close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengusaha Hashim Djojohadikusumo (tengah) berfoto bersama di sela-sela peluncuran lembaga pemikir Prasasti Center for Policy Studies (PCPS) resmi diluncurkan di Jakarta, Senin (30/7). /Foto Instagram @prasasticenter
icon caption
Pengusaha Hashim Djojohadikusumo (tengah) berfoto bersama di sela-sela peluncuran lembaga pemikir Prasasti Center for Policy Studies (PCPS) resmi diluncurkan di Jakarta, Senin (30/7). /Foto Instagram @prasasticenter
Politik
Sabtu, 05 Juli 2025 16:00

Polemik eksistensi Prasasti: Mungkinkah "LSM" bentukan adik Prabowo bersikap kritis?

Dibidani Hashim Djojohadikusumo, Prasasti Center for Policy Studies (PCPS) resmi diluncurkan di Jakarta, Senin (30/7).
swipe

Lembaga kajian Prasasti Center for Policy Studies (PCPS) resmi diluncurkan di Jakarta, Senin (30/7). Meski mendaku sebagai lembaga nonpemerintah, kelahiran PCPS dibidani oleh sejumlah elite Partai Gerindra, semisal Hashim Djojohadikusumo dan Burhanuddin Abdullah. 

Saat memberikan sambutan dalam acara peluncuran PCPS, Hashim mengungkap lembaga itu didirikan untuk melahirkan kajian-kajian di bidang kebikana publik. Ia juga meminta Prasasti untuk tetap kritis dalam menyikapi beragam kebijakan pemerintah yang dirasa tak tepat.

”Kalau kita lihat pemerintah bersalah atau keliru, ya, kita harus terus terang. Kalau kita berpikir kebijakan pemerintah itu salah, kita harus berani sampaikan,” kata adik Presiden Prabowo Subianto itu. 

Sejumlah akademisi, pengusaha, dan pakar telah bergabung jadi anggota Prasasti, semisal pengusaha Sulistiyanto dan Ellyus Achiruddin, eks Ketua Mahkaham Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, dan ekonom Soedradjad Djiwandono.

"Prasasti bukan milik segelintir elite, melainkan wadah kolaborasi antara masyarakat sipil, akademisi, dan pemerintah," ujar Burhanuddin Abdullah. Burhanuddin ialah salah satu anggota Board of Adviser Prasasti. 

Sosiolog dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Rakhmat Hidayat berpendapat PCPS mustahil bakal kritis terhadap kebijakan pemerintah. Secara "genetik", Prasasti dibentuk oleh aktor negara, berbeda dengan LSM yang lahir dari partisipasi masyarakat.

"Jadi ornop (organisasi nonpemerintah) atau LSM yang sungguh-sungguh LSM itu dari bottom-up, bukan top-down. LSM itu dibentuk untuk mengimbangi hegemoni negara, mereka di luar kekuasaan, sedangkan Prasasti dibentuk oleh elite negara yang mewakili kepentingan negara," kata Rakhmat kepada Alinea.id di Jakarta, belum lama ini.

Rakhmat menduga Prasasti akan jadi representasi dari negara yang bakal memberi legitimasi kepada kekuasaan. Namun, kajian-kajian Prasasti nantinya bakal dikesankan sebagai suara dari masyarakat sipil. Dengan stempel dari Prasasti, Prabowo ingin terlihat demokratis dalam mengambil kebijakan. 

"Ini bagian dari alat strategi politik dari negara untuk mencoba melakukan konsolidasi kekuasaannya. Jadi, ini menunjukan kepada publik bahwa dengan adanya lembaga ini think tank itu seolah menunjukkan Prasasti bagian dari demokrasi yang dikembangkan oleh Prabowo," kata Rakhmat. 

Lebih jauh, Rakhmat berpendapat Prasasti akan jadi wadah untuk mengkooptasi atau menjinakkan pemikiran-pemikiran kritis terhadap kekuasaan. Ia menduga kajian-kajian di berbagai bidang yang dirilis Prasasti nantinya bakal dinarasikan sebagai sumbangsih pemikiran intelektual untuk rekomendasi kebijakan pemerintah.  

"Karena lembaga ini bukan menjadi LSM, ini lembaga bentukan pemerintah. Prasasti ini adalah lembaga negara yang di make-up menjadi LSM. Pada dasarnya dia alat legitimasi kekuasaan dalam masalah kajian, ekonomi, hukum dan pendidikan, yang nantinya itu dianggap suara masyarakat sipil," kata Rakhmat. 

Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Siti Khoirun Ni'mah berpendapat naif bila sebuah LSM bentukan negara diharapkan menjadi kontra hegemoni yang kritis terhadap kekuasaan. Pada dasarnya, LSM bentukan negara adalah representasi dari kekuasaaan dan tidak mewakili rakyat yang terpinggirkan. 

"Peran-peran kritis berpotensi hilang. Sementara keberadaan LSM sangat penting terutama dalam konteks demokrasi untuk memastikan kekuasaan tidak hanya ada disegelintir orang," kata Siti kepada Alinea.id. 

LSM yang kritis, kata Siti, sejatinya berperan mengawasi aktor negara dalam menjalankan mandat rakyat sesuai konstitusi. Namun, Prasasti potensial terganjal konflik kepentingan saat mengambil sikap oposan terhadap pemerintah. 

"Prasasti akan mengalami konflik kepentingan ketika hendak mengkritisi kebijakan pemerintah. Bisa jadi praktek-praktek seperti ini merupakan bentuk kooptasi negara terhadap masyarakat sipil," kata Siti.


 

img
Kudus Purnomo Wahidin
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Berita Terkait

Bagikan :
×
cari
bagikan