CORE nilai investasi miras dongkrak perekonomian daerah

Isu ini menjadi sensitif karena mayoritas penduduk Indonesia beragama Islam.

Ilustrasi. Pexels

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE), Piter Abdullah, menilai, kebijakan pelonggaran investasi minuman keras (miras) atau beralkohol semestinya disikapi secara hati-hati dan tidak diartikan pemerintah mendukung masyarakat meminumnya. Alasannya, izin tetap ketat.

"Perpres ini membuka investasi minuman beralkohol tidak di seluruh indonesia dan sifatnya bottom up. Investasi diizinkan apabila gubernur sebagai pemimpin daerah mengajukan usulan," ujarnya kepada Alinea, Senin (1/3).

Pemerintah memperlonggar izin pendirian industri miras di empat daerah, yakni NTT, Bali, Sulut, dan Papua. Kebijakan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal, turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Langkah ini ditempuh dengan dalih kegiatan yang ada dan berbasis kearifan lokal menjadi legal. Dus, menguatkan pengawasan serta kontrol atas produksi dan distribusinya.

Selain di NTT, Bali, Sulut, dan Papua dengan memperhatikan budaya dan kearifan lokal setempat, industri minuman beralkohol juga dapat didirikan di daerah lain selama diusulkan gubernur dan izin diterbitkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Ini tertuang dalam Lampiran III Perpres 10/2021.