Adaptasi seniman tari demi bertahan hidup kala pandemi

Seniman tari terpaksa beradaptasi dengan proses kreatif mengemas tari dalam video untuk pertunjukan virtual.

Ilustrasi Alinea.id/MT. Fadillah.

Sebagai seorang seniman tari, Adi Kardila jelas kena dampak negatif dari pandemi Covid-19. Tidak ada lagi panggung di masa pembatasan sosial berimbas pada turunnya pendapatan pemilik sanggar tari tersebut. Adi berjuang keras menghidupi keluarganya dengan berbagai cara.

Awalnya, sembari menunggu pandemi mereda, ayah dua anak ini hanya mengandalkan uang tabungan saja. Namun setelah simpanannya kian menipis, mau tak mau Adi menjual alat-alat musik pengiringnya saat menari atau mengajarkan tari jaipong dan topeng kepada murid-muridnya. Ia bahkan juga menjual kain-kain sarung koleksinya.
 
“Karena anak-anak untuk belajar sulit, sanggar tutup. Jadi tidak ada penghasilan," ujarnya saat dihubungi Alinea.id, awal Januari lalu.

Pada akhirnya, tabungannya ludes. Saat tak lagi memegang uang itulah, ia pun terpaksa mencari sayuran yang ada di pinggir-pinggir sungai. 

"Dimasak pakai garam sama bumbu seadanya. Yang penting bisa makan,” kisah pemilik sanggar Akar Randu Alas yang berlokasi di Jalan Sabrang Indah, Desa Kalikota, Kecamatan Kedawung, Cirebon ini.

Sadar tak bisa terus menerus menunggu, Adi pun memberikan diri untuk meminta sponsor kepada kader-kader partai di daerahnya dan mengajukan dana bantuan kepada pemerintah. Tidak hanya itu, setelah pemerintah melonggarkan kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), laki-laki 49 tahun ini pun tak ingin membuang kesempatan untuk membuka kembali sanggar tarinya.