close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subinato (kiri) dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Foto: Istimewa
icon caption
Menteri Pertahanan RI Prabowo Subinato (kiri) dan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa. Foto: Istimewa
Politik
Minggu, 27 Februari 2022 10:30

Berkaca dari invasi Rusia ke Ukraina, langkah Kemhan belanja alutsista dinilai tepat

Konflik Ukraina-Rusia menunjukkan bahwa negara-negara kuat cenderung berbuat sekehendaknya.
swipe

Pengamat militer Beni Sukadis menilai upaya memodernisasi alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan Kementerian Pertahanan (Kemhan) sudah tepat. Pangkalnya, memperkuat pertahanan dan keamanan nasional harus tetap dilakukan saat kondisi damai sekaligus guna mengantipasi terjadinya peperangan, yang tak pernah bisa ditebak kapan terjadi.

Beni Sukadis lalu mencontohkannya dengan konflik Ukraina-Rusia yang dalam tiga terakhir telah berubah menjadi pertempuran terbuka.

"Saya pikir, justru konflik Ukraina-Rusia menunjukkan bahwa secara global konflik bisa terjadi sewaktu-waktu di wilayah lain di dunia," katanya saat dihubungi, Sabtu (26/2).

Beni menyatakan demikian lantaran China tengah melihat dan menunggu (wait and see) respons Amerika Serikat (AS) atas konflik Ukraina-Rusia tersebut, apakah akan terlibat atau tidak.

"Kalau terlibat langsung, tentu akan memecah konsentrasi AS dan bisa saja China ambil kesempatan kelengahan AS untuk menyerbu Taiwan," jelasnya.

Karenanya, menurut Beni, langkah Indonesia belanja alutsista belakangan ini dianggap tepat. "Karena bisa saja dalam waktu 5-10 tahun ke depan terjadi konflik di Taiwan atau LCS (Laut China Selatan)."

Beni melanjutkan, konflik Ukraina-Rusia pun menunjukkan bahwa negara-negara kuat cenderung berbuat sekehendaknya. Sementara itu, negara-negara lemah bakal menderita. Ini selaras dengan pernyataan sejarawan Yunani yang menerbitkan Sejarah Perang Peloponnesos, Thucydides, dan pernah dikutip Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto.

Pangkalnya, dia menerangkan, dalam mahzab realisme pada kajian hubungan internasional terdapat konsep security dilemma. Artinya, semua negara besar memandang negara lain yang memiliki aliansi dan senjata dengan negara lawan bisa dianggap memusuhi.

"Sehingga, upaya penangkalan atau aksi penyerbuan bagian dari pencegahan agar tidak terjadi potensi gangguan bagi pengaruhnya terhadap negara-negara pengikutnya," imbuhnya.

Dalam konflik Ukraina-Rusia, Ukraina ingin bergabung dengan NATO dan dianggap sebagai ancaman bagi Rusia sebagai kekuatan regional di kawasan Eropa Timur.

"Tetapi, tentu saja aksi invasi ini tidak bisa diterima karena jelas melanggar norma/hukum internasional," pungkas Beni.

img
Marselinus Gual
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan