sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Upaya menghancurkan bangsa lewat penyelundupan narkoba

Sukses pengungkapan, penangkapan bandar dan penyitaan barang bukti narkoba oleh penegak hukum, sejatinya hanya sebagai pemadam kebakaran.

Mona Tobing
Mona Tobing Senin, 05 Mar 2018 07:00 WIB
Upaya menghancurkan bangsa lewat penyelundupan narkoba

Keberhasilan mengungkap penyelundupan sabu-sabu seberat 1,6 ton di Kepulauan Riau melegakan masyarakat. Tetapi, terbesit rasa khawatir dan keprihatinan bahwa pengiriman barang haram sebanyak itu mengindikasikan bahwa ceruk pasar di Indonesia demikian besar.

Laporan dari Antara menyebut besarnya pangsa pasar menjadi alasan bagi pelaku yang terlibat dalam jaringan perdagangan ini mengirim barang dalam jumlah sangat banyak. Pemahamannya sederhana bahwa dalam teori dan praktik perdagangan, mana mungkin mengirim barang apalagi dalam jumlah besar untuk suatu wilayah kalau pasarnya belum jelas.

Inilah jawaban dari penilaian bahwa ceruk pasar narkoba di Indonesia yang demikian besar sehingga menggiurkan bandar dan jaringan internasional untuk memasok barang sebanyak-banyaknya. Kalau pasarnya besar, pedagang dan pemasok pastinya yakin tidak akan rugi karena pasar sudah jelas dan sudah pula di tangan atau dikuasai.

Hal lain yang relevan dicermati dari pengiriman barang sebanyak itu adalah koordinasi dan pertahanan aparat keamanan, jaringan yang kuat dan mapan. Serta, ketahanan masyarakat yang diyakini oleh pelaku bisnis ini bisa dibobol. Penyelundupan sabu-sabu dalam jumlah ton itu tampaknya mengharuskan semua pihak mengoreksi, introspeksi, dan mengevaluasi atas hal-hal tersebut.

Indonesia sudah dinyatakan darurat narkoba dan hukuman mati telah dilakukan terhadap gembongnya. Namun, seolah dunia narkotika belum terpengaruh dengan pernyataan darurat. Begitu juga pernyataan perang terhadap narkoba sering disampaikan berbagai pihak, namun pengiriman dalam jumlah ton itu menunjukkan bahwa pernyataan perang belum ada pengaruh signifikan terhadap minat gembong internasional menghentikan pengiriman barangnya ke Indonesia.

Perang candu

Di sisi lain mengingat daya rusaknya yang dahsyat, pengiriman sabu-sabu dalam jumlah banyak sekali itu juga menimbulkan dugaan dan pertanyaan. Apa iya cuma sekadar bisnis atau ada motif lain? Misalnya, motif politik untuk tujuan menghancurkan bangsa atau negara kemudian menguasainya.

Terhadap pertanyaan kritis seperti itu, sebagian pihak telah menyampaikan kekhawatiran mengenai perang candu. Sebagian lainnya menyebutnya sebagai perang proxy.

Sponsored

Perang candu atau perang opium dan juga disebut perang Anglo-China berlangsung pada 1839-1842 dan 1856-1860. Sebagai klimaks dari sengketa perdagangan antara China di bawah Dinasti Qing dengan Britania Raya atau Inggris. Penyelundupan opium Britania dari India ke China dan usaha pemerintah setempat menerapkan hukum obat-obatannya menyebabkan konflik militer.

Di samping itu, dilatarbelakangi defisit anggaran Inggris terhadap China. Bersamaan dengan konflik militer, penyelundupan opium dari India oleh Inggris dilakukan dalam jumlah berton-ton ke China. Saat itu, China juga dianggap telah melakukan aksi campur tangan dalam urusan ekonomi, sosial, dan politik Inggris.

Perang candu pertama kali terjadi pada 1839 yang kemudian berakhir pada 1842. Perang candu kedua terjadi pada 1856 yang juga dikenal sebagai perang panah atau perang Anglo-Prancis di China.

Dalam perang candu, kekuatan asing selalu menang dan mendapatkan hak komersial serta izin berdagang di China. China kalah dalam dua perang ini sehingga Perjanjian Nanjing dan Perjanjian Tianjin ditandatangani.

Akibat perang ini, Hong Kong diserahkan kepada Britania Raya. Pada September 1984 setelah bertahun-tahun perundingan, Inggris dan China akhirnya menandatangani sebuah perjanjian formal yang menyetujui pengembalian.

Inggris mengembalikan Hong Kong pada 1 Juli 1997 setelah lebih 150 tahun dikuasai. Penyerahan Hong Kong kepada Inggris berlangsung pada 20 Januari 1841.

Lantas apakah perang candu sedang terjadi di Indonesia? Apa pula yang sedang terjadi pada bangsa ini ketika berbagai upaya telah dilakukan namun penyelundupan dan penyalahgunaan narkoba, termasuk sabu-sabu sangat sering terjadi?

Pertanyaan-pertanyaan kritis seperti itu patut direnungkan dan menjadi introspeksi semua pihak, kemudian bersama-sama menghalau peredaran barang-barang haram tersebut dengan komitmen dan sikap konsisten. Apalagi sudah ditegaskan berulang-ulang bahwa Indonesia sedang dalam kondisi darurat narkoba.

Sebegitu ampuhnya teknik pemasaran narkoba sehingga seperti sulit sekali diberantas. Aparat keamanan tampak telah, sedang dan diyakini terus bekerja keras untuk memberantas narkoba. Namun, selalu saja ditemukan kasus baru, bahkan jenis dan bentuk baru narkoba ditemukan.

Pemasaran dan jaringan yang sangat tertutup dan mapan sehingga tidak mudah mengungkap aktor-aktornya. Berdasarkan keterangan para pelaku yang ditangkap pihak kepolisian, salah satu teknik memasarkan narkoba ini dilakukan melalui pertemanan.

Pertemanan atau teman dekatlah yang sering mengarahkan perilaku seseorang untuk mengenal narkoba. Maka berhati-hati dalam pertemanan adalah sikap terbaik sebagai antisipasi agar tidak terjerumus pada narkoba, apalagi berbagai jenis narkoba terus muncul. 

Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam uraiannya di artikel yang sudah dipublikasikan menyebutkan berbagai metode diciptakan dan dikembangkan oleh jaringan sindikat narkoba untuk mempertahankan kesinambungan pasar atau konsumen. Salah satunya dengan metode regenerasi pasar.

Metode ini diimplementasikan dengan cara mencekoki anak-anak usia dini dengan narkoba yang dikamuflasekan di dalam makanan atau permen (candy). Tujuannya agar sejak usia dini sudah aktif menjadi pengguna narkoba (secara tidak disadari) sehingga tubuhnya akan mengalami toleransi terhadap narkoba dan psikologis serta mentalnya akan mengalami adiksi atau ketergantungan.

Sasarannya adalah usia remaja atau dewasa nanti yang bersangkutan akan menjadi pengguna aktif atau pencandu narkoba dan menjadi pangsa pasar potensial peredaran gelap narkoba.

Perang candu di China pada 1840-1842 adalah bukti nyata bahwa narkoba sangat ampuh digunakan sebagai alat (kekuatan terselubung) untuk menguasai negara lain.

Pemadam kebakaran

Berpikir analogi dengan perang candu yang terjadi pada pertengahan abad 18-19 tersebut, rasanya jadi masuk akal apabila ada beberapa orang yang punya analisis jangan-jangan Indonesia sedang mengalami serangan dari negara lain dengan menggunakan narkoba sebagai senjata atau alat untuk menghancurkan kekuatan dan kedaulatan bangsa Indonesia atau istilah kerennya sebagai proxy war atau perang asimetris.

Negara lain sudah dengan sangat matang perencanaannya untuk menguasai Indonesia, tetapi tragisnya bangsa Indonesia sendiri tidak merasakan apa-apa atau tidak menyadari adanya serangan tersebut.

Buktinya, suplai narkoba sebegitu besarnya, angka pengguna sebegitu banyaknya mencapai lebih dari lima juta orang data pada 2015, kematian 40-50 orang tiap hari akibat mengonsumsi narkoba. Tetapi rasanya hanya Polri, BNN, dan Bea Cukai yang concern dan bekerja keras memberantas penyelundupan narkoba.

Kesuksesan pengungkapan, penangkapan bandar, dan penyitaan barang bukti narkoba oleh lembaga tersebut sejatinya hanya sebagai pemadam kebakaran manakala demand atau permintaan tidak tertangani dengan baik dan semua pihak terkait gagal mengendalikan laju pertumbuhannya.

Bagaimana dengan lembaga pemerintah yang lain? Bagaimana dengan elemen bangsa yang lain? Apakah sudah berkontribusi nyata? Jawabnya, masyarakat bisa menilai sendiri.

Ironisnya lagi, Presiden Joko Widodo sudah berulang kali menyatakan darurat narkoba, tetapi direspons dengan biasa-biasa saja. Akankah Bangsa Indonesia menjadi kelinci percobaan negara-negara lain dalam mengaplikasikan metode perang candu pada era modern ini? Jawabnya ada pada benak pikiran masing-masing.

Selain motivasi proxy war sebagaimana telah diuraikan, keuntungan finansial yang luar biasa besarnya juga memotivasi sindikat narkoba menjalankan bisnisnya. Keuntungan finansial yang luar biasa besarnya tersebut dapat digunakan untuk mendukung berbagai kegiatan, termasuk kegiatan berbagai agenda politik atau kegiatan terorisme (narco-terrorism).

Agenda yang manakah yang tengah terjadi di Indonesia dewasa ini ? Jawabnya masih diperlukan kajian yang mendalam terkait dengan fakta-fakta yang tengah terjadi dewasa ini karena Indonesia negara yang amat sangat kaya raya sumber daya alam.

Berita Lainnya
×
tekid