Andre Rosiade minta pemerintah buat regulasi yang adil usai larang jual-beli di Tiktok

Pelaku usaha digital juga diprotes karena menawarkan harga yang sangat murah di social commerce.

Foto: Pixabay

Komisi VI DPR RI menyoroti kebijakan pemerintah yang melarang aktivitas transaksi jual-beli di akun media sosial seperti Tiktok. Pemerintah melakukannya dengan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Elektronik (PPMSE). 

Anggota Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengatakan, revisi Permendag itu dikeluarkan menyusul adanya keluhan dari para pedagang konvensional yang merasa dirugikan dengan kehadiran social commerce seperti TikTok Shop. Oleh karenanya, pemerintah harus mengatur social commerce hanya diperbolehkan untuk memfasilitasi promosi barang atau jasa.

"Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam kebijakan larangan bertransaksi di media sosial adalah perlunya keadilan antara pemilik usaha konvensional dan pemilik usaha di ranah digital," kata Andre dalam keterangan, Rabu (27/9).

Menurutnya, pemerintah dalam revisi beleid harus menciptakan regulasi yang adil bagi pelaku usaha konvensional dan digital. Mengingat, 6 sampai 7 juta pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) memanfaatkan social commerce sebagai platform penjualan.

Revisi Permendag No. 50 Tahun 2020 akan merujuk pada izin social commerce yang bukan platform transaksi jual beli sehingga akan menciptakan sejumlah aturan turunan. Aturan pertama social commerce hanya boleh memfasilitasi promosi barang atau jasa. Kedua social commerce harus memiliki izin sebagai e-commerce.