sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Penurunan presidential threshold 0% dianggap menghilangkan sifat keserentakan pemilu

Politikus Partai Golkar ini mengatakan partainya menitikberatkan pada apa yang mau dicapai dalam pemilu serentak

Marselinus Gual
Marselinus Gual Minggu, 19 Des 2021 11:51 WIB
Penurunan presidential threshold 0% dianggap  menghilangkan sifat keserentakan pemilu

Anggota Komisi II DPR Zulfikar Arse Sadikin menyebut wacana penurunan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) menjadi 0% berpotensi menghilangkan sifat keserentakan pemilu anggota legislatif (pileg) dan pemilu presiden (pilpres).

Zulfikar mengatakan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur keserentakan pemilu yang menghendaki dilaksanakan dalam satu hari pemungutan suara, terutama Pilpres satu putaran.

Menurutnya, apabila presidential threshold sebesar 0% bisa membuat semua partai memiliki pasangan calon, bahkan pilpres berpotensi tidak bisa satu putaran selesai. Alasannya, UUD 1945 mengharuskan pemenang pilpres itu meraih suara 50% plus satu suara dengan sebaran 20% dari jumlah provinsi.

"Jadi, kalau PT 0 persen, akan terjadi dua putaran," kata Zulfikar dalam keterangannya, Minggu (19/12).

Zulfikar menjelaskan, maksud pemilu serentak itu untuk mengatasi pembelahan pemerintahan dalam sistem presidensial dan multipartai yang dianut Indonesia. Menurut dia, pemilu serentak tersebut bertujuan agar pemenang pilpres sekaligus menjadi pemenang di pileg.

"Jadi, kalau pileg dan pilpres tidak dilaksanakan dalam 1 hari pemungutan suara dan tidak satu putaran, maksud keserentakan pemilu itu tidak tercapai," beber dia.

Politikus Partai Golkar ini mengatakan partainya menitikberatkan pada apa yang mau dicapai dalam pemilu serentak sehingga PT merupakan "jembatan" untuk memperkuat sistem presidensial yang dianut bangsa Indonesia.

Dia berpendapat bahwa besaran PT yang diatur dalam Undang-Undang Pemilu sebesar 20 persen, secara teori probabilitas bisa memunculkan tiga sampai lima pasangan calon presiden/wakil presiden.

Sponsored

"Kalau itu muncul, masyarakat diberi ruang untuk memiliki calon alternatif. Partai ketika mau mencalonkan pasangan calon akan mempertimbangkan banyak hal, seperti suara publik dan figur yang akan dicalonkan," katanya.

Menurut dia, apabila mau mengubah norma dalam UU Pemilu, bisa dengan revisi dan mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

Ia mengatakan bahwa DPR dan pemerintah sebagai pembentuk undang-undang sudah sependapat tidak akan merevisi UU Pemilu dan kesepakatan itu ditegaskan dengan mengeluarkan Rancangan Undang-Undang Pemilu dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

"Beberapa pihak sudah mengajukan uji materi ke MK, kita lihat saja hasilnya karena sebelumnya sudah dilakukan hal yang sama. Kalau MK mengabulkan gugatan itu, pembentuk UU harus menghormati dan menindaklanjuti. Namun, kalau tidak, semua pihak harus menghormati," katanya.

Berbeda dengan Zulfikar, politikus Partai Demokrat Benny K Harman mengatakan, ambang batas 20% dipakai kekuatan oligarki untuk menghadang calon presiden yang dikehendaki masyarakat. Menurutnya, alasan itulah kenapa banyak pihak mengehendaki syarat pencalonan presiden itu dihapus.

"Mengapa banyak pihak mendesak presidential threshold dihapus? Karena Pileg dn Pilpres serentak dan terpenting untuk diketahui karena ambang batas 20% dipakai kekuatan oligarki untuk menghadang munculnya calon pemimpin yang dikehendaki rakyat. Masa masih enggak ngerti juga sih," kata Benny melalui akun Twitternya, @BennyHarmanID, yang dikutip Minggu (19/12).

Berita Lainnya
×
tekid