sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

PP JKP dianggap bertentangan dengan UU Ciptaker

Kemenaker harus berperan sebagai regulator dan pengawas dalam program JKP.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 07 Apr 2021 12:42 WIB
PP JKP dianggap bertentangan dengan UU Ciptaker

Petaturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dinilai bertentangan dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker). Hal tersebut tercermin dari sejumlah aturan resapan UU Ciptaker dalam PP yang diteken Jokowi pada Februari lalu itu.

Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani, mencatat, sejumlah aturan PP JKP yang bertentangan dengan UU Ciptaker tersebut terkait kewenangan pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) yang turut berkecimpung dalam hal teknis pelaksanaan program JKP.

Menurutnya, pelaksanaan program JKP dimiliki oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Ketenagakerjaan (BPJS TK). Hal itu diatur dalam Pasal 83 poin 1 UU Ciptaker versi 1.187 halaman.

"Jadi ini tertulis dari UU Ciptaker. Namun ternyata pada Pasal 3 dari PP 37/2021 tentang JKP, dinyatakan bahwa JKP dilaksanakan oleh BPJS TK dan pemerintah pusat. Nah menurut saya, kalau kita bicara tentang keberadaan pemerintah pusat, harusnya memang ada di ranah operasional program, kalau kita membaca seperti ini. Padahal itu tidak pernah ada, dan tidak pernah diamanahkan UU," ujar Netty, dalam Raker Komisi IX DPR bersama Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan BPJS TK, yang disiarkan secara virtual, Rabu (7/3).

Bagi Netty, pemerintah melalui Kemenaker harus bergerak sebagai regulator, pengawas, dan penegak aturan dalam pelaksanaan JKP, bukan sebagai pelaksanaan langsung. Karena itu, dia merasa, aturan PP JKP perlu diubah. "Kalau begini naskahnya antara UU Ciptaker dengan PP 37/2021, artinya PP 37/2021 perlu direvisi, terutama Pasal 3 yang menyebutkan keterlibatan pemerintah pusat, menurut saya ini perlu ditinjau ulang," terang Netty.

Tak hanya terkait kewenangan Kemenaker, Netty juga mencatat adanya ketidaksinkronan aturan sumber pendanaan JKP. Merujuk Pasal 82 poin 2 UU Ciptaker yang meresap Pasal 46 C UU 40 tahun 2004 tetang SJSN menyebutkan, iuran JKP dibayar oleh pemerintah pusat.

"Sementara ayat 4 dan 5 dari Pasal 11 PP 37/2021 mengatur adanya rekomposisi iuran dari JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) dan JKm (Jaminan Kematian) sebagai sumber pendanaan JKP selain dibayarkan pemerintah. Oleh karena itu, menurut saya aturan mengenai rekomposisi JKK dan JKM yang diatur oleh PP 37 tahun 2021 bertentangan dengan UU Ciptaker," ujar Netty.

Netty mengingatkan, kedudukan UU selau di atas PP. Dengan demikian, beleid terkait rekomposisi iuran itu dapat menghilangkan makna aturan UU Ciptaker. Atas dasar itu, Netty merasa, aturan rekomposisi yang menjadi sumber pendanaan JKP perlu dihapuskan.

Sponsored

"Saya fikir rekomposisi iuran JKK dan JKM ini dalam pembiayaan JKP jadi tidak sesuai dengan semabagat naskah UU Ciptaker, sehingga aturan rekomposisi ini nampaknya perlu dihapuskan," pungkasnya.

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menginginkan program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tepat sasaran. Untuk itu pihaknya mendorong percepatan integrasi data Sistem Informasi Ketenagakerjaan (Sisnaker) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Ketenagakerjaan.

“Kita harus pastikan program JKP tepat sasaran. Oleh karena itu, integrasi data dibutuhkan sebab salah satu syarat penerima program JKP adalah pekerja yang terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan,” kata Ida saat menerima audiensi Dewan Pengawas dan Direksi BPJS Naker di kantornya, Selasa (23/03).

Melalui integrasi data, jelas Menaker, pemerintah segera menggulirkan program JKP melalui BPJS Ketenagakerjaan. Nantinya, manfaat JKP akan diberikan kepada pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid