sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Paranoid rezim diktator Eritrea gagalkan timnasnya di kualifikasi Piala Dunia 2026

Laki-laki berusia antara 18 dan 60 tahun dan perempuan berusia antara 18 dan 27 tahun dipaksa untuk bertugas di militer atau dinas nasional.

Fitra Iskandar
Fitra Iskandar Jumat, 17 Nov 2023 11:10 WIB
Paranoid rezim diktator Eritrea gagalkan timnasnya di kualifikasi Piala Dunia 2026

Pemerintah Eritrea menaruh curiga yang besar terhadap para pemain timnas sepakbolanya. Paranoid, dan tidak mau diakali, pemerintah negeri di Afrika timur itu sampai tega mengorbankan kehidupan sepakbola mereka.

Negara tetangga Sudan, Ethiopia dan Jiburi tersebut tanpa basa-basi melarang timnasnya untuk tampil di kualifikasi Piala Dunia 2026. Mau tidak mau Eritrea pun harus mundur. 

Dalam kualifikasi Piala Dunia zona Afrika, Eritrea tergabung di Grup E bersama Maroko, Zambia, Kongo, Tanzania dan Niger.

FIFA dan CAF pun telah mengonfirmasi bahwa Federasi Sepak Bola Nasional Eritrea telah mengundurkan diri dari kompetisi pendahuluan Piala Dunia FIFA 2026 tersebut. 

"Seluruh pertandingan Eritrea dibatalkan, sedangkan sisa jadwal pertandingan Grup E tetap tidak berubah," tulis FIFA dalam keterangannya.

Pernyataan bersama dari FIFA dan Konfederasi Sepak Bola Afrika (Caf)   mengatakan bahwa “semua pertandingan Eritrea telah dibatalkan”, beberapa hari sebelum mereka dijadwalkan melakukan perjalanan untuk menghadapi Maroko pada pertandingan pertama mereka. Namun mereka tidak memberikan penjelasan.

Federasi Sepak Bola Nasional Eritrea (ENFF) belum memberikan komentar tetapi diketahui bahwa para pemain yang berbasis di dalam negeri telah mempersiapkan dua pertandingan pembuka kampanye kualifikasi mereka selama tiga bulan sebelum diberitahu pada akhir Oktober bahwa mereka tidak akan ambil bagian.

Beberapa anggota ENFF diyakini telah berusaha meyakinkan kementerian olahraga dan kebudayaan untuk memberikan lampu hijau kepada tim untuk bermain tetapi ditolak oleh Zemede Tekle, komisaris olahraga dan kebudayaan, yang mengawasi federasi.

Sponsored

Menurut beberapa sumber yang dekat dengan skuad, alasan utama pelarangan itu adalah untuk mencegah para pemain memanfaatkan jadwal pertandingan tim nasional di luar negeri untuk melarikan diri dan meminta suaka politik dari rezim opresif presiden Eritrea, Isaias Afwerki, yang memberlakukan wajib militer seumur hidup pada banyak orang.

Laki-laki berusia antara 18 dan 60 tahun dan perempuan berusia antara 18 dan 27 tahun dipaksa untuk bertugas di militer atau dinas nasional. Sejak November 2020, mereka dipaksa untuk ambil bagian dalam perang saudara di Tigray, dan pengungsi Eritrea yang tinggal di kamp-kamp di provinsi utara Ethiopia ditembak atau dideportasi kembali ke Eritrea oleh tentara Eritrea. 

“Ini memilukan,” kata salah satu sumber. “Mereka membunuh sepak bola Eritrea. Tidak mudah bagi para pemain untuk meminta penjelasan. Mereka mungkin mengirim Anda ke penjara karena melakukan protes. Anda bisa menunggu dan melihat apa yang mereka putuskan.”

The Guardian menghubungi presiden ENFF, Paulos Weldehaymanot, namun dia tidak menanggapi permintaan komentar.

Pemerintah Eritrea tampaknya tidak mau kecolongan lagi. Pasalnya, sejak tahun 2009 diperkirakan lebih dari 60 pemain telah menggunakan status mereka sebagai pemain internasional untuk mencari suaka. Yang terbaru, lima pemain wanita melarikan diri beberapa jam sebelum pertandingan mereka melawan tuan rumah Uganda di Dewan Asosiasi Sepak Bola Afrika Timur dan Tengah ( Cecafa) Kejuaraan U-20 Wanita pada November 2021.

Tujuh pemain putra – Abel Okbay Kilo, Eyoba Girmay, Yosief Mebrahtu, Filmon Serere, Robel Kidane, Abraham dan Ismail Jahar – hilang di Uganda setelah membantu Eritrea mencapai final Piala Cecafa untuk pertama kalinya pada Desember 2019 dan masih bersembunyi. 

Empat pemain internasional U-20 – Hanibal Tekle, Mewael Yosief, Simon Asmelash dan Hermon Yohannes – melarikan diri setelah kemenangan 5-0 Eritrea melawan Zanzibar di perempat final Piala Cecafa U-20 di Uganda pada Oktober 2019.

Eritrea – yang sedianya akan menghadapi Maroko, Zambia, Kongo, Tanzania dan Niger di kualifikasi Piala Dunia – belum pernah bermain sejak pertandingan persahabatan melawan Sudan pada Januari 2020 dan pertandingan kompetitif terakhir mereka adalah kualifikasi Piala Dunia 2022 pada September 2019. 

Timnas Eritrea tidak lagi memiliki peringkat FIFA karena tidak memainkan satu pertandingan pun dalam 48 bulan terakhir, dengan semua pertandingan harus dilakukan jauh dari rumah karena kurangnya stadion di Eritrea yang memenuhi persyaratan Caf untuk menjadi tuan rumah pertandingan internasional.

Situasi demokrasi di Eritrea sangat memprihatinkan. Rezim diktator Isaias Afwerki bisa menangkap siapa saja yang dianggap melawan pemerintah, tanpa proses hukum. Negara ini juga berada dalam kesulitan ekonomi yang ekstrim karena kekurangan mata uang asing dan kelangkaan barang konsumsi.

Malnutrisi dan kemiskinan masih mewabah di Eritrea, dan serangan hama serta pembatasan pergerakan semakin memperburuk situasi. Penggunaan arang secara terus-menerus untuk keperluan memasak telah mempercepat degradasi lingkungan. "Secara umum, Eritrea terus menempuh jalur destruktif selama dua dekade terakhir," tulis BTI, sebuah proyek global untuk studi demokrasi dan ekonomi dunia. (Guardian,FIFA, BTI)

Berita Lainnya
×
tekid