sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Golkar setuju revisi UU KUHP ditunda

Partai Golkar setuju revisi Undang-undang KUHP ditunda dan tidak segera disahkan dalam waktu dekat dengan catatan khusus.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Minggu, 22 Sep 2019 00:53 WIB
Golkar setuju revisi UU KUHP ditunda

Partai Golkar setuju revisi Undang-undang KUHP ditunda dan tidak segera disahkan dalam waktu dekat dengan catatan khusus.

Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sepakat pengesahan revisi Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) ditunda seperti yang diusulkan Presiden Joko Widodo Jumat (20/9) kemarin.

Airlangga berpandangan, RUU KUHP masih membutuhkan masukan banyak pihak, agar Undang-Undung yang digadang-gadang melepaskan Indonesia dari hukum pidana kolonial ini disepakati semua pihak.

"Kami dengar dari publik apa yang dipersiapkan oleh publik apa yang dipermasalahkan. Dan pemerintah tentu akan menjelaskan melalui Kementerian Hukum dan HAM," ujarnya saat ditemui wartawan di Hotel Shangri-La, Jakarta, Sabtu(21/9).

Menurut Airlangga, RUU KUHP jangan buru-buru disahkan jika belum mengakomodir aspirasi semua pihak. Karenanya, ia memandang perlu adanya sosialisasi lebih intensif terkait RUU KUHP.

"Menurut saya itu sesuatu yang penting dilakukan, karena ini ada kepentingan publik yang lebih luas terkait peraturan perundangan-undangan ini dan tentu kita butuhkan sosialisasi yang lebih panjang," ujarnya.

Ia pun mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang meminta DPR menunda pengesahan RUU KUHP, karena menurutnya rancangan aturan ini harus benar-benar matang sebelum disahkan.

"Respons Partai Golkar tentu kita menyetujui untuk penundaan akan dibahas dalam Bamus dan ini kita tunda sampai masa sidang berikutnya," katanya.

Sponsored

Wakil Ketua Komisi VIII dari Fraksi Golkar Ace Hasan Syadzily, mengungkapkan, penundaan pengesahan RUU KUHP ini berimplikasi terhadap proses pembahasan penyusunan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), yang sedang digarap Komisi VIII. 

Alasannya, ada beberapa fraksi yang ingin menunggu RUU KUHP disahkan sebelum mengesahkan RUU PKS. Hal itu terjadi lantaran ingin menyinkronkan terlebih dahulu substantsi yang ada di RUU KUHP.

"Memang dalam perdebatan di Panja, muncul keinginan bahwa UU PKS itu kan UU turunan atau lex specialis dari UU KUHP. Nah KUHP kan rujukan dari Undang-Undang PKS itu. Nah kalo KUHP-nya sendiri masih belum selesai, tentu penting juga untuk melihat. Karena beberapa substansi dari UU PKS itu juga diatur dalam UU KUHP. Misalnya soal pemerkosaan, soal pencabulan, soal asusila, pemaksaan kontrasepsi dan lain-lain. Nah hal-hal semacam ini memang perlu sinkronisasi," ujarnya di lokasi.

Ace mengatakan, saat ini RUU PKS masih terus dibahas di Komisi VIII DPR. Pembahasan berkutat pada masalah judul, definisi dan jenis pemidanaan.

"Namun terkait dengan judul memang masih terjadi perdebatan apakah menggunakan istilah tindak pidana penghapusan kekerasan seksual, ada juga yang mengusulkan tindak pidana kejahatan seksual, ada yang mengusulkan Undang-undang ketahanan keluarga. Itu semua tentu memiliki implikasi terhadap pasal-pasal turunannya," ujarnya.

Ace pun menyampaikan, saat ini Panja RUU PKS pun belum menemukan sikap bulat terkait kelanjutan pembahasan UU PKS. Apakah ingin "dikebut" di sisa waktu DPR yang tinggal beberapa pekan ini, atau diserahkan ke periode DPR selanjutnya.

"Panja sendiri belum menemukan titik temu yang ada dalam satu persepsi tentang kelanjutan dari pembahasan UU PKS ini," ujarnya.

Akan tetapi, Ace mengatakan, Komisi VIII bakal tetap membahas RUU PKS selagi masih bisa dikerjakan.

"Kalau terkait waktu, tentu ini kami memerlukan pembahasan dengan fraksi-fraksi lain di Panja UU PKS," tegasnya.

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid