Pilarmas Sekuritas: Dukungan berkelanjutan untuk perusahaan perlu dilakukan

Pembuat kebijakan juga harus memperhatikan risiko lain, termasuk perubahan iklim, geopolitik, dan kondisi keuangan yang semakin ketat.

Ilustrasi. Pembangunan proyek di Jakarta. Foto Pixabay

Asian Development Bank (ADB), baru-baru ini telah memangkas proyeksi pertumbuhan di Asia pada tahun ini menjadi 7,1% dari sebelumnya 7,3%. Hal ini dipicu karena pemulihan ekonomi di sebagian negara Asia tidak merata akibat pandemi dan aturan restriksi. 

ADB juga melihat pertumbuhan moderat sebesar 5,4% di Asia pada 2022. Asia dinilai masih tetap rentan terhadap penyebaran jumlah kasus baru Covid-19. Gelombang varian baru, diprediksi masih akan mendorong para pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan restriksi. Pemulihan ekonomi di Asia yang tidak merata, bisa diindikasikan oleh ekspor Asia timur yang tertolong dengan peningkatan permintaan.

Proyeksi pertumbuhan di China sebagai ekonomi terbesar di Asia tetap 8,1% pada 2021 dan menjadi 5,5% pada 2022. Sedangkan proyeksi pertumbuhan di Hong Kong, Korea Selatan, dan Taiwan, meningkat.

Untuk proyeksi pertumbuhan di Asia Tenggara, turun menjadi 3,1% dari 4,4%. Penurunan tersebut dipicu oleh pertumbuhan ekonomi di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Vietnam yang lambat. 

Senior Country Economist ADB Henry Ma mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun depan hanya 4,8% secara tahunan (yoy). Proyeksi ini lebih rendah dari prediksi ADB sebelumnya yang mencapai 5,0% yoy.