sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Jika oposisi merapat, siapa yang mengontrol pemerintah?

Seharusnya partai politik bersikap mengawal kekuasaan agar tidak disalahgunakan.

Fadli Mubarok
Fadli Mubarok Selasa, 08 Okt 2019 17:14 WIB
Jika oposisi merapat, siapa yang mengontrol pemerintah?

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Kapitra Ampera, mengungkapkan pihak oposisi besar kemungkinan bakal merapat ke kabinet Jokowi selama masa periode 2019-2024. Sampai saat ini lobi-lobi antara elite partai politik masih gencar dilakukan terkait pengisian kursi menteri dan jabatan lainnya. 

Dia mengakui, dalam penyusunan kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin terdapat kontrak politik atau bagi-bagi jabatan di level parpol pendukung. Hal ini lumrah terjadi dalam konteks politik di Tanah Air. Bagi Kapitra, koalisi tanpa syarat merupakan suatu hal yang mustahil. Pasalnya, saat ini corak parpol di Indonesia memang terobsesi mengejar kekuasaan.

“Politik kita ini memang nyatanya memerlukan kekuasaan. Nah, kekuasan itulah yang akan mengangkat eksistensi partai politik (parpol). Karena di situlah gulanya. Baik dari segi finansial maupun popularitasnya. Kalau parpol tidak dikenal, maka sulit untuk meneruskan estafet kekuasaannya ke depan," kata Kapitra dalam sebuah diskusi di Jakarta pada Selasa (8/10).

Namun demikian, ia menyayangkan tingkah partai politik yang ramai-ramai memperebutkan kekuasaan tersebut. Tak hanya pihak oposisi, namun hal itu juga berlaku pada partai politik pengusung Joko Widodo di Pilpres 2019. 

Menurut dia, dalam kondisi yang sudah modern ini, seharusnya partai politik tidak bersikap demikian. Melainkan mengawal kekuasaan agar tidak disalahgunakan, sehingga kinerja pemerintah bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.

“Saya pikir pola inilah yang harus diubah sekarang. Bahwa setalah presiden dipilih, orang atau parpol seharusnya tidak berlomba-lomba masuk dalam kekuasaan. Tapi berlomba menjadi pengontrol presiden dalam mengimplementasikan visi dan misinya,” kata Kapitra.

Selain mengontrol, kata dia, partai politik juga seharusnya juga menjadi pihak yang mewakili publik untuk menagih janji-janji presiden terpilih ketika kampanye. Juga sekaligus membantu presiden untuk membuat ruang agar dapat melakukan pemetaan untuk kemajuan bangsa ini.

“Karena itu, pihak oposisi sebaikanya konsisten untuk tidak bergabung dalam pemerintahan,” kata Kapitra.

Sponsored

Seperti diketahui, Partai Gerindra ditengarai meminta jatah menteri. Ini menjadi sorotan menjelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Maruf Amin pada 20 Oktober 2019. Dalam pemberitaan sejumlah media massa, Partai Gerindra meminta jatah tiga posisi menteri.

Dari isu yang beredar, sempat dikabarkan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bakal mengisi posisi Menteri Pertahanan di Kabinet Kerja jilid II. Kemudian, ada pula isu yang menyebut Partai Gerindra mengincar posisi Menteri Hukum dan HAM dan Menteri Pertanian. 

Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengakui adanya pembicaraan antara utusan Partai Gerindra dengan Presiden Joko Widodo terkait tawaran posisi menteri dalam pemerintahan periode 2019-2024.

“Pembicaraan itu (kursi menteri) memang ada. Kita tidak bisa pungkiri bahwa ada pembicaraan, ada pemikiran di sekitar istana untuk itu,” ujar Muzani.

Berita Lainnya
×
tekid