sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

DPR kritik Kemenperin soal izin operasi perusahaan saat PSBB

Kebijakan itu membuat upaya menekan laju penularan coronavirus (Covid-19) tidak efektif.

Manda Firmansyah
Manda Firmansyah Rabu, 15 Apr 2020 14:38 WIB
DPR kritik Kemenperin soal izin operasi perusahaan saat PSBB

Anggota Komisi IX DPR, Obon Tabroni, mempertanyakan dasar Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menerbitkan surat izin kepada perusahaan untuk beroperasi saat pembatasan sosial berskala besar (PSBB). 

"Apa dasar penerbitan surat tersebut? Bagaimana prosesnya? Apakah sudah ditinjau langsung untuk meyakinkan perusahaan tersebut aman?" ucapnya melalui keterangan tertulis, Rabu (15/4).

 

Politikus Partai Gerindra ini juga mempertanyakan, alasan di balik diperbolehkannya beberapa industri nonesensial untuk beroperasi. Padahal, pelaksanaan opsi karantina kesehatan itu bertujuan menekan angka penularan coronavirus anyar (Covid-19).

"Semangat kita saat ini, adalah mengurangi aktifitas dan mobilitas. Kalau perusahaan masih dibolehkan beroperasi, lantas apa urgensinya PSBB?" tanya Wakil Presiden Konferensi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) itu.

Obon menerangkan, izin tersebut berimbas terhadap tingginya mobilitas orang di ruang publik. Di jalan raya, angkutan umum, dan tempat kerja, misalnya. Kerumunan menjadi keniscayaan. 

"Pasar-pasar kecil ditutup, pedagang tidak boleh berjualan, akses transportasi dibatasi. Tetapi pabrik dibebaskan tetap berjalan. Ini enggak logis," kritiknya.

Sponsored

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengizinkan sejumlah daerah menerapkan PSBB. DKI Jakarta; Kabupaten dan Kota Bogor, Kabupaten dan Kota Bekasi, dan Kota Depok, Jawa Barat; serta Tangerang Raya, Banten; misalnya.

Dalam pelaksanaannya, membatasi pergerakan orang di luar rumah. Batasan-batasannya ada di Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman PSBB. 

Untuk perusahaan komersial dan swasta, yang diperkenankan beroperasi sekadar yang berhubungan dengan kebutuhan pokok dan barang penting. Juga media massa; perbankan, asuransi, dan pasar modal; sektor telekomunikasi dan TI; energi; ekspedisi; layanan keamanan pribadi; farmasi; serta jasa penyimpanan dan pergudangan dingin.

Kendati begitu, perusahaan harus mengerahkan karyawan dengan jumlah minimum dan mengutamakan pencegahan penyebaran virus SARS-CoV-2.

Dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan berbunyi, "Setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan." 

Jika melanggar Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan, sesuai Pasal 93, terancam pidana penjara maksimal satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid