BPJS Kesehatan belum turunkan iuran, Ombudsman: Itu maladministrasi

Ombudsman menyarankan kepada Presiden agar segera membentuk Peraturan Presiden pengganti.

Petugas memasukkan data pelayanan di Kantor Pelayanan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Jakarta Pusat, Matraman, Jakarta, Senin (9/3). Foto Antara/M Risyal Hidayat/ama.

BPJS Kesehatan masih menerapkan nilai nominal iuran berdasarkan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No.75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan pada penarikan iuran di April 2020. Padahal Mahkamah Agung sudah membatalkan berdasarkan putusan MA No. 7 P/HUM/2020.

Terkait itu, anggota Ombudsman Alamsyah Saragih, mengatakan, penarikan iuran oleh BPJS Kesehatan dengan dengan tetap menerapkan angka nominal yang mengacu pada ketentuan yang telah dibatalkan, berpotensi maladministrasi berupa perbuatan melawan hukum (pungutan ilegal).

"Pasal 8 ayat (2) huruf b Undang-Undang No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, mengatur bahwa Ombudsman RI berwenang menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan/atau Presiden, Dewan  Perwakilan Rakyat Daerah dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan perubahan dalam rangka mencegah maladministrasi," tutur dia dalam keterangan tertulisnya, Kamis (16/4).

Oleh karena itu, Ombudsman menyarankan kepada Presiden agar segera membentuk Peraturan Presiden pengganti Perpres No.75 Tahun 2019 tentang perubahan atas Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan untuk mencegah terjadi kakacauan sistem JKN.

BPJS Kesehatan juga diimbau kembali melakukan penagihan dengan nilai nominal sebagaimana dinyatakan pada Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres No. 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan sebelum Peraturan Presiden pengganti diterbitkan.