Babak belur, industri penerbangan tak mampu terbang tinggi

International Air Transport Association memperkirakan industri penerbangan baru pulih pada 2024.

Kebijakan pembatasan sosial dan karantina wilayah akibat Covid-19 menyebabkan kelesuan dalam industri penerbangan. Bahkan, industri inilah yang terpukul sejak kali pertama Coronavirus mewabah. Kekhawatiran terjadinya penularan virus ini memicu keengganan banyak orang naik pesawat udara.

IATA (International Air Transport Association) mencatat penurunan revenue passenger kilometer (RPK) sebesar 86,5% pada Juni 2020 dibandingkan dengan Juni 2019. Hingga akhir 2020, perhitungan jumlah penumpang dikalikan jarak kilometer ini diprediksi anjlok hingga 54%. Bahkan, IATA merevisi prediksi pemulihan industri penerbangan hingga level pra-Covid-19 dari semula 2023 mundur menjadi 2024.

Di saat yang sama, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat adanya penurunan penumpang penerbangan domestik dan internasional masing-masing sebesar 88,97% dan 98,84% secara year-on-year (yoy). Bila dibandingkan dengan kuartal I, jumlah penumpang penerbangan domestik dan internasional masing-masing anjlok sebesar 89,79% dan 98,34%.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengakui pandemi memukul sektor transportasi di Indonesia, termasuk transportasi udara yang kini terancam mengalami kebangkrutan. “Kita harus mengakui transportasi mengalami situasi yang parah. Diprediksi omzet mengalami penurunan 30%, bahkan transportasi udara bisa lebih dari 50%. Hal ini tentu membuat ancaman bangkrut,” tuturnya dalam webinar yang diadakan oleh Masyarakat Transportasi Indonesia, Selasa (11/8).

Ancaman kebangkrutan tersebut menimpa sejumlah maskapai mancanegara seperti Virgin Australia dan Thai Airways yang meminta dana talangan dari pemerintah. Belum lagi, Lufthansa dan Air France di Eropa yang juga terancam gulung tikar.