sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Merekam kinerja Ganjar di 'kandang banteng' 

Apakah elektabilitas Ganjar Pranowo mencerminkan kinerjanya sebagai penguasa Jawa Tengah?

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 14 Okt 2022 16:21 WIB
Merekam kinerja Ganjar di 'kandang banteng' 

Elektabilitas Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo selalu moncer di papan survei yang dirilis sejumlah lembaga survei dalam setahun terakhir. Nama politikus PDI-Perjuangan itu mutlak  muncul sebagai kandidat dengan elektabilitas tertinggi untuk gelaran Pilpres 2024.  

Pada survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada Agustus 2022, misalnya, elektabilitas Ganjar mencapai 24,5%. Ia ditempel ketat Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dengan tingkat keterpilihan sebesar 21,3% dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan elektabilitas 19,3%.

Hasil survei Charta Politika Indonesia serupa. Digelar pada 6-13 September melibatkan 1.220 responden, Charta menempatkan Ganjar di peringkat pertama dengan elektabilitas 37,5%. Di posisi berikutnya, ada Prabowo dengan raihan elektabilitas sebesar 30,5% dan Anies sebesar 25,2%.

Pada papan survei Indikator Politik Indonesia yang dirilis September, Ganjar juga keluar sebagai pemuncak dengan tingkat keterpilihan sebesar 29%. Prabowo masih setia menguntit di posisi kedua dengan elektabilitas 19,6%. Anies, yang kini sudah diusung Partai NasDem sebagai calon presiden, memperoleh elektabilitas 17,4%. 

April lalu, Charta juga menggelar survei untuk merekam kepuasan publik terhadap kinerja Ganjar. Hasilnya, sebanyak 88,7% responden yang menyatakan puas dan sangat puas dengan kinerja Pemprov Jateng. Hanya 8,8% yang menjawab kurang puas dan 0,3% yang menyatakan tidak puas sama sekali. 

Ganjar Pranowo mulai menjabat sebagai Gubernur Jateng pada Agustus 2013. Ia menggantikan Bibit Waluyo, eks jenderal TNI yang pada pilkada sebelumnya diusung PDI-Perjuangan. Kini, bersama Taj Yasin Maimoen, Ganjar masih menjabat pada periode keduanya sampai 2023.

Lantas, seperti apa sebenarnya kinerja Ganjar? Berbasis data Badan Pusat Statistik (BPS) Jateng, Ganjar bisa dikata tergolong sukses membangun Jateng. Pada periode pertama, Ganjar lumayan berhasil mengurusi persoalan kemiskinan, pendidikan, ketenagakerjaan, pertumbuhan ekonomi, angka harapan hidup (AHH), dan indeks pembangunan manusia (IPM) di provinsi tersebut. 

Berdasarkan data BPS Jateng, penduduk di Jateng pada 2013 berjumlah 33,26 juta jiwa. Itu sekitar 13,92% dari jumlah penduduk Indonesia. Dengan jumlah populasi sebesar itu, Jateng berada di provinsi ketiga dengan penduduk terbanyak setelah Jawa Barat (Jabar) dan Jawa Timur (Jatim).

Sponsored

Di sektor ketenagakerjaan, pada 2013 angkatan kerja di Jateng sebesar 16,99 juta orang. Setahun berselang, jumlahnya naik menjadi 17,55 juta orang. Pada 2015, jumlah angkatan kerja menurun menjadi 17,30 juta orang. Pada 2016, jumlahnya naik sedikit menjadi 17,31 juta orang. 

Pada 2017, Jateng memiliki angkatan kerja sebesar 18,01 juta orang. Pada akhir periode pertama Ganjar, angkatan kerja di Jateng naik lagi menjadi 18,05 juta. Jika ditotal, terjadi kenaikan lebih dari 1 juta angkatan kerja selama periode pertama kepemimpinan Ganjar. 

Persentase tingkat partisipasi kerja di Jateng pada 2013 dan 2014, dicatat BPS, sebesar 70,72%. Pada 2015, jumlah tersebut menurun menjadi 67,86%. Setahun kemudian, angkanya kembali anjlok menjadi 67,15%. Pada 2017, partisipasi kerja penduduk mengalami kenaikan menjadi 68,11% dan 2018 naik lagi menjadi 68,56%.

Terkait pengangguran terbuka, BPS Jateng mencatat angkanya mencapai 6,-2% pada 2013 dan 2014 . Selama empat tahun berikutnya, angkanya terus turun, yakni sebesar  4,99% pada 2015, 4,63% pada  2016, 4,57% pada 2017, dan 4,51% pada 2018. Rekaman BPS Jateng itu menunjukkan Ganjar tergolong berhasil  menurunkan tingkat pengangguran di daerah.

Pada periode pertama, perekonomian Jateng di bawah Ganjar selalu tumbuh rata-rata di atas 5%. Pada 2014, persentase pertumbuhannya mencapai 5,27%. Setahun berselang, angkanya naik menjadi 5,47%. Pada 2016, pertumbuhan ekonomi Jateng berada di angka 5,25%, sedangkan pada 2017 dan 2018, pertumbuhannya masing-masing  sebesar 5,26% dan 5,3%.

Gubernur Jawa Tengah bermain merparti balap di tengah warga Jateng. /Foto Instagram @ganjar_pranowo

Tekan kemiskinan

Pada sektor pendidikan, BPS Jateng mencatat jumlah murid yang bersekolah di tingkat SD, SMP, SMA atau SMK pada 2013 di Jateng sebanyak 5,41 juta orang. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terjadi peningkatan jumlah murid SD sebesar 1,04%, SMP sebesar 3,94%, dan SMA/SMK sebesar 4,84%.

Pada tahun ajaran 2014/2015, tercatat kenaikan jumlah penduduk yang bersekolah (SD-SMA/SMK) menjadi 5,29 juta orang. Terjadi penurunan murid jenjang SD sebesar 4,06% dan SMP sebesar 0,69%. Namun, pada jenjang SMA/SMK, jumlah muridnya naik sebesar 3,10% jika dikomparasi dengan tahun sebelumnya.

Pada 2015, persentase penduduk yang masih sekolah kelompok umur 7-12 tahun (SD/MI) sebanyak 99,56%, kelompok umur 13-15 tahun (SMP/MTs) sebesar 95,30%, kelompok umur 16-18 tahun (SMA/MA) sebesar 67,66%, dan kelompok umur 19-24 tahun (perguruan tinggi) sebesar 20,57%.

Pada 2016, BPS Jateng mencatat persentase penduduk yang masih sekolah kelompok umur 7-12 tahun sebesar 99,58%, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 95,41%, kelompok umur 16-18 tahun sebesar 67,95%, sedangkan kelompok umur 19-24 tahun sebesar 21,59%.

Pada 2017, persentase penduduk yang masih sekolah kelompok umur 7-12 tahun sebesar 99,62%, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 95,48%, kelompok umur 16-18 tahun sebesar 68,48%, dan kelompok umur 19-24 tahun sebesar 22,13%.

Di akhir periode pertama Ganjar, persentase penduduk yang masih sekolah kelompok umur 7-12 tahun sebesar 99,76%, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 95,76%, kelompok umur 16-18 tahun sekitar 69,02%, dan kelompok umur 19-24 sebesar tahun 21,92%.

Pada 2012, rata-rata lama sekolah seorang murid di Jateng adalah sekitar 7,39 tahun. Pada 2014, angka itu turun menjadi sekitar 6,93 tahun. Rata-rata lama sekolah pada 2015 kembali naik menjadi 7,03 tahun dan pada 2016  menjadi sekitar 7,15 tahun. Rata-rata lama sekolah pada 2017 adalah 7,27 tahun. Sementara di akhir periode pertama Ganjar, angka tersebut naik menjadi 7,35 tahun.

Selama periode pertama, Ganjar cenderung berhasil meningkatkan jumlah penduduk sesuai kelompok umur untuk bersekolah. Akan tetapi, kader PDI-Perjuangan itu masih memiliki pekerjaan rumah dalam meningkatkan minat sekolah, khususnya di jenjang SMA dan perguruan tinggi.

Perihal kemiskinan di Jateng, BPS Jateng mencatat penduduk miskin mencapai 5,26 juta atau 16,21% dari total penduduk pada 2011. Pada 2012 atau tahun terakhir kepemimpinan Bibit Waluyo, jumlahnya menurun menjadi 4,86 juta penduduk atau 14,98% dari total penduduk.

Pada 2013 atau masa awal Ganjar menjabat, jumlah keluarga prasejahtera tercatat sebanyak 2.724.692 orang atau 27,18% dari total keluarga di Jateng. Di tahun itu, tercatat ada 8,8 juta keluarga dengan rata-rata penduduk per keluarga di Jateng sebesar 3,8 jiwa.

Pada September 2013, Jateng mematok garis kemiskinan dengan tingkat pendapatan sebesar Rp261.881. Berbasis patokan itu, penduduk miskin di Jateng dicatat turun pada 2014 hingga mencapai 4,81 juta orang atau 14,44% dari total penduduk. 

Garis kemiskinan September 2014 dipatok Rp281.570. Pada 2015, jumlah penduduk miskin di Jateng berkurang dari tahun sebelumnya menjadi 4,56 juta orang atau 13,32%. Pada 2016, penduduk miskin kembali turun  menjadi 4,49 juta orang atau 13,19% dati total jumlah penduduk. Pada Maret 2017, jumlahnya turun lagi menjadi 4,450 juta orang atau 13,01%.

Tren berkurangnya jumlah penduduk miskin kembali berlanjut pada 2017. Pada tahun itu, penduduk miskin di Jateng per September 2017 sebesar 4,197 juta orang atau 12,23% dari total penduduk. Itu berkurang sekitar 253,23 ribu orang jika dibanding data yang direkam BPS pada Maret 2017. Garis kemiskinan September 2017 sebesar Rp338.815.

Ganjar kembali menurunkan angka kemiskinan di Jateng pada tahun terakhir kepemimpinannya. Pada 2018, BPS Jateng mencatat penduduk miskin di Jateng per September 2018 sebanyak 3,87 juta orang atau 11,19% dari total jumlah penduduk. Itu berkurang sekitar 29,8 ribu orang jika dibandingkan data pada Maret 2018.

Ganjar juga tergolong sukses mendongkrak angka harapan hidup (AHH) dan indeks pembangunan manusia (IPM) di Jateng. Pada 2012, AHH Jateng sekitar 71,71 tahun dan IPM Jateng sebesar 73,36. Setahun menjabat atau pada 2014, AHH Jateng naik menjadi 73,88. Namun, IPM turun menjadi 68,78.

Kenaikan AHH Jateng kembali terjadi pada 2015 dengan angka 73,96. Setelah turun di tahun 2014, IPM di Jateng mulai merangkak naik menjadi 69,49. Tren kenaikan AHH dan IPM terjadi juga pada 2016 dengan masing-masing skornya 74,02 dan 69,98.

Sementara pada 2017, AHH Jateng naik lagi menjadi 74,08. Kenaikan juga diikuti IPM dengan angka 70,52. Di akhir periode pertama, Ganjar menutup AHH dengan kenaikan yang cukup signifikan, yakni menjadi 74,18 dan IPM 71,12.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berbincang dengan mahasiswa Unika Soegijapranata, September 2022. /Foto Instagram @ganjar_pranowo

Kinerja periode kedua

Ganjar memulai periode kedua pemerintahannya di Jateng pada pertengahan 2018. Di tahun itu, BPS mencatat penduduk di Jateng sebanyak 34.490.835 jiwa. Dibandingkan dengan proyeksi jumlah penduduk 2017, terjadi pertumbuhan sekitar 0,68%.

Menukil data BPS di sektor ketenagakerjaan, angkatan kerja Jateng tercatat sebanyak 18,26 juta orang pada 2019. Setahun berselang, jumlahnya naik jadi 18,75 juta orang dan pada 2021 angkanya naik lagi menjadi 18,96 juta orang.

Tingkat partisipasi kerja penduduk di Jateng pada 2019, direkam BPS,  adalah 68,62%. Di masa awal pandemi Covid-19 atau 2020, tingkat partisipasi kerja mencapai 69,43%. Pada 2021, tingkat partisipasi kerja naik tipis menjadi 69,58%.

BPS Jateng mencatat persentase jumlah pengangguran terbuka pada 2019 sebesar 4,49%. Angka ini melonjak di masa pagebluk, yakni menjadi 6,48%. Setahun berselang, Ganjar berhasil menurunkan sedikit angka pengangguran menjadi 5,95%.

Di aspek pendidikan,  pada 2019, persentase penduduk yang masih sekolah kelompok umur 7-12 tahun sebesar 99,77%, kelompok umur 13-15 tahun sebesar 96,11%, kelompok umur 16-18 tahun sebesar 69,65%, dan kelompok umur 19-24 tahun sebesar 22,41%.

Persentase kelompok umur 7-12 tahun yang bersekolah sedikit turun pada 2020, yakni menjadi 99,73%. Namun, ada kenaikan di kelompok umur 13-15 tahun menjadi 96,37%. Kenaikan juga terjadi di kelompok 16-18 tahun menjadi sebesar 70,14%. Di jenjang perguruan tinggi, tidak ada perubahan.

Pada 2021, jumlah murid sekolah kelompok umur 7-12 tahun turun tipis menjadi 99,66%. Sedangkan kelompok umur kelompok umur 13-15 tahun, kelompok umur 16-18 tahun, dan kelompok umur 19-24 tahun naik, dengan rincian masing-masing menjadi 96,84%, 70,80%, dan 23,55%.

BPS Jateng mencatat rata-rata lama sekolah seorang siswa di Jateng pada 2019 adalah sekitar 7,53 tahun. Setahun berselang, angkanya naik menjadi sekitar 7,69 tahun. Pada 2021, angkanya naik lagi menjadi sekitar 7,75 tahun.

Di sektor kemiskinan, jumlah penduduk miskin di Jateng per September 2019 ialah sebanyak 3,68 juta orang atau 10,58% dari total jumlah penduduk. Jumlah ini berkurang 12,6 ribu orang dari data penduduk miskin Maret 2019. Garis kemiskinan yang dipatok September 2019 ialah Rp381.992.

Setahun berikutnya, jumlah penduduk miskin per Maret 2020 mencapai 3,98 juta orang atau sekitar 11,41% dari total jumlah penduduk. Angka ini naik 139 ribu orang dan pada September 2020 menjadi 4,12 juta orang atau 11,84% dari jumlah populasi. Garis kemiskinan pada September 2020 sebesar Rp398.477. Kenaikan yang signifikan ini bisa jadi imbas pandemi Covid-19.

Pada 2021, jumlah penduduk miskin di Jateng per Maret 2021 mencapai 4,11 juta orang atau 11,79% dari total jumlah penduduk. Pada September 2021, angkanya turun menjadi 3,9 juta orang atau 11,25% dari total populasi. Garis kemiskinan per September 2021 adalah Rp423.264.

AHH Jateng pada 2019 adalah 74,23 dan IPM-nya 71,73. Angka tersebut naik pada 2020, yakni AHH menjadi sebesar 74,37 dan IMP menjadi 71,87. Ganjar tampak menjaga tren kenaikan karena pada 2021, AHH menjadi 74,47 dan IPM-nya 72,16.

Memasuki periode kedua, perekonomian Jateng tumbuh positif dengan kenaikan sekitar 5,36% pada 2019. Namun, saat pandemi Covid-19, pertiumbuhan ekonomi hanya sebesar 2,65%. Akan tetapi, pertumbuhan ekonomi Jateng  kembali membaik pada tahun berikutnya dengan kenaikan sebesar 3,32%.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. /Foto dok. Pemprov Jateng

Biasa saja? 

Peneliti Pusat Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Firman Noor menilai kinerja Ganjar selama memimpin Jateng masih tergolong biasa saja. Menurut dia, Ganjar seharusnya bisa jauh lebih berprestasi karena DPRD Jateng mayoritas dikuasai PDI-Perjuangan.  

“Secara umum, Jateng dikuasai PDI-Perjuangan, sama dengan partai Pak Ganjar, sehingga seharusnya ada komunikasi politik di antara mereka yang jauh lebih baik,” ujar Firman saat dihubungi Alinea.id, Kamis (13/10).

Jateng memang dikenal sebagai kandang banteng. Pada Pileg 2019, misalnya, tercatat ada 42 kader PDI-Perjuangan yang terpilih menjadi anggota DPRD Jateng. Itu lebih dari sepertiga jumlah total anggota DPRD Jateng. 

Tak hanya sokongan dari parlemen, menurut Firman, Ganjar juga didukung kekuatan sumber daya manusia (SDM) dan sumber daya alam yang melimpah. Terkait SDM, Firman menyebut masyarakat Jawa punya karakteristik pekerja yang gigih.

“Jadi, gubernur itu tidak bisa muncul sekali, terus selesai semua persoalan. Enggak. Tapi, harus ada maintenance yang baik sehingga ada kontinuitas bagi satu program dan juga ada evaluasi yang memadai. Saya kira potensi Jateng sangat besar,” ujar Firman.

Secara khusus, Firman menyoroti capaian Ganjar di sektor pendidikan. Pasalnya, rata-rata lama sekolah di Jateng berada di kisaran 7 tahun. Di sisi lain, persentase kelompok umur 16-18 tahun yang masih sekolah jauh dari harapan. Pasalnya, persentase kelompok umur itu bersekolah paling tinggi hanya sekitar 70,80% pada 2021.

“Ini kan menunjukkan belum ada keberpihakkan yang total dari seorang gubernur. Masa, iya, tingkat pendidikan Jateng, di Pulau Jawa, hanya segitu? Saya kira, angka itu termasuk yang tidak mengesankan,” kata Firman. 

Infografik Alinea.id/Aisya Kurnia

Firman membandingkan capaian Ganjar dengan Nurdin Abdullah saat menjabat sebagai Bupati Bantaeng 2008-2013 dan 2013-2018. Menurut Firman, Nurdin sukses menyulap Bantaeng yang dikenal gersang sebagai kabupaten yang diminati investor hanya kurang dari 10 tahun. 

"Selain itu, masyarakatnya juga kurang punya entrepreneur yang kuat. Nah, itu dia bisa sulap menjadi kabupaten yang disegani, berprestasi, hijau, menarik investor, terutama dari Jepang. Jadi, saya kira sangat menunjukkan (prestasi) waktu itu, sebelum akhirnya tertangkap," kata dia. 

Nurdin dicokok penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya berselang dua tahun setelah terpilih menjadi Gubernur Sulawesi Selatan. Pada Desember 2021, Nurdin divonis hukuman penjara selama lima tahun lantaran menerima suap sebesar Rp13 miliar dari berbagai proyek di daerahnya. 

Firman berharap Ganjar terus memperbaiki kinerjanya dan tidak terjebak dalam politik pencitraan. Itu bisa ditunjukkan dengan komitmen keberpihakan kepada publik yang kuat, konsistensi dalam melaksanakan kebijakan, dan komunikasi yang berkelanjutan dengan DPRD.

“Dan, uniknya ini sudah lebih dari lima tahun Ganjar memimpin. Seharusnya, (Ganjar) sudah bisa menunjukkan hasil yang jauh lebih menggembirakan. Tapi, hasilnya begitu-begitu saja,” kata Firman. 

Terlepas dari itu, Firman mengajak agar publik melihat data pencapaian kepala daerah yang masuk dalam data bursa calon presiden di Pilpres 2024 mendatang. "Jadi, kita harus terbiasa dengan data capaian-capaian, bukan hanya sekadar pencitraan kosong,” tegasnya.


 

Berita Lainnya
×
tekid