sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menakar peluang duet Jokowi-JK jilid II

Apakah manuver menggolkan JK sebagai RI-2 bisa terwujud, mengingat waktu pendaftaran capres-cawapres kian dekat?

Purnama Ayu Rizky
Purnama Ayu Rizky Jumat, 20 Jul 2018 19:40 WIB
Menakar peluang duet Jokowi-JK jilid II

Wacana pengajuan kembali Jusuf Kalla sebagai cawapres Jokowi kian santer terdengar. Namun, ia terjegal UU Pemilu yang hanya mungkin membuatnya maju sebagai capres. Keran pengajuan diri sebagai cawapres kembali bisa terbuka, andai gugatan masa jabatan presiden dan wakil presiden (wapres) ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang diajukan Perindo terkabul.

Wapres JK pun hari ini resmi mengajukan diri sebagai pihak terkait gugatan syarat cawapres lewat kuasa hukumnya, Irmanputra Sidin.

"Barusan saja didaftarkan permohonan mengajukan diri sebagai pihak terkait di perkara 60/PUU-XVI/2018, yang diajukan Perindo," ucap Irman, dilansir detikcom, Jumat (20/7).

Partai Perindo sebelumnya memang mengajukan permohonan pengujian penjelasan Pasal 169 huruf (n) Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden.

Penjelasan tersebut berbunyi, "Yang dimaksud dengan belum pernah menjabat dua kali masa jabatan dalam jabatan yang sama adalah yang bersangkutan belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan, baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut, walaupun masa jabatan tersebut kurang dari lima tahun".

"Penjelasan ini telah merugikan atau menurut penalaran yang wajar berpotensi merugikan hak-hak konstitusional pemohon yang dijamin oleh konstitusi," kata Kuasa Hukum Perindo Ricky K Margono dalam permohonan yang diajukan ke MK, Selasa (10/7) lalu.

Menurut pemohon, frasa "tidak berturut-turut" di dalam bunyi Penjelasan Pasal 169 huruf (n) UU Pemilu justru bertentangan dengan Pasal 7 UUD 1945 dan telah menambah norma baru dari Pasal 169 huruf (n) UU tersebut.

"Akibatnya, Penjelasan Pasal 169 huruf (n) a quo justru menjadi ganjalan bagi pemohon untuk mengusulkan beberapa pasangan yang tengah dipertimbangkan tersebut, sehingga jelas merugikan atau setidak-tidaknya berpotensi merugikan pemohon," kata Ricky dalam permohonannya.

Sponsored

Pemohon beralasan, pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla sejalan dengan visi dan misi pemohon dan seharusnya pasangan tersebut diberikan kesempatan untuk melanjutkan program-programnya.

"Bahwa proses pengajuan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam satu pasangan terkendala dengan adanya frasa 'tidak berturut-turut' dalam Penjelasan Pasal 169 huruf (n) UU Pemilu, disebabkan Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah pernah menjabat sebagai Wakil Presiden pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009)," katanya.

Untuk itu, pemohon meminta majelis hakim MK menyatakan Penjelasan Pasal 169 huruf n UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai Presiden dan Wakil Presiden belum pernah menjabat dalam jabatan yang sama selama dua kali masa jabatan tidak berturut-turut.

"Apabila majelis hakim MK berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya," demikian permintaan pemohon.

Di sisi lain, Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo sudah menjelaskan alasan partainya mengajukan uji materi atas pasal dalam Undang-Undang Pemilu, yang berpotensi melegalkan JK untuk jadi cawapres ketiga kalinya.

"Yang gugat ke MK adalah Perindo, supaya memberikan perspektif calon seluas-luasnya. Makin banyak potensi pasangan, akan makin membuka pilihan," kilah Hary Tanoe.

JK sendiri sudah dua kali menjadi Wakil Presiden RI. Namun, jabatan itu tidak disandangnya berturut-turut selama dua periode pemerintahan. Secara terpisah, JK juga menyatakan bersedia kembali mendampingi Joko Widodo dalam Pemilu 2019, apabila ketentuan konstitusi membolehkan dia kembali menjabat sebagai wapres.

"Nanti kita lihat perkembangannya, demi bangsa dan negara. Ini kita tidak bicara pribadi saja, (tetapi) bicara tentang bangsa ke depan. Ya, tergantung nanti penilaian bangsa ke depan macam mana," kata Wapres Kalla.

Jika dikabulkan MK, lalu?

Dalam seminggu terakhir, simpang siur mengenai siapa cawapres yang dinilai laik mendampingi Jokowi memang berhembus kencang. Namun, hingga kini Jokowi mengaku masih menggodok nama yang kira-kira bisa menjembatani kebutuhan seluruh partai anggota koalisi, sekaligus menambal kekurangan Jokowi.

Sosok JK, seperti halnya di Pilpres periode lalu, digadang-gadang paling layak mendampingi mantan Wali Kota Solo itu di Pilpres 2019. Namun, mungkinkah gugatan Perindo dan JK ini lolos? Apalagi, pendaftaran capres-cawapres tinggal tiga minggu lagi, yakni tanggal 10 Agustus 2019.

Jika lolos sekali pun, apakah Jokowi akan tetap memilih JK sebagai pendampingnya untuk kedua kalinya? Lepas dari kemungkinan Jokowi menggandeng JK lagi, hasil survei Indo Barometer terhadap kepuasan kinerja Jokowi-JK April 2018 lalu terbaca cukup memuaskan.

Tingkat kepuasan publik terhadap pemerintahan Jokowi-JK mencapai 65,1%. Sementara, yang menyatakan kurang atau tidak puas sama sekali sebesar 32% dan tidak tahu atau tidak menjawab sebesar 2,9%. Survei ini melibatkan 1.200 responden dengan metode penarikan sampel multistage random sampling.

Meski kepuasan publik relatif tinggi, tapi program Jokowi-JK yang tertuang dalam Nawacitanya tak banyak didengar Direktur Indo Barometer Muhammad Qodari mengatakan mayoritas masyarakat Indonesia tidak pernah mendengar program Nawacita yang digagas oleh Jokowi-JK dalam pemerintahan Kabinet Kerja. 

"Berkenaan dengan program Nawacita Joko Widodo hanya sekitar 37,6% yang pernah mendengar atau mengetahui program tersebut, sedangkan yang tidak pernah mendengar dan tidak mengetahui yaitu sebesar 58,2%," jelas Qodari di Century Park Hotel, Jakarta, Selasa (22/5).

Lantas, dengan catatan ini, apalah Jokowi akan tetap memilih JK sebagai cawapresnya? Jika gugatan Perindo dan JK gol di last minute, maka Jokowi bisa jadi mempertimbangkan hal ini. Kita tunggu saja.

Berita Lainnya
×
tekid