemetaan ini juga penting untuk mengecek siswa dan guru yang tak punya akses terhadap transportasi yang aman dan riwayat kontak dengan orang yang terinfeksi virus.

“Terpenting, saat sekolah dibuka lagi, pelaksanaannya mengutamakan kesehatan dan keselamatan,” tuturnya.

Beberapa negara sudah membuka sekolah, meski pandemi entah kapan berakhir. Misalnya di Singapura. Negara tetangga Indonesia tersebut sudah memulai kebijakan pembelajaran tatap muka sejak 2 Juni lalu.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim menyampaikan Program dan Kebijakan Pendidikan Tinggi bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Belajar di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020). /Foto Antara/Aprillio Akbar.

Dilansir dari The Straits Times edisi 19 Mei 2020, sebelum sekolah dibuka, pemerintah setempat menyebarkan informasi kebijakan tersebut kepada semua warga lewat WhatsApp. Singapura termasuk siap menjalankan kebijakan ini.

Para guru menjalani tes usap (swab test) sebelum mengajar di sekolah. Jumlah siswa dibatasi, masuk bergilir setiap hari. Siswa dan guru diwajibkan memakai masker atau pelindung wajah.

Ruang belajar dan fasilitas yang sering disentuh dibersihkan secara teratur.Selain itu, dilakukan pengukuran suhu tubuh setiap hari dan peralatan belajar tak diizinkan saling pinjam antarsiswa.

Adapun di Jepang, menurut CBS News edisi 5 September 2020, salah satu SD di bagian utara Tokyo, yakni Kanamachi Elementary School, sudah mulai kegiatan pembelajaran tatap muka. Selain kewajiban mengenakan masker, di setiap meja belajar dipasang pelindung berupa plastik transparan.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo menyayangkan respons dinas pendidikan tingkat provinsi yang lamban memastikan kesiapan pembelajaran tatap muka di sekolah-sekolah, usai ada keputusan dari pemerintah pusat.

“Dinas pendidikan harus terjun ke wilayahnya. Jika ada sekolah yang tidak siap, bisa didorong untuk lebih siap,” tuturnya saat dihubungi, Selasa (8/12).

Sosialisasi standar operasional pembelajaran tatap muka, kata Heru, juga harus disebar dinas pendidikan tingkat provinsi ke setiap sekolah. Pengawasan yang lemah terhadap pelaksanaan belajar di sekolah, dikhawatirkan Heru, rentan penularan Covid-19.

“Harus saling mendukung, guru melindungi para siswa, orang tua melindungi anaknya,” kata dia.

Heru pesimis, pembukaan sekolah bisa berjalan lancar. Ia waswas, bakal tumbuh kasus baru. Ia pun menyarankan, pembelajaran tatap muka di provinsi dan kabupaten/kota yang menggelar Pilkasa Serentak 2020 ditunda.

“Ini akan sangat berbahaya. Misal orangtua yang terpapar akibat kampanye dan euforia hasil pilkada itu akan menularkannya ke anak,” katanya.

“Lalu saat PTM, penularan dari siswa ke guru. Maka akan muncul klaster baru.”

Jika tak siap, ditunda dahulu

Murid memberikan salam kepada guru dengan membungkuk dan melipat tangan sebelum memasuki kelas di SDK Santa Maria, Banyuwangi, Jawa Timur, Senin (9/3/2020). Foto Antara/Budi Candra Setya.

Mempertimbangkan ketidaksiapan sebagian besar sekolah dengan sarana pendukung protokol kesehatan, komisioner bidang pendidikan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyarankan pembukaan sekolah ditunda.

Dari hasil survei lapangan KPAI selama enam bulan terhadap 49 sekolah, hanya 16,32% yang siap. Sisanya, sebesar 83,68% belum siap.

Sekolah yang dipantau tersebar di delapan provinsi, yakni Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Yogyakarta, Banten, dan Jakarta. Ketidaksiapan itu berkaitan dengan minimnya pemahaman pengelola sekolah terhadap standar operasional pembelajaran yang mengacu pada adaptasi kebiasaan baru.

“Yang kami pantau itu pun sekolah-sekolah unggulan dan sudah bagus sarana-prasarananya,” kata Retno saat dihubungi, Selasa (8/12).

Kondisi keterbatasan sekolah menerapkan protokol kesehatan, salah satunya tak punya tempat isolasi untuk siswa atau guru yang memiliki suhu tubuh di atas normal. “Hanya 8% sekolah yang punya ruang isolasi sementara,” ujarnya.

Selain itu, setiap sekolah harus memiliki bilik disinfektasi dan tempat cuci tangan di dekat gerbang masuk. Wastafel di dekat ruang kelas dan jam khusus siswa untuk mencuci tangan bersama, menurut Retno, juga penting. Seluruh pendidik pun wajib menjalani tes usap terlebih dahulu, sebelum menjalankan pembelajaran di kelas.

Segala kebutuhan tersebut, ujar Retno, membutuhkan anggaran yang tak sedikit. Dukungan APBN dan APBD di luar alokasi dana bantuan operasional sekolah (BOS), sangat penting.

“Dari logika kesiapan, ini semua butuh waktu lebih dari sebulan. Sekolah yang bisa atau siap menyelenggarakan PTM pun tetap harus melihat kondisi tingkat kasus penularan di daerahnya. Kalau tinggi, sebaiknya jangan,” tuturnya.

Kelemahan peran dinas pendidikan dan dinas kesehatan di daerah juga disorot Retno. Katanya, perihal kesiapan sarana dan prosedur pembelajaran tatap muka, belum ada kerja sama yang baik antarinstansi itu.

Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair), Windhu Purnomo mengatakan, tingkat keamanan pembelajaran tatap muka tergantung dari perkembangan kasus penularan dan tingkat kematian akibat Covid-19 di setiap daerah.

Menurutnya, di Jawa Timur dengan angka kematian 7,1% atau lebih tinggi daripada tingkat mortalitas nasional, harus mewaspadai rencana pembukaan sekolah. Mengacu peta epidemiologi tingkat risiko setiap kabupaten/kota per 7 Desember 2020, Windhu menjelaskan, jumlah kasus penularan Covid-19 di Indonesia cenderung terus meningkat.

Di samping itu, sebesar 80% lebih wilayah Indonesia, tergolong zona oranye dan merah. Hanya 17% wilayah yang punya risiko kecil dan relatif aman dari bahaya penularan.

“Sebaiknya hati-hati dengan rencana ini,” ujarnya dalam diskusi daring “Persiapan Penyelenggaraan Pembelajaran pada Semester Genap TA 2020/2021”, Selasa (8/12).

Infografik sekolah di tengah pandemi. Alinea.id/Bagus Priyo.

Dihubungi terpisah, pengamat pendidikan Darmaningtyas memandang, mengubah perilaku kebiasaan baru memerlukan proses yang cukup berat bagi peserta didik. Langkah awal yang harus diterapkan adalah orang tua aktif memberikan contoh.

“Harus memakai masker, misalnya. Guru, dosen, tokoh-tokoh, harus menjadi teladan,” tuturnya saat dihubungi, Rabu (9/12).

“Sebab anak-anak melihat orang dewasa sebagai model. Tidak cukup dengan ucapan saja.”

Ia menyarankan, sebelum membuka sekolah, pemerintah daerah dan dinas pendidikan sebaiknya menggelar forum dengan pengelola sekolah untuk membahas persiapan dan evaluasi.

“Tidak usah buru-buru, daripada terjadi risiko lebih besar di anak-anak,” katanya.

Berita Lainnya
×
tekid